1. Pendapat Pertama : Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah
Batasan makmum mendapat satu rakaat adalah jika dia mendapat rukuknya imam pada rukuk pertama. Perlu diingat bahwa shalat gerhana setiap rakaatnya memiliki dua ruku' dan dua berdiri.
Adapun jika makmum mendapati imam pada ruku' kedua maka dia dianggap terlewat raka'at itu.
Jika makmum masuk shalat sedangkan dia hanya mendapati ruku' imam kedua pada rakaat pertama, maka setelah imam salam, dia harus berdiri lagi untuk melanjutkan satu rakaat lagi karena yang dihitung cuma rakaat yang kedua.
" (Melakukan) rukuk kedua dan seterusnya (jika shalatnya dengan 3 - 5 ruku' tiap rakaat) itu hukumnya sunnah dan tidak cukup dihitung mendapat satu rakaat hanya dengan mendapati ruku' kedua itu. Namun jika ruku' kedua itu ditinggalkan, maka shalat tidak batal karena Nabipun pernah shalat gerhana dengan satu ruku' tiap rakaat."[1]
المسبوق إذا أدرك الإمام في الركوع الأول من الركعة الأولى فقد أدرك الركعة كلها ويسلم مع الإمام كسائر الصلوات وإن أدركه في الركوع الأول من الركعة الثانية فقد أدرك الركعة, فإذا سلم الإمام قام فصلى ركعة أخرى بركوعين وقيامين كما يأتي بها الإمام, وهذا لا خلاف فيه , ولو أدركه في الركوع الثاني من إحدى الركعتين فالمذهب الصحيح الذي نص عليه الشافعي في البويطي واتفق الأصحاب على تصحيحه, وقطع به كثيرون منهم أو أكثرهم أنه لا يكون مدركا لشيء من الركعة, كما لو أدرك الاعتدال في سائر الصلوات. .
"Makmum masbuq jika mendapati imam pada ruku' pertama pada rakaat pertama maka dia dihitung mendapati satu rakaat secara sempurna lalu salam bersama imam sebagaimana shalat-shalat pada umumnya.
Apabila mendapati ruku' pertama pada rakaat kedua maka dia juga telah mendapatkan rakaat kedua itu, sehingga (setelah imam salam) dia cukup melanjutkan shalatnya satu rakaat lagi dengan dua berdiri dan dua ruku'.
Menurut pendapat yang shahih dalam madzhab yang dinash oleh imam Syafii dan disepakatai oleh ulama-ulama Syafi'iyah dan ditetapkan oleh kebanyakan mereka adalah bahwa makmum tadi tidak dianggap mendapati rakaat tersebut sebagaimana jika dia hanya mendapat imam saat i'tidal dalam shalat-shalat pada umumnya. [2]
2. Pendapat Kedua : Al-Malikiyah
Madzhab Malikiyah berpendapat makmum dihitung mendapati satu rakaat cukup dengan dia mendapati ruku'nya imam pada ruku' kedua.
Jika makmum masuk pada ruku' kedua di rakaat pertama maka jika imam selesai shalat maka dia juga selesai shalatnya karena rakaat pertama tadi sudah dihitung walaupun hanya mendapati 1 ruku' bersama imam.
" Maka barangsiapa yang mendapat imam pada ruku' kedua dari rakaat pertama maka dia tidak perlu mengqadha apapun. Adapun jika mendapati ruku' kedua dari rakaat kedua maka dia cukup mengqadha satu rakaat lagi, tidak perlu melakukan 3 berdiri.[3]
Kesimpulan
Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah mensyaratkan harus mendapati ruku' pertama agar makmum dihitung mendapatkan rakaat tersebut.
Sedangkan Malikiyah lebih toleran, karena cukup mendapat ruku' kedua, maka makmum sudah dihitung mendapati rakaat tersebut. Agar lebih hati-hati maka penulis memilih pendapat Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah.
Menurut madzhab Hanabilah, shalat gerhana boleh dilakukan dengan satu ruku' pada setiap rakaatnya sebagaimana shalat pada umamnya. Karena ruku' kedua hukumnya sunah.
Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat gerhana tiap rakaat boleh dengan 3, 4 atau 5 ruku'.
Wallahu A'lam.
Khaerul Anam, Lc.
[1]. Kitab Kasysyaf al-Qina karya imam al-Buhuty al-Hambaly (w. 1051 H)
[2]. Kitab al-Majmu' karya imam Nawawi (w.676 H)
[3]. Hasyiyah al-Dasuqi ala syarh al-Darddir (w. 1230 H)