USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Benarkah Jumat Terakhir Ramadhan Waktunya Menqadha Semua Shalat?

Benarkah Jumat Terakhir Ramadhan Waktunya Menqadha Semua Shalat?

PERTANYAAN

Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., MA yang dirahmati Allah.

Mohon izin konfirmasi, apa benar postingan yang saya terima terkait dengan shalat qadha pengganti dari semua shalat, yang dilakukan pada hari Jumat terakhir di bulan Ramadhan. Apakah haditsnya shahih dan bisa diterima? Bagaimana pendapat para ulama fiqih dalam hal ini?

Ini petikan dari postingan itu dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Barang siapa yang selama hidupnya pernah meninggalkan sholat, tapi tidak dapat menghitung jumlahnya, maka sholatlah dihari jum'at terakhir bulan ramadhan sebanyak 4 rok'at dgn 1x tasyahud akhir, tiap roka'at membaca surat Alfatihah 1x, surat Alqodar15x (innaa anzalnaahu fiilailatil qodr seterusnya), surat Alfatihah 1x surat Alkautsar15x (innaa a'thoinaakalkautsar).
Ada juga yang mengatakan Setiap 1 Rakaat Baca Alfatihah 1 kali + Al Qadr 15 kali + Al kautsar 15 kali.
Sahabat sayyidina Abu Bakar Shiddiq Ra berkata : Aku mendengar baginda Rosululloh bersabda, bahwa sholat tersebut sebagai kafarot/pengganti sholat 400 thn.

Mnurut sahabat sayyidina Ali Krw: Sholat tersebut sebagai kafarot 1000 thn.
Maka bertanyalah sahabat : Umur manusia itu hanya 60thn/100thn, lalu untuk siapa kelebihannya? Baginda Rosul Saw menjawab : Untuk kedua orang tuanya, istrinya, anak2nya, sanakfamilinya, serta orang2 sekeliling masyarakat dilingkungnnya.

Wassalam

JAWABAN

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Benar sekali beberapa hari belakangan ini menjelang kita mengakhiri Ramadhan telah banyak beredar di sosial media beberapa tulisan terkait dengan Shalat Qadha Jumat Terakhir Ramadhan.

Saya sendiri lalu kebanjiran pertanyaan dari banyak kalangan, yang menanyakan bagaimana menurut hukum fiqihnya, apa benar ada shalat semacam ini.

Inilah akibatnya kalau kita mau berilmu tapi tidak mau berkorban sungguh-sungguh belajar secara serius lewat kuliah atau mengaji kepada guru, tetapi hanya mengandalkan belajar agama lewat sosial media. Kita seringkali menerima postingan yang abal-abal dan tidak jelas asal-usulnya, tidak jelas siapa penulisnya, dan juga tidak jelas kitab-kitab rujukannya.

Masih untung kalau kita yang baca agak kritis, teliti dan mau melakukan konfirmasi. Bayangkan berapa banyak orang yang terima tulisan macam itu, lalu tanpa pikir panjang main sebarkan lagi, viralkan, dan seterusnya.

Ujung-ujungnya saya juga yang kerepotan harus menulis panjang lebar dan memberikan penjelasan sana-sini, buka-buka kitab dan literatur.

Lalu saya coba cari rujukan dan fatwa para ulama tentang masalah shalat semacam ini di kitab-kitab fiqih para ulama yang muktamad dari empat mazhab.

Sayang sekali hasilnya nihil, ternyata mereka tidak pernah menuliskannya, termasuk juga mereka tidak mengakui keberadaannya. Maksudnya, para ulama fiqih tidak mengakui keberadaan shalat macam ini. Entahlah kalau kalangan ahli thariqat tertentu, atau kalau kaum ahli tasawuuf, mungkin mereka sering bicara masalah shalat ini. Tetapi tetap harus dibuktikan dulu, apakah benar mereka juga mengajarkan hal ini.

Lalu saya menemukan setidaknya ada tiga rujukan yang bisa saya catatkan disini untuk menjelaskan kedudukan shalat ini.

1. Al-Imam Asy-Syaukani : Haditsnya Palsu dan Batil

Al-Imam Asy-Syaukani (w. 1250 H), salah satu penyusun kitab hadits abad ke-13 hijiryah, di dalam kitabnya Al-Fawaid Al-Majmu'ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu'ah menuliskan tentang hadits ini sebagai berikut :

هَذَا مَوْضُوع بِلَا شكّ وَلم أَجِدهُ فِي شَيْء من الْكتب الَّتِي جمع مصنفوها فِيهَا الْأَحَادِيث الْمَوْضُوعَة وَلَكِن اشْتهر عِنْد جمَاعَة من المتفقهة بِمَدِينَة صنعاء فِي عصرنا هَذَا وَصَارَ كثير مِنْهُم يَفْعَلُونَ ذَلِكَ وَلَا أَدْرِي من وضع لَهُم. فقبح الله الْكَذَّابين

Hadits ini palsu tanpa diragukan lagi. Meski Saya tidak mendapatkannya dalam kitab hadits yang disusun oleh penyusunnya sebagai hadits-hadits palsu. Namun praktek ini masyhur dilakukan oleh murid-murid di Kota Shan'a (Yaman) di masa kita ini. Dan makin banyak yang melakukannya. Saya juga tidak tahu siapa yang mengarang hadits palsu ini. Semoga Allah memburukkan rupa tukang ngibul itu. [1]

Sebenarnya cukup pakai komentar Asy-Syaukani bahwa hadits ini batil saja sudah cukup. Karena beliau memang seorang ahli hadits yang kitabnya banyak dijadikan rujukan para ulama.

2. Buku Abu Al-Hasanat Al-Locknawi

Untuk kasus ini sebenarnya sudah ada satu buku yang membahas secara mendalam, yaitu buku yang ditulis oleh ulama Lucknow, India. Beliau adalah Abu Al-Hasanat Al-Lucknawi (w. 1304 H). Judul buku agak panjang, ditulis dalam bahasa Arab :  ردع الإخوان عن محدثات آخر جمعة رمضان - سلسلة لقاء العشر الأواخر بالمسجد الحرامز. Rad'u Al-Ikhwan 'an Muhdtsat Akhir Jum'ati Ramadhan - Silsilah Liqa' Al-Asyr Al-Awakhir bil Masjidil Haram.

Buku ini diterbitkan oleh Darul Basyair Al-Islamiyah li Ath-Thiba'ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi', Beirut Lebanon. Cetakan ke-3 tahun 1999. Di dalam buku setebal 90 halaman ini, sang penulis cukup panjang menjelaskan kedudukan shalat.

Beliau cerita bahwa di Khurasan dan Yaman ada orang-orang yang mengerjakan shalat ini yang dilakukan dengan cara berjamaah, dengan adzan dan iqamah, dilakukan pada hari Jumat terakhir Ramadhan sebanyak lima shalat. Maghrib Isya dan Shubuh imamnya mengeraskan bacaan dan Zhuhur serta Ashar imam membaca lirih (sirr). Lafazh niatnya adalah :

نويتُ أنْ أُصَلِّي أربعَ ركعاتٍ مفروضة قضاءً لما فاتَ من الصَّلواتِ في تمامِ العُمُر ممَّا مضا

Aku berniat untuk shalat empat rakaat fardu secara qadha' mengganti shalat yang luput sepanjang umur. 

Mereka meyakini cukup dengan shalat itu saja maka semua shalat yang pernah ditinggalkan sudah terganti dan lunas.

Yang menarik beliau juga menyebutkan sumber literatur pemahaman ini yaitu beberapa kitab yang bukan berbahasa Arab, diantaranya kitab Zadul-Labib, Anis Al-Wa'izhin, Miftahul Jinan dan lainnya. Di dalamnya dilengkapi dengan kutipan-kutipan yang diklaim sebagai hadits Nabi SAW, juga qaul Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib dan lainnya.

Inti buku itu mengatakan bahwa :

  1. Keyakinan boleh meninggalkan shalat lima waktu tanpa uzdur syar'i asalkan melakukan shalat al-qadha' al-'umri adalah aqbahul qabaih (seburuk-buruk pandangan).[2]
  2. Pandangan bahwa shalat di bulan Ramadhan bisa mengganti semua shalat yang ditinggalkan juga merupakan pandangan yang keliru.[3]
  3. Sebagaimana pandangan bahwa satu kali shalat atau llima kali shalat di hari itu sudah cukup untuk mengganti semua shalat yang ditinggalkan di hari ini. [4]
  4. Keyakinan bahwa shalat itu bisa mengganti shalat-shalat fardhu yang ditinggalkan oleh bapak dan kakek kita dahulu, termasuk shalat yang ditinggalkan oleh anak-anak dan para cucu, juga pandangan sesat. [5]
  5. Bahwa shalat qadha' itu harus dikerjakan di masjid, juga sesat. [6]

3. Fatwa Dr. Majdi Asyur - Darul Ifta' Al-Misyriyah

Dr. Majdi Asyur dari  Darul Ifta' Al-Misyriyah di dalam fatwanya yang diposting di Youtube, juga menegaskan bahwa shalat macam ini bukan shalat yang dibenarkan dalam syariah.

https://youtu.be/W3DmXz5OVZs

Wajib Qadha' Sesuai Ketentuan Syariah

Bukan berarti kalau kita menolak adanya shalat qadha' di Jumat terakhir Ramadhan ini berarti kita menolak kewajiban mengqadha' shalat secara total. Tidak demikian.

Yang kita tolak adalah keyakinan-keyakinan anehnya, sementara urusan mengganti shalat yang terlewat, kalau menurut pandangan para ulama fiqih dalam literatur ilmu fiqih yang muktamad tetap wajib dilakukan. Hanya saja caranya yang harus sesuai syariah.

Situs ini sudah cukup banyak membahas tentang shalat qadha' yang kewajibannya secara kompak disepakati oleh seluruh ulama. Berikut beberapa linknya :

1. Bagaimana Cara Mengganti Sholat yang Tertinggal?
2. Benarkah Shalat Yang Sengaja Ditinggalkan Tidak Perlu Diganti?
3. Meninggalkan Shalat Karena Melahirkan, Apa Harus Diganti?
4. Bagaimana Ketentuan dan Tata Cara Mengqadha' Shalat?
5. Kenapa Puasa Wajib Diqadha' Tapi Shalat Tidak Wajib Diqadha'?

Wallahu a'lam bishsawab, wassalamu 'alaikum warahmatulahi wabarakatuh.

Ahmad Sarwat., Lc., MA

REFERENSI

[1] Al-Imam Asy-Syaukani, Al-Fawaid Al-Majmu'ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu'ah, jilid 1 hal. 54

[2] Rad'u Al-Ikhwan 'an Muhdtsat Akhir Jum'ati Ramadhan, hal. 17

[3] Rad'u Al-Ikhwan 'an Muhdtsat Akhir Jum'ati Ramadhan, hal. 20

[4] Rad'u Al-Ikhwan 'an Muhdtsat Akhir Jum'ati Ramadhan, hal. 23

[5] Rad'u Al-Ikhwan 'an Muhdtsat Akhir Jum'ati Ramadhan, hal. 27

[6] Rad'u Al-Ikhwan 'an Muhdtsat Akhir Jum'ati Ramadhan, hal. 29