![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Teknis Mengerjakan Penggantian Shalat Beda Waktu Dan Berjamaah |
PERTANYAAN 1. Ketika kita mengganti shalat Dzhuhur di malam hari, apakah kita mengeraskan bacaan shalat atau tidak? 2. Manakah yang harus dikerjakan terlebih dahulu dari beberapa shalat yang terlanjur ditinggalkan? Apakah pengerjaannya harus urut berdasarkan waktu, ataukah tidah harus diurutkan? 3. Apakah dalam shalat penggantian ini juga disunnahkan adzan atau iqamah? 4. Bolehkah penggantian shalat ini dikerjakan secara berjamaah? |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Dalam pelaksanaannya, penggantian shalat yang sudah terlewat waktunya ini mempunyai beberapa ketentuan dan aturan, meskipun terkadang para ulama agak sedikit berbeda dalam fatwanya. 1. Sirr dan JahrShalat lima waktu yang dikerjakan pada waktunya disunnahkan untuk dikeraskan (jahr) bacaannya pada waktu shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh. Sedangkan bacaan pada shalat Dhuhur dan Ashar disunnah untuk dibaca secara lirih (sirr). Lalu bagimana dengan shalat yang terlewat dan diqadha', apakah jahr dan sir mengikuti asal shalatnya ataukah mengikuti waktu dilaksanakan qadha'? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. a. Jumhur : Ikut Waktu Asal Jumhur ulama di antaranya Mazhab Al-Hanafiyah, All-Malikiyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa jahr dan sirr dalam urusan shalat qadha mengikuti waktu asalnya. Jadi disunnahkan melirihkan bacaan pada qadha' shalat Dzhuhur dan Ashar, meski keduanya diqadha' pada malam hari. Dan begitu juga sebaliknya, disunnahkan mengeraskan bacaan pada qadha shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh, meski pun ketiganya dilakukan pada siang hari. b. Asy-Syafi'iyah : Ikut Waktu Qadha' Sedangkan mazhab Asy-syafi'iyah justru berpendapat sebaliknya dalam urusan jahr dan sirr. Prinsipnya, bacaan qadha' shalat dikeraskan apabila dikerjakan pada malam hari, dan dilirihkan bila dilakukan pada siang hari. Jadi disunnahkan mengeraskan bacaan pada qadha' shalat Dzhuhur dan Ashar, apabila keduanya diqadha' pada malam hari. Dan begitu juga sebaliknya, disunnahkan melirihkan bacaan pada qadha shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh, bila ketiganya dilakukan pada siang hari. 2. TertibPara ulama sepakat bahwa prinsipnya shalat yang terlewat karena terlupa wajib dikerjakan begitu ingat, dan tidak boleh ditunda atau diselingi terlebih dahulu dengan melakukan shalat yang lain. Dan para ulama juga sepakat bahwa bila seseorang terlewat dari beberapa waktu shalat dalam satu hari yang sama, maka cara menggantinya adalah dengan mengurutkan shalat-shalat itu berdasarkan waktu. Mana yang waktunya lebih awal maka diqadha' terlebih dahulu, dan mana yang waktunya belakang, diqadha' belakangan. Dasarnya adalah praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika terlewat empat waktu shalat dalam satu hari yang sama, beliau SAW mengqadha'nya sesuai urutannya, mulai dari qadha' shalat Dzhuhur, Ashar, Maghrib dan terakhir Isya'. إِنَّ الْمُشْرِكِينَ شَغَلُوا رَسُولَ اللَّهِ عَنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى ذَهَبَ مِنَ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ Dari Nafi’ dari Abi Ubaidah bin Abdillah, telah berkata Abdullah,”Sesungguhnya orang-orang musyrik telah menyibukkan Rasulullah SAW sehingga tidak bisa mengerjakan empat shalat ketika perang Khandaq hingga malam hari telah sangat gelap. Kemudian beliau SAW memerintahkan Bilal untuk melantunkan adzan diteruskan iqamah. Maka Rasulullah SAW mengerjakan shalat Dzuhur. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Ashar. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Maghrib. Dan kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Isya.” (HR. At-Tirmizy dan AnNasa’i) Namun para ulama umumnya tidak lagi mengharuskan qadha' shalat dilakukan dengan tertib sesuai urutannya dengan beberapa sebab, di antaranya : a. Lupa Bila seseorang lupa apakah sudah shalat fardhu tertentu atau belum, maka dia boleh menggantinya tanpa tertib. Dasarnya adalah hadits berikut ini : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الْمَغْرِبَ يَوْمًا ثُمَّ قَالَ هَلْ رَآنِي أَحَدٌ مِنْكُمْ صَلَّيْتُ الْعَصْرَ فَقَالُوا لَا فَصَلَّى الْعَصْرَ وَلَمْ يُعِدْ الْمَغْرِبَ Nabi SAW pernah shalat Maghrib pada suatu hari, lalu beliau SAW bertanya,"Apakah kalian tadi melihat Aku shalat Ashar?". Para shahabat menjawab,"Tidak". Maka beliau SAW pun melakukan shalat Ashar dan tidak mengulangi shalat Maghrib. b. Sempitnya Waktu Bila waktu untuk mengerjakan shalat fardhu sudah mepet, sementara dia punya hutang shalat, maka yang harus dikerjakan adalah shalat yang fardhu saat itu terlebih dahulu, baru sesudah itu dia membayar hutang shalat yang sebelumnya. c. Yang Diganti Terlalu Banyak Keharusan untuk mengganti shalat yang terlewat menjadi gugur manakala jumlah shalat yang diqadha sangat banyak. Sehingga yang mana saja yang dikerjakan terlebih dahulu, tidak menjadi masalah. As-Sarakhsi (w. 483 H) sala hsatu ulama dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah menuliskan dalam kitabnya Al-Mabsuth sebagai berikut : وَالثَّالِثُ: كَثْرَةُ الْفَوَائِتِ فَإِنَّهُ يَسْقُطُ بِهِ التَّرْتِيبُ عِنْدَنَا وَحَدُّ الْكَثْرَةِ أَنْ تَصِيرَ الْفَوَائِتُ سِتًّا Yang ketiga : banyaknya shalat yang terlewat menyebabkan gugurnya keharusan tertib bagi kami. Dan batas banyaknya adalah enam shalat. [1] Maka dalam hal ini ada ulama yang memperbolehkan shalat-shalat yang sama dikerjakan beberapa kali, berdasarkan waktunya. Misalnya, setiap selesai melakukan shalat Dzhuhur, maka seseorang boleh mengqadha beberapa shalat Dhuhur sesuai dengan jumlah yang diinginkannya, hingga sampai lunas semua hutang-hutangnya. Nanti ketika selesai menunaikan shalat Ashar, boleh diqadha' beberapa shalat Ashar yang dahulu pernah terlewat. Dan demikian juga dengan waktu yang lain, yaitu Maghrib, Isya' dan Shubuh. 3. Adzan dan IqamahJumhur ulama sepakat bahwa qadha shalat lima waktu tetap disunnahkan untuk didahului dengan adzan dan iqamah. Namun bila shalat yang dikerjakan terdiri dari beberapa shalat sekaligus, cukup dengan satu kali adzan namun masing-masing shalat dipisahkan dengan iqamah yang berbeda. Namun bila masing-masing shalat qadha' itu dikerjakan dalam waktu yang terpisah, maka masing-masing disunnahkan untuk diawali dengan adzan dan iqamah.[2] 4. Qadha' BerjamaahPara ulama sepakat bahwa shalat qadha' boleh dilakukan dengan berjamaah, bahkan menjadi sunnah sebagaimana aslinya shalat lima waktu itu disunnahkan untuk dikerjakan dengan berjamaah. Dasarnya adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika terlewat dari shalat. وَنُودِيَ بِالصَّلاَةِ فَصَلَّى بِالنَّاسِ Kemudian diserukan (adzan) untuk shalat dan beliau SAW mengimami orang-orang. (HR. Bukhari). Mazhab Asy-Syafi'iyah mensyaratkan adanya kesamaan bentuk shalat antara imam dan makmum, meski berbeda niat antara keduanya. Maka dibolehkan antara imam yang mengqadha' shalat Ashar dengan makmum yang menqadha' shalat Dzhuhur atau Isya'. Namun tidak dibenarkan bila imam mengqadha' shalat Dzhuhur, Ashar atau Isya', sementara makmumnya mengqadha' shalat Shubuh atau Maghrib. Untuk itu setidaknya dalam mazhab ini dibolehkan bila jumlah rakaat imam lebih sedikit dari jumlah rakaat yang dilakukan oleh makmumnya. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, [1] As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, jilid 1 hal. 154 [2] Maraqi Al-Falah, hal. 108 |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |