USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Nishab Zakat Uang, Ikut Nishab Emas atau Nishab Perak?

Nishab Zakat Uang, Ikut Nishab Emas atau Nishab Perak?

PERTANYAAN
Assalamu a'alaikum wr. wb.

Semoga ustadz sekeluar selalu mendapat limpahan rahmat dari Allah.

Meneruskan pertanyaan yang sebelumnya ustadz, mohon diinformasikan hal-hal terkait nishab zakat uang.

1. Berapa nilai minimal uang yang kita milik agar terkena zakat. Apakah mengikuti nishab emas atau perak?

2. Lalu bagaimana menghitung haulnya?

Mohon penjelasan yang rinci, ustadz.
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pada hakikatnya ada kesamaan fungsi antara uang di masa sekarang dengan emas atau perak di masa lalu, maka dalam beberapa halnya, prinsip zakat uang merujuk kepada zakat emas dan perak.

Akan tetapi para ulama berbeda pendapat, apakah nishab zakat uang mengikuti nishab zakat emas ataukah nishab zakat perak. Sebab baik emas atau perak adalah dua alat tukar yang resmi dan sah dalam syariat Islam di masa lalu.

Nishab emas (dinar) adalah 20 dinar yang beratnya 20 mitsqal, yaitu 85 gram emas murni. Nishab perak (dirham) adalah 200 dirham yang beratnya 140 mitsqal, yaitu 595 gram perak murni.

Namun yang pasti keduanya punya nilai yang berbeda, terkadang lebih tinggi nilai nishab emas, tetapi kadang boleh jadi lebih tinggi dari nilai nishab perak.

1. Ikut Nishab Emas

Sebagian ulama mengatakan bahwa nishab zakat uang sebaiknya mengikuti nishab emas, dengan beberapa alasan antara lain :

a. Harga Emas Stabil

Emas adalam mulia yang bersifat universal. Setiap peradaban manusia menghargai emas dan menjadikannya alat tukar yang berlaku di seluruh dunia.

Nilai emas sejak zaman dahulu hingga hari ini terus stabil dan pasti. Sehingga emas lebih banyak digunakan di berbagai peradaban dunia, dibandingkan dengan perak, sebagai alat tukar.

b. Harga Perak Berubah

Semenjak wafatnya Rasulullah SAW, ternyata harga perak berubah nilainya dan mengalami perubahan terus.

Para sejarawan membuktikan bahwa yang tadinya nilai dinar emas itu setara dengan 10 dirham perak, di pertengahan masa khilafah Bani Umayah berubah menjadi 12 dirham. Dan di masa pemerintahan Bani Abasiyah, nilainya melorot lagi menjadi 15 dirham.[1]

Bahkan di masa pemerintahan Daulah Fatimiyah di Mesir, nilai dirham perak melorot terus, sehingga nilai 1 dinar emas setara dengan 34 dinar perak.[2]

2. Ikut Nishab Perak

Sedangkan mereka yang mendukung nishab zakat uang mengikuti nishab zakat perak, mendasarkan pandangannya kepada beberapa alasan, antara lain :

a. Nishab Perak Lebih Kuat Dalilnya

Dibandingkan dengan nishab emas, hadits yang mendasari nishab perak jauh lebih qath'i (kuat), karena haditsnya sampai derajat shahih, diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam kitab Ash-Shahih yang telah beliau jamin semuanya shahih.

لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ مِنَ الْوَرِقِ صَدَقَةٌ

Dari Abi Said Al-Khudri radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Perak yang kurang dari 5 awaq tidak ada kewajiban zakatnya". (HR. Bukhari)

Sedangkan hadits-hadits yang menyebutkan nishab emas tidak sampai derajat shahih, kecuali melalui jalur pendapat para shahabat nabi SAW.

b. Nishab Perak Lebih Mengasihi Fakir Miskin

Alasan kedua, karena secara umum nilai perak jauh lebih rendah dari nilai emas, sehingga nishab perak kalau dirupiahkan akan jauh lebih rendah dari nishab emas.

Hal ini berarti kalau kita menggunakan standar nishab perak, akan lebih banyak lagi orang yang membayar zakat, karena strandar nishabnya lebih rendah.

Berbeda bila kita menggunakan standar nishab emas yang 85 gram, secara nominal nilai itu jauh lebih tinggi, sehingga yang akan bayar zakat pun juga akan lebih sedikit.

3. Ikut Yang Terendah

Jika seseorang memiliki sejumlah uang dengan mata uang yang sama atau sejumlah uang dengan mata uang yang berbeda yang nilainya mencapai harga salah satu dari dua nishab tersebut, berarti uang yang dimilikinya mencapai nishab.

Seandainya harga emas lebih rendah dari harga perak sehingga nilai uang yang dimilikinya mencapai harga 85 gram emas murni dan tidak senilai dengan harga 595 gram perak murni, maka nishabnya adalah nishab emas.

Bila harga perak lebih rendah sehingga nilai uang yang dimilikinya mencapai harga 595 gram perak murni dan tidak senilai dengan harga 85 gram emas murni, maka nishabnya adalah nishab perak.

Ketika seseorang memiliki uang yang jumlahnya senilai dengan salah satu dari dua nishab tersebut, maka sejak itu dia mulai menghitung haul yang harus dilewati oleh nishab tersebut sampai akhir tahun yang merupakan waktu wajibnya zakat.

Al-Lajnah Ad-Da’imah berfatwa bahwa uang yang terkena kewajiban zakat adalah uang yang nilainya mencapai nishab emas (senilai dengan harga 20 mitsqal emas) atau nilainya mencapai nishab perak (senilai dengan140 mitsqal perak) hingga akhir haul. Yang diperhitungkan dari dua nishab tersebut adalah yang terbaik bagi kalangan fakir miskin.

Perhitungan nishab ini mengacu adanya perbedaan harga antara satu waktu dengan waktu yang lain dan antara satu negeri dengan negeri yang lain.

Jika seseorang memiliki uang senilai dengan harga 595 gram perak berarti uangnya mencapai nishab. Uang yang dimiliki terkena kewajiban zakat di akhir haulnya dengan syarat jumlah uang yang merupakan nishab di awal haul tetap utuh jumlahnya dan tidak pernah berkurang dari nishab sampai akhir haul.

Namun perlu diketahui bahwa penetapan nishab uang yang mengikuti harga nishab perak bukan sesuatu yang bersifat pasti dan baku, karena harga perak sendiri bukan sesuatu yang sifatnya baku. Terjadi perbedaan harga perak di pasaran dan terdapat jenis perak berkualitas tinggi, ada yang berkualitas sedang dan ada yang berkualitas rendah.

Jadi tidak ada harga nishab perak yang disepakati bersama oleh kaum muslimin untuk dijadikan sebagai standar yang baku. Dengan demikian penetapan harga nishab perak sebagai nishab uang sifatnya pendekatan dan bukan sesuatu yang pasti.

Setelah seseorang melakukan penjajakan harga perak dengan memperhitungkan berbagai kualitas yang ada hendaklah dia berijtihad (berusaha semaksimal mungkin untuk mendekati kebenaran) dalam menetapkan nishab uang yang dimilikinya.

Mungkin Fulan menyatakan bahwa nishabnya sekian, yang lain menyatakan sekian dan yang lain menyatakan sekian, sesuai dengan hasil ijtihad masing-masing. Maka ada harga yang sifatnya di atas rata-rata, jika harga itu tercapai tidak diragukan lagi bahwa itu merupakan nishab.

Ada pula harga di bawahnya yang diragukan apakah mencapai nishab atau tidak, maka menganggap harga itu mencapai nishab lebih hati-hati bagi agama seseorang. Kemudian harga yang lebih rendah dari itu tidak dianggap mencapai nishab.

Dengan demikian apabila terjadi kenaikan harga di tengah perputaran haul (tahun berjalan) yang terpaut jauh dengan harga di awal haul sehingga menjatuhkan nilai uang tersebut sampai pada batas yang tidak diragukan lagi bahwa tidak mencapai nishab, maka haulnya terputus.

Adapun jika kenaikannya tidak terpaut jauh sehingga kemerosotan nilainya tidak begitu besar dan masih pada batas yang meragukan apakah mencapai nishab atau tidak, maka semestinya hal itu diabaikan dan tetap dianggap mencapai nishab dalam rangka berhati-hati.

Kemudian di akhir haul yang merupakan waktu wajibnya zakat, nilai uang tersebut dihitung kembali menurut harga saat itu (hari sempurnanya haul), apakah nilainya tetap mencapai nishab atau tidak.

Apabila harga perak di akhir haul mengalami kenaikan yang terpaut jauh dengan harga di awal haul sehingga menjatuhkan nilai uang tersebut sampai pada batas yang tidak diragukan lagi bahwa tidak mencapai nishab, maka berarti tidak terkena zakat.

Adapun jika kenaikannya tidak terpaut jauh sehingga nilai uang tersebut masih pada batas yang meragukan apakah mencapai nishab atau tidak, maka untuk kehati-hatian semestinya tetap dianggap mencapai nishab untuk kemudian dikeluarkan zakatnya.

Apabila uang tersebut mencapai nishab dan telah sempurna haulnya, maka di akhir tahun wajib dikeluarkan zakatnya. Jika jumlah uang tersebut nilainya melebihi nishab, maka kelebihannya juga terkena zakat, berapapun jumlahnya.

Besar zakat yang harus dikeluarkan dari uang yang jumlahnya mencapai nishab atau melebihi nishab dan telah sempurna haulnya adalah 1/40 (seperempat puluh) atau 2,5% (dua setengah persen) darinya, sebagaimana halnya pada zakat emas dan perak.

Jika uang tersebut mengalami pertambahan jumlah di tengah perputaran haul maka hendaklah dia mencatat setiap tambahannya beserta waktunya secara tersendiri agar dapat mengeluarkan zakat setiap tambahan itu di akhir haulnya masing-masing.

Namun jika seseorang memilih untuk mengeluarkan zakat dari total uang yang ada di akhir haul nishab yang pertama kali dimilikinya, dengan alasan bahwa dia kesulitan dan merasa berat untuk menghitung jumlah setiap tambahan tersebut dan haulnya masing-masing, berarti dia telah memajukan waktu pengeluaran zakatnya setahun sebelum waktunya tiba.

Dan hal itu boleh menurut jumhur (mayoritas) ulama. Hal ini boleh berdasarkan hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu:

أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ المـطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ r فِيْ تَعْجِيْلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَرَخَّصَ لَهُ فِيْ ذَلِكَ

“Bahwasanya Al-’Abbas bin Abdil Muththalib bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang maksudnya untuk menyegerakan pengeluaran zakatnya sebelum waktunya tiba. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kelonggaran kepadanya untuk melakukan hal itu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Daraquthni, Al-Baihaqi dan yang lainnya)

Demikianlah terus berulang setiap tahun. Setiap kali pada uang yang dimiliki terpenuhi persyaratan nishab dan haul, ketika itu pula wajib dikeluarkan zakatnya di akhir tahunnya.

Al-Lajnah berfatwa bahwa nilai/harga harta perdagangan ikut digabung dengan uang yang dimiliki dalam perhitungan nishab, karena maksud yang diinginkan dari barang perdagangan bukan barang itu sendiri, melainkan untuk menghasilkan uang (yang merupakan pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) pada masa ini sehingga memiliki makna yang sama dengannya.

Oleh karena itu zakat harta perdagangan wajib pada nilai/harganya dan dikeluarkan zakatnya dalam bentuk uang.

Sistem perhitungan nishab dan haul serta kadar yang wajib dikeluarkan pada zakat harta perdagangan sama dengan sistem perhitungan zakat uang.

Perhitungan haul dimulai dari hari seseorang memiliki harta yang diniatkan untuk perdagangan yang nilainya/harganya mencapai salah satu dari nishab emas atau perak. Kemudian di akhir tahun saat sempurna haulnya nilai/harganya dihitung kembali menurut harga saat itu (hari sempurnanya haul), karena itulah saat wajibnya zakat. Jika nilai/harganya mencapai nishab menurut harga saat itu berarti terkena zakat sebesar 1/40 atau 2,5% dari nilai/harga tersebut dan dikeluarkan dalam bentuk uang.

Namun apakah sepanjang perputaran haul hingga akhir tahun dipersyaratkan bahwa nishab tersebut tetap bertahan dan tidak pernah berkurang? Ada dua pendapat di kalangan ulama:

  1. Hal itu dipersyaratkan, sebagaimana halnya pada zakat harta lainnya yang dipersyaratkan padanya nishab dan haul. Jika nilainya berkurang dari nishab di tengah perputaran haul maka haulnya terputus. Ini adalah mazhab Al-Imam Ahmad.
  2. Hal itu tidak dipersyaratkan mengingat bahwa yang diperhitungkan pada zakat harta perdagangan adalah nilai/harganya, sedangkan untuk menghitung nilai/harganya setiap waktu sepanjang haul berjalan adalah sesuatu yang memberatkan. Ini adalah mazhab Al-Imam Abu Hanifah dan Al-Imam Asy-Syafi’i.

Ibnu Qudamah rahimahullahu berkata dalam Al-Mughni membantah pendapat yang kedua: “Alasan mereka bahwa hal itu memberatkan tidak benar. Karena harta perdagangan yang kadarnya memang jauh dari nishab tidak perlu dihitung nilai/harganya, karena jelas-jelas tidak mencapai nishab. Adapun yang kadarnya mendekati nishab, jika mudah baginya untuk menghitung nilai/harganya (untuk mengetahui apakah tetap mencapai nishab atau tidak) hendaklah dia melakukannya. Jika sulit dan berat baginya untuk melakukan hal itu hendaklah dia berhati-hati, yaitu menganggapnya tetap mencapai nishab dan menunaikan zakatnya di akhir tahun.”

Perlu diingat bahwa haul uang atau barang yang merupakan hasil keuntungan perdagangan mengikuti haul modalnya yang merupakan nishab.

Adapun harta lain yang ditambahkan pada modal awal memiliki perhitungan haul tersendiri. Namun jika dia mengeluarkan zakatnya pada akhir haul modal pertama yang merupakan nishab berarti dia menyegerakan pengeluaran harta zakat yang belum sempurna haulnya setahun sebelumnya dan hal itu boleh menurut jumhur ulama.

Apabila seseorang memiliki uang yang jumlahnya tidak senilai dengan nishab perak dan harta perdagangan yang nilai/harganya tidak senilai dengan nishab tersebut, namun jika jumlah keduanya digabungkan akan senilai dengan nishab tersebut, maka wajib atasnya untuk mengeluarkan zakatnya sebesar 1/40 atau 2,5% dari keseluruhan hartanya tersebut yang telah sempurna haulnya dalam bentuk uang.


[1] Al-Kharaj fi Ad-Daulah Al-Islamiyah hal. 347

[2] Al-Khuthath At-Taufiqiyah jilid 2 hal. 43



Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA