![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Wajib Merendahkan Pandangan, Haramkah Melihat Wajah Wanita? |
PERTANYAAN Assalamu'alaikum wrb. Langsung saja pak Ustadz. Di dalam Islam kita mengenal istilah merendahkan pandangan, yang berarti bahwa seorang laki-laki tidak boleh melihat wanita non-mahram tanpa alasan. Nah, maksud saya nih pak ustadz, Apa ini berarti kalau kita berjalan di jalanan lalu ada beberapa wanita yang berjalan di depan kita (anggaplah mereka berjalan ke arah berlawanan) apa berarti kita tidak boleh melihat wajah mereka walaupun tanpa sengaja (dan meskipun mereka menutup auratnya)? Lalu bagaimana kalau misalnya seorang wanita berpidato di depan umum. Apa berarti kita tidak boleh memandang wajahnya saat ia berpidato? Lalu bagaimana hukumnya jika seseorang menjadikan seorang wanita menjadi karakter utama di suatu film. Apakah ada cara aman agar terhindar dari fitnah? Atau hal ini diharamkan karena perintah kita untuk menjaga pandangan? Mohon maaf pertanyaannya panjang he he he. Saya di sini hanya ingin mencari kebenaran saja. Saya memang lumayan suka menonton film, namun kadang saya hanya ingin tahu apa hukumnya melihat film yang ada pemain wanitanya. Saya tidak berharap jawaban 'halal' pak, tapi saya hanya ingin jawaban yang jujur saja. Terimakasih sebelumnya. Wassalam |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Pertanyaan yang Anda ajukan terkait dengan perintah merendahkan pandangan itu bersumber dari ayat Al-Quran berikut ini : قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
Katakan kepada orang-orang mukmin bahwa wajiblah atas mereka untuk menahan pandangannya. (QS. An-Nuur : 30) Kalau kita perhatikan kata yaghudhdhu dalam ayat ini memang sedikit beda. Terjemahan Departemen Agama RI menggunakan istilah 'menahan', sedangkan Anda menggunakan istilah 'merendahkan'. Saya sendiri kurang paham, apakah yang dimaksud dengan 'merendahkan pandangan' itu, apakah memandang wanita dengan pandangan rendah, ataukah memejamkan mata, atau melihat ke bawah atau bagaimana? Namun lepas dari perbedaan makna istilah itu, kita sepakat intinya tidak boleh melihat. Tinggal yang jadi masalah disini adalah objek yang tidak boleh dilihat apa? Justru disini malah tidak disebutkan secara rinci. Namun Al-Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya, Al-Jami' li Ahkamil Quran menyebutkan sebagai berikut : ولم يذكر الله تعالى ما يغض البصر عنه ويحفظ الفرج، غير أن ذلك معلوم بالعادة، وأن المراد منه المحرم دون المحلل.
Allah SWT tidak menyebutkan apa yang tidak boleh dilihat, namun sudah diketahui secara adat bahwa maksudnya adalah apa-apa yang diharamkan di luar yang dihalalkan. وفي البخاري:" وقال سعيد بن أبي الحسن للحسن إن نساء العجم يكشفن صدورهن ورءوسهن؟ قال: اصرف بصرك، يقول الله تعالى:" قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم ويحفظوا فروجهم 30" وقال قتادة: عما لا يحل لهم،" وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن" [النور: 31] خائنة الأعين [من «2»] النظر إلى ما نهي عنه
Di dalam Kitab Shahih Bukhari disebutkan bahwa Said bin Abil Hasan berkata kepada Al-Hasan bahwa wanita non mahram telah memperlihatkan dada dan kepala mereka. Beliau berkata,"Palingkan penglihatanmu, karena Allah SWT berfirman,"Katakan kepada orang-orang beriman wajiblah atas mereka untuk menahan pandangan dan memelihara kemaluan mereka. Qatadah berkata (memalingkan pandangan) dari yang tidak halal. [1] Ayat ini mewajibkan laki-laki menahan atau memalingkan pandangan dari apa-apa yang diharamkan untuk dipandang. Tetapi sama sekali tidak menyebutkan apa saja yang termasuk haram untuk dipandang. Hanya saja kita tahu bahwa yang haram dipandang itu adalah aurat, baik aurat wanita maupun aurat laki-laki. Masalahnya, apakah wajah wanita itu termasuk aurat yang haram dilihat, ataukah bukan termasuk aurat? Untuk itu mari kita tanyakan kepada para fuqaha empat mazhab, karena mereka lebih kompeten untuk menawabnya : 1. Pendapat Mazhab Al-Hanafiyah Jumhur ulama dari empat mazhab sepakat bahwa wajah seorang wanita bukan termasuk aurat. Mazhab Al-Hanafiyah mengatakan tidak dibenarkan melihat wanita yang bukan mahram (ajnabi) yang merdeka, kecuali wajah dan tapak tangan.[2] Bahkan Imam Abu Hanifah sendiri mengatakan yang termasuk bukan aurat adalah wajah, tapak tangan dan kaki, karena kami adalah sebuah kedaruratan yang tidak bisa dihindarkan. Al-Kamal Ibnul Humam (w. 587 H) salah satu ulama rujukan dalam mazhab Al-Hanabilah menyebutkan di dalam kitabnya, Badai' Ash-Shanai' sebagai berikut :لَا بَأْسَ بِالنَّظَرِ إلَى وَجْهِ الْمَرْأَةِ وَكَفِّهَا
Tidak mengapa melihat wajah wanita dan kedua tangannya [3] Namun ada pendapat dalam mazhab Al-Hanafiyah yang membedakan apabila kasusnya terjadi pada wanita muda, lajang dan cantik. وَتُمْنَعُ الْمَرْأَةُ الشَّابَّةُ مِنْ كَشْفِ الْوَجْهِ بَيْنَ رِجَالٍ لا لأَنَّهُ عَوْرَةٌ بَلْ لِخَوْفِ الْفِتْنَةِ Dan wanita muda dilarang membuka wajahnya di depan laki-laki, bukan karena wajah itu aurat melainkan karena takut terjadi fitnah. [4] Buat wanita seperti itu menurut pendapat ini memang harus menutup wajahnya, bukan karena wajahnya merupakan aurat, tetapi agar tidak terjadi fitnah di tengah masyarakat. 2. Pendapat Mazhab Al-MalikiyahMazhab Al-Malikiyah sebagaimana disebutkan dalam kitab `Asy-Syarhu As-Shaghir` atau sering disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik, susunan Ad-Dardiri menyebutkan bahwa : وَعَوْرَةُ الحُرَّةِ مَعَ رَجُلٍ أَجْنَبِيٍّ مِنْهَا أَيْ لَيْسَ بِمَحْرَمٍ لَهَا :جَمِيْعُ البَدَنِ غَيْرَ الوَجْهِ وَالكَفَّيْنِ.. وَأَمَّا هُمَا فَلَيْسَا بِعَوْرَةٍ batas aurat waita merdeka dengan laki-laki ajnabi (yang bukan mahram) adalah seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. Keduanya itu bukan termasuk aurat. Al-Hathab Ar-Ru'aini (w. 594 H) salah satu ulama rujukan dalam mazhab Al-Malikiyah di dalam kitabnya Mawahibul Jalil menyebutkan sebagai berikut : وأما الرجل فإنه لا يجوز له النظر إلى وجه المرأة للذة، وأما لغير اللذة فقال القلشاني عند قول الرسالة: ولا بأس أن يراها Laki-laki tidak boleh memandang wajah wanita dengan nafsu. Tapi kalau tidak diiringi dengan nafsu tidak mengapa untuk dipandang, sebagaimana disebutkan oleh Al-Qalsyani.[5] Bahkan dalam pandangan mazhab Al-Malikiyah, tindakan menutup wajah bagi wanita hukumnya dimakruhkan. Karena hal itu dianggap sebagai al-ghululuw fi ad-diin (الغلو في الدين), yaitu berlebih-lebihan dalam beragama. 3. Pendapat Mazhab Asy-Syafi`iyyahMazhab Asy-Syafi`iyyah sebagaimana disebutkan oleh As-Syairazi dalam kitabnya `al-Muhazzab`, mengatakan bahwa wanita merdeka itu seluruh badannya adalah aurat kecuali wajah dan tapak tangan. Al-Imam Al-Mawardi (w. 450 H) salah satu ulama besar dalam mazhab Asy-Syafi'iyah menyebutkan bahwa wajah wanita bukan aurat. Hal itu disebutkan dalam kitabnya Al-Hawi Al-Kabir : قد مضى الكلام أن وجه المرأة وكفيها ليس بعورة Telah lewat pembicaraan sebelumnya bahwa wajah wanita dan kedua telapak tangannya bukan aurat. [6] jilid 9 hal. 33 Zakaria Al-Anshari (w. 926 H) yang juga salah satu ulama besar dalam mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnya Asnal Mathalib Syarah Raudhu Ath-Thalib sebagai berikut :ويجوز نظر وجه المرأة عند المعاملة) ببيع وغيره للحاجة إلى معرفتها
Dibolehkan melihat wajah wanita dalam bermuamalah seperti jual-beli dan lainnya bila ada keperluan untuk mengenalinya. [7] 4. Pendapat Mazhab Al-HanabilahDalam mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah berkata bahwa mazhab tidak berbeda pendapat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan tapak tangannya di dalam shalat.[8] 5. Pendapat Mazhab Zahiriyah
Daud yang mewakili kalangan zahiri pun sepakat bahwa batas aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuai muka dan tapak tangan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Nailur Authar. Begitu juga dengan Ibnu Hazm mengecualikan wajah dan tapak tangan sebagaiman tertulis dalam kitab Al-Muhalla. Kesimpulan Kalau melihat larangan pada ayat di atas, sebenarnya yang dilarang untuk dilihat adalah aurat wanita. Sedangkan wajah wanita pada dasarnya bukan aurat. Kalaupun ada ulama yang melarang laki-laki melihat wajah wanita, bukan karena wajahnya itu aurat, melainkan karena takut terjadi fitnah. Dan larangan ini hanya berlaku pada wanita yang masih muda dan cantik, tidak berlaku pada wanita tua atau tidak cantik. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, [1] Al-Imam Al-Qurthubi, Al-Jami li Ahkam Al-Quran, jilid 12 hal. 222 [2] Kitab Al-Ikhtiyar [3] Al-Kamal Ibnul Humam, Badai' Ash-Shanai' jilid 10 hal. 25 [4] Radd Al-Muhtar ‘ala Ad-Durr Al-Mukhtar, jilid 1 hal. 272 [5] Al-Hathab Ar-Ru'aini , Mawahibul Jalil, jilid 1 hal. 500 [6] Al-Imam Al-MawardiAl-Hawi Al-Kabir[6] jilid 9 hal. 33 [7] Zakaria Al-AnshariAsnal Mathalib Syarah Raudhu Ath-Thalib jilid 3 hal. 114 [8] Ibnu Qudamah, Al-Mughni jilid 1 hal. 1-6 |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |