![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Pengantin Pria di Luar Negeri, Bisakah Akad Nikah? |
PERTANYAAN Assalamu'alaikum wr. wb. Maaf Ustadz, saya punya saudari sepupu yang menikah dengan sepupu laki-laki yang ada di luar negeri (Arab Saudi). Akadnya dilakukan di Indonesia, yang diwakilkan kepada paman yang merupakan suami dari bibi sepupu laki-laki. Bagaimana status pernikahan tersebut? Sefahaman saya, syarat sahnya adalah adanya pengantin laki-laki. Ketika saya tanyakan kepada orang tua, dijawab pernikahannya akan diulang di Saudi, padahal, sepupu tidak ada walinya, karena keluarga kandung berada di Indonesia. Jazakallah khairan jaza' |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Jadi ijab kabul dalam syariah nikah sebenarnay itu tidak dilakukan antara calon suami dan calon istri, tetapi dilakukan oleh wali dan suami. Dan keduanya sama-sama laki-laki. Asalkan akad antara dua orang laki-laki itu disaksikan oleh minimal 2 orang saksi yang memenuhi syarat, maka akad itu sah hukumnya. Dan syarat dari saksi sebatas laki-laki muslim, aqil, baligh, merdeka dan adil. Itu saja sebenarnya. Jadi sebuah akad nikah itu minimal dihadiri oleh 4 orang laki-laki, yaitu wali, suami dan dua orang saksi. Selebihnya tentu boleh hadir atau boleh juga tidak hadir. Secara hukum kehadiran yang lain tidak terlalu ikut berpengaruh. Masyru'iyah Taukil Dalam syariat Islam, kita mengenal istilah taukil, yang secara harfiyah berarti perwakilan. Seorang yang punya hak dan wewenang tertentu, boleh saja meminta orang lain untuk mewakilkan dirinya. Misal yang sederhana dalam hal persidangan hukum atau akad-akad bisnis. Kita biasa menyaksikan seorang lawyer diminta untuk menjadi wakil penuh bagi seseorang dalam perkara hukum. Misal sederhana yang lain adalah seorang duta besar menjadi wakil atas kepala negara asalnya di negera tempatnya bertugas. Maka dalam syariah yang terkait dengan akad-akad, taukil ini punya kedudukan hukum yang sah. Misalnya seorang pedagang mewakilkan wewenangnya kepada pegawainya untuk menjualkan barang dagangannya. Akad itu sah hukumnya, meski tidak dilakukan langsung oleh pedagangnya. Taukil Dalam Akad Nikah Kemudian, keberadaan masing-masing pihak itu masih boleh diwakili oleh orang lain. Asalkan atas izin dan persetujuan dari yang memberi mandat. 1. Wakil Wali Seorang ayah kandung boleh meminta orang lain menjadi wakil atas dirinya dalam menikahkan puterinya. Hal ini lazim terjadi di tengah kita. Bahkan kadang yang terlalu berlebihan. Walaupun sang Ayah kandung itu hadir dalam akad nikah, tetapi masih juga meminta orang lain yang biasanya lebih dituakan untuk menjadi wakil atas dirinya. Misalnya Ayah kandung itu minta ulama setempat, atau tokoh masyarakat tertentu untuk bertindak menjadi wakil atas dirinya. Maka sah hukumnya bila sebagai walinya ditunjuk orang lain oleh Ayah kandung secara langsung, setidaknya atas izin dan kewenangan yang diberikan. 2. Wakil Suami Selain Ayah kandung yang boleh diwakilkan, dalam syariat Islam sebenarnya bisa saja perwakilan itu dilakukan oleh pihak menantu atau calon suami. Seorang calon suami boleh meminta orang lain untuk bertindak sebagai wakil atas namanya dirinya, dalam perkara ijab kabul. Asalkan permintaan itu dilakukan secara benar dan sesuai dengan prosedur. Maka tindakan si wakil dalam hal ini sah menurut hukum syariah. 3. Wakil Wali vs Wakil Suami Dan bisa saja masing-masing pihak meminta orang lain menjadi wakil. Ayah kandung meminta orang lain menjadi wakil dirinya. Dan pihak calon suami juga meminta orang lain lagi untuk menjadi wakil ata dirinya. Lalu masing-masing wakil itu melakukan akad nikah atas nama dan atas seizin dari masing-masing pihak yang diwakilinya. Dan hal itu hukumnya sah dan dibenarkan dalam syariah Islam. Dan hal ini sangat lazim kalau kita lihat dari sudut pandang hukum. Bukankah dalam sebuah persidangan, baik terdakwa maupun penuntut sangat lazim menggunakan jasa lawyer (pengacara) profesional? Para pengacara ini kemudian bukan saja memberikan masukan dan advisnya, bahkan ikut berbicara di depan sidang pengadilan. Mereka berfungsi sebagai kuasa hukum. Maka hal yang sama juga berlaku dalam masalah akad nikah. Masing-masing pihak, baik calon suami atau pun wali, sama-sama berhak mengangkat orang lain untuk bertindak atas nama dirinya dalam sebuah akad nikah. Dan akad itu bisa sah secara hukum. Kecuali para saksi, justru mereka tidak boleh diwakilkan, karena fungsi saksi justru sangat penting peranannya sehingga tidak bisa diwakilkan. Tapi yang memudahkan, para saksi ini boleh siapa saja, tidak harus yang masih punya hubungan famili dengan masing-masing pihak. Maka dengan demikian, asalkan masing-masing pihak sudah terwakili secara sah, maka akad nikah itu bisa dilakukan secara sah, baik dalam hukum agama maupun dalam hukum negara. Baik akad itu dilakukan di Indonesia maupun di Saudi Arabia. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc. |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |