Jilid : 3 Juz : 2 | Al-Baqarah : 152
Al-Baqarah 2 : 152
Mushaf Madinah | hal. 23 | Mushaf Kemenag RI

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Kemenag RI 2019 : Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.
Prof. Quraish Shihab : Karena itu, ingatlah kepada-Ku, (pasti) Aku ingat (pula) kepada kamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
Prof. HAMKA : Maka, ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula kepadamu; dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu menjadi kufur.

Ayat ini dibuka dengan huruf fa (فَ), yang terjemahannya : maka. Secara nalar kalimat ini pastinya tidak berdiri sendiri, melainkan ada kalimat lain sebelumnya, lalu disambung dengan kata : “maka”. Lantas kalimat sebelumnya itu apa?

Secara kasat mata kita bisa ketahui bahwa kalimat sebelumnya adalah awal ayat sebelumnya. Maka kalau kita ringkas dan satukan menjadi sebagai berikut :

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا فَاذْكُرُونيِ

Karena sudah kami utus di tengah kalian seorang rasul, maka ingatlah Aku.

Fi’il amr udzkuruni (اذْكُرُونِي) berasal dari kata dasar (ذَكَرَ - يَذْكُرُ) yang makna aslinya mengingat, namun makna turunannya bisa juga menjadi : “menyebut nama” dan juga bisa : “melafazhkan dengan lisan”.

Contoh dzikir yang bermakna penyebutan nama adalah Allah SWT memerintahkan penyebutan nama-Nya ketika menyembelih hewan :

فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ

Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. (QS. Al-Anam : 118)

Makna Zikir Dalam Al-Quran

Kata dzikir (ذِكْر) dalam Al-Quran ternyata punya banyak sekali makna, bukan hanya sekedar dzikir dengan lisan saja, antara lain :

1. Shalat Lima Waktu

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا ۖ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al-Baqarah : 239)

2. Shalat Jumat

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum´at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. (QS. Al-Jumuah : 9)

3. Shalat Ashar

فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّىٰ تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ

maka ia berkata: "Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan". (QS. Shad : 32)

4. Al-Quran

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr : 9)

5. Taurat

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (QS. An-Nahl : 43)

6. Kisah

وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا

Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu kisah tentangnya". (QS. Al-Kahfi : 83)

7. Kemuliaan

وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ ۖ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ

Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab. (QS. Az-Zukhruf : 44)

8. Lauhil Mahfuzh

وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ

Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (QS. Al-Anbiya : 105)

 

Penggalan ini terdiri dari perintah dan konsekuensinya yang secara bahasa sama-sama menggunakan lafazh yang sama yaitu dzikir. Kalau kita terjemahkan dzikir itu dengan mengingat, maka kalimatnya menjadi begini :

“Ingatlah Aku maka Aku akan mengingatmu”.

Yang menjadi pertanyaan disini adalah makna dari dzikir atau mengingat itu sendiri. Kalau kita sebagai manusia, kadang bisa ingat dan bisa lupa kepada Allah. Namun bagaimana dengan Allah sendiri, apakah kadang ingat dan kadang lupa?

Tentu saja Allah SWT tidak pernah lupa. Dia Maha Sempurna, mustahil Allah SWT terkena sifat lupa. Maka kalimat : “ingatlah Allah, maka Allah akan ingat kamu”, itu tentu saja merupakan bahasa majaz. Kalimatnya tidak bisa dibalik menjadi : “Bila kamu melupakan Allah maka Allah pun melupakan kamu”.

Kalau pun kita terima ada konsep Allah melupakan, tentu maksudnya bukan Allah bersifat pelupa. Sehingga istilah melupakan disini pastinya bukan lupa seperti halnya manusia.

Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Jami’ Al-Bayan mengutipkan pendapat Said bin Jubair mengatakan bahwa perintah berdzikir itu dilakukan dengan cara mentaati perintah-perintah Allah. Sedangkan ungkapan bahwa Allah SWT akan mengingatmu maksudnya Allah akan mengampuni dosa-dosamu.

اُذْكُرُوْنِي بِطَاعَتِي أَذْكُرُكُمْ بِمَغْفِرَتِي

Kalian ingat aku dengan cara mentaati-Ku, maka Aku akan mengingatmu dengan memberikan ampunan-Ku.[1]

Selain itu Ibnu Jarir juga mengutip pernyataan Abu Ja’far yang mengatakan :

فاذكروني أيها المؤمنون بطاعتكم إياي فيما آمركم به وفيما أنهاكم عنه أذكرْكم برحمتي إياكم ومغفرَتي لكم

Ingatlah Aku wahai orang-orang beriman dengan ketaatan kamu kepada Aku dalam apa-apa yang Aku perintahkan kepada kamu dan meninggalkan apa-apa yang Aku larang bagi kalian. Aku mengingat kamu dengan rahmat Aku kepada kamu dan dengan ampunanku.

Sedangkan Ar-Rabi’ mengatakan ungkapan yang sedikit berbeda :

إن الله ذاكرُ من ذكره، وزَائدُ من شكره، ومعذِّبُ من كفَره

Allah SWT mengingat siapa saja yang mengingat-Nya. Memberi tambahan bagi yang bersyukur kepada-Nya dan mengadzab yang mengingkari-Nya.

Al-Mawardi mengatakan ada dua takwilnya. Takwil yang pertama adalah ungkapan :[2]

اذْكُرُونِي بِالشُّكْرِ أذْكُرْكم بِالنِّعْمَةِ.

Ingatlah Aku dengan bersyukur, maka Aku akan ingat kamu dengan kenikmatan.

Sedangkan takwil yang kedua adalah ungkapan :

اذْكُرُونِي بِالقَبُولِ أذْكُرْكم بِالجَزاءِ.

Ingatlah Aku dengan menerima ketentuan-Ku, maka Aku ingat kamu dengan memberikan pahala.

 

[1] Ibnu Jarir Ath-Thabari (w 310 H), Jami Al-Bayan fi Ta’wil Al-Quran, (Beirut, Muassasatu Ar-Risalah, Cet. 1, 1420 H - 2000M),  jilid 2 hal. 965

[2] Al-Mawardi (w. 450 H), Al-Hawi Al-Kabir, (Beirut, Darul-kutub Al-Ilmiyah, Cet. 1, 1419 H -1999 M) jilid 1 hal. 208

Lafazh wasykuru (وَاشْكُرُوا) adalah fi’il amr yang memerintahkan Nabi SAW dan kaum muslimin untuk bersyukur. Dan kata lii (لِي) bermakna : “kepada Aku”. Dalam bahasa Arab seandainya langsung dalam huruf lam (ل) sudah tepat juga, seperti ungkapan asykuruka (أَشْكُرُكَ), maknanya sama dengan ungkapan asykuru laka (أَشْكُرُلَكَ). Makna syukur itu secara bahasa adalah kesucian, namun secara istilah maknanya adalah :

مَعْرِفَةُ الإحْسانِ والتَّحَدُّثُ بِهِ

Mengenal kebaikan dan membicarakannya.[1]

Lafazh syukur itu sendiri oleh para ulama didefinisikan sebagai :

مقابلة النعمة بكفائها بالقلب

Menerima kenikmatan dengan sepenuh hati.[2]

Lawan kata dari kufru (كفر) alias tidak bersyukur atas nikmat. Kita menyebutnya dengan kufur nikmat. Bersyukur sendiri merupakan bentuk ibadah yang mendatangkan pahala dari Allah SWT.

Lafazh wala takfurun (وَلَا تَكْفُرُونِ) adalah fi’il nahyi yang intinya melarang untuk melakukan sesuatu. Dan sesuatu yang dimakud dengan kekufuran. Namun kekufuran yang dimaksud dalam ayat ini bukan keluar dari agama Isla, murtad dan memeluk agama di luar Islam. Namun janganlah kamu kufur nikmat alias menutupi fakta adanya kenikmatan.

Makna asli kata kufur itu adalah menutupi, sehingga petani yang kerjanya menutupi benih di dalam tanah disebut juga dengan kuffar. Dan maksudnya petani itu bukan orang-orang kafir, melainkan orang yang bercocok tanam.

كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ

Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani. (QS. Al-Hadid : 20)

Terkadang para ulama menjelaskan ada istilah yang unik yaitu ungkapan : kufrun duna kufrin (كفر دون كفر). Maknanya adalah kekafiran yang bukan kekafiran. Hal itu sebagaimana diungkap oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari ketika menjelaskan ayat ke-44 surat Al-Maidah, tentang kekafiran mereka yang tidak berhukum dengan apa yang Allah SWT turunkan.[3]

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah : 44)

 

[1] Asy-Syaukani (w. 1250 H), Fathul Qadir, (Beirut, Darul Kalim ath-Thayyib, Cet. 1, 1414 H), jilid 1 hal. 182

[2] Qal’aji (w. 1435 H), Mu’jam Lughah Al-Fuqaha’ (Darun-Nafais li At-Thiba’ah, Wa An-Nasyr wa At-Tauzi’, Cet. 2, 1408 H – 1988 M), jilid 1  hal. 265

[3] Ibnu Jarir Ath-Thabari (w 310 H), Jami Al-Bayan fi Ta’wil Al-Quran, (Beirut, Muassasatu Ar-Risalah, Cet. 1, 1420 H - 2000M), jilid 10 hal. 355

Al-Baqarah : 152

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 30-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:51 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:50 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia