◀ | Jilid : 3 Juz : 2 | Al-Baqarah : 179 | ▶ |
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Kemenag RI 2019 : Dalam kisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal agar kamu bertakwa. Perintah untuk Menunaikan WasiatBagaimana menjelaskan ungkapan bahwa di dalam hukum qishash itu ada kehidupan? Bukankah qishash itu sendiri merupakan bentuk hukuman mati, dimana nyawa dibalas dengan nyawa?
Pertama
Al-Qurtubi menjelaskan bahwa yang dimaksud di dalam hukum qishash itu ada kehidupan adalah apabila hukum qishash tidak ditegakkan, maka boleh jadi dua suku akan saling berperang yang hanya akan terus menambah korban jiwa. Padahal awalnya hanya ada satu orang yang terbunuh, lalu orang-orang yang satu suku dengan si korban tidak terima.
Mereka pun melakukan balas dendam secara membabi buta, siapa saja anggota dari suku si pembunuh akan dibunuh juga. Lalu suku yang dibunuh itu pun tidak terima, sehingga kedua suku yang berbeda itu akan terlibat perang masal saling berbunuhan satu sama lain tanpa pandang bulu.
Padahal seandainya sejak awal ditegakkan hukum qishash, maka kalau pun ada balas dendam, cukup di pembunuhnya saja yang dihukum mati. Sedangkan semua anggota sukunya tidak boleh dijadikan sasaran ancaman pembunuhan. Dan itulah tujuan hukum qishash, agar jangan sampai kedua belah pihak terlibat peperangan secara terbuka dan masive.
Kedua
Dalam hukum qishash, kalau pun si pembunuh nyawa harus dibunuh juga, maka yang boleh melakukannya bukan pihak keluar korban, melainkan hakim atau sultan.
Sebab qishash ini adalah hukum dan bukan kesepakatan peperangan antar suku. Maka tidak boleh ada pembunuhan atas nama balas dendam meskipun ada nyawa melayang.
Penyelesaiannya hanya dibenarkan lewat meja hijau pengadilan syariah, yang dipimpin oleh hakim atau sultan. Maka disitulah makna bahwa di dalam hukum qishash itu ada kehidupan, yaitu karena yang boleh melakukan qishash hanya hakim saja.
Ketiga
Khusus hukum qishash yang disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad SAW ada keistimawaan, yaitu diberikannya keringanan berupa bolehnya pihak keluarga korban meminta uang tebusan ganti rugi sebagai pengganti dari balas dendam. Selain itu bisa juga pihak keluarga korban memberikan maaf secara mutlak tanpa meminta uang tebusan.
Maka dengan demikian, si pembunuhnya pun selamat dari hukuman mati. Dan disitu lagi-lagi nampak bahwa paket hukum qishash Islam itu justru memberikan kehidupan, tidak harus selalu berujung kepada kematian.
Keempat
Dengan adanya ancaman hukum qishash yang ditegakkan dan banyak contoh eksekusi mati para pelaku pembunuhan, maka diharapkan masyarakat lebih berhati-hari dalam urusan yang terkait nyawa.
Memang menarik sekali kenapa tiba-tiba saja Allah SWT menyapa pihak yang diajak bicara dengan ungkapan : wahai ulul albab.
Makna ulul albab secara umum adalah mereka yang pandai, cerdas, punya imu yang tinggi. Prof Quraish Shihab mengungkap dalam terjemah terkait ulul-albab adalah : “orang-orang yang berakal bersih, murni, dan cerah”.
Lafazh (لعل) cukup banyak kita temukan di dalam Al-Quran dan sering diterjemahkan menjadi ‘agar supaya’. Namun ada ahli tafsir yang memaknai bahwa di balik lafazh (لعل) sebenarnya terkandung pesan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada yang sedang diajak bicara agar membuat harapan. Sehingga yang berharap pada dasarnya bukan Allah SWT, melainkan manusia. Jadi lengkapnya perintah itu adalah : harapkan agar dirimu bisa menjadi orang yang bertaqwa.
Lafazh tattaqun (تَتَّقُونَ) adalah bentuk fi’il mudhari dari taqwa, sehingga sudah tepat kalau diartikan sebagai : ‘bertaqwa’ dan bukan : ‘orang yang bertaqwa’. Ketika disebutkan ‘bertaqwa’, maka yang dimaksud adalah taqwa dalam arti sebuah aktifitas, sedangkan kalau disebut ‘muttaqin’ maka maksudnya adalah taqwa dari arti identitas.
Umumnya para ulama menyebutkan bahwa taqwa itu sebuah derajat yang tinggi yang diawali dengan derajat iman. Hal itu berdasarkan ayat yang memanggil orang beriman untuk melakukan ini dan itu, lalu di akhir disebutkan semoga menjadi orang yang bertaqwa. Atau juga karena taqwa disebutkan setelah iman seperti yang disebutkan dalam ayat berikut :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (QS. Al-Araf : 96)
◀ | Al-Baqarah : 179 | ▶ |
TAFSIR KLASIK |
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari |
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi |
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi |
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi |
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi |
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari |
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah |
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi |
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi |
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan |
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir |
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H) |
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi |
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud |
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani |
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi |
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur |
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili |
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA |