Jilid : 4 Juz : 2 | Al-Baqarah : 212
Al-Baqarah 2 : 212
Mushaf Madinah | hal. 33 | Mushaf Kemenag RI

زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا ۘ وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Kemenag RI 2019 : Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kufur dan mereka (terus) menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.
Prof. Quraish Shihab : Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka (terus-menerus) merendahkan orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa (itu) di atas mereka (lebih mulia dari mereka) pada Hari Kiamat. Dan Allah memberi rezeki (secara terus-menerus) kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.
Prof. HAMKA : Dihiaskan bagi orang-orang yang kafir kehidupan dunia dan mereka hinakan orang-orang yang beriman. Padahal, orang-orang yang bertakwa itu akan lebih atas dari mereka di hari kiamat Dan, Allah mengaruniakan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan tidak dihitung.

Ayat ke-212 ini oleh kebanyakan ulama tidak lagi ditujukan kepada Bani Israil sebagaimana pada ayat ke-211 sebelumnya, tetapi pindah ditujukan kepada kalangan musryikin Arab, khususnya para pemuka di Mekkah.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun terkait Abu Jahal dan para tokoh musyrikin lainnya, dimana mereka suka menghina kalangan shahabat yang di masa awal itu kebanyakannya dari kalangan miskin dan lemah, seperti Abdullah bin Mas’ud, Ammar bin Yasir, Khabbab Ibnul Art, Salim Maula Abi Hudzaifah, ‘Amir bin Fuhairah, Abu ‘Ubaidah Ibnul Jarrah.

Dosa mereka adalah membanggakan kekayaan duniawi di depan para shahabat generasi awal yang umumnya mereka terdiri dari orang-orang miskin dan lemah. Sehingga mereka mengalami penindasan secara fisik sekaligus juga intimidasi secara psikis, yaitu dengan cara direndahkan harga diri mereka.

Maka Allah SWT menjanjikan kepada para shahabat akan dimasukkan ke dalam surga dan kaum musyrikinnya akan dimasukkan ke neraka, sehingga keadaannya menjadi terbalik. Selain itu di dunia inipun Allah SWT memberikan harapan mereka mendapatkan rezeki dan kekayaan yang tidak terhingga banyaknya.

Lafazh zuyyina (زُيِّنَ) asal katanya dari zinah (زِيْنَة) yang artinya perhiasan. Disini berupa fi’il madhi mabni majhul atau kata kerja pasif yang tidak disebutkan pelakunya.

Maka ungkapan zuyyina lilladzina kafaru (زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُو) menurut Buya HAMKA adalah “Dihiaskan bagi orang-orang yang kafir”, namun Kemenag RI dan Prof. Quraish Shihab menerjemahkannya menjadi : “dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir”.

Sedangkan makna ungkapan alladzina kafaru (الَّذِي}نَ كَفَرُوا) adalah orang-orang kafir, namun yang dimaksud adalah orang-orang Arab dari kalangan musyrikin Mekkah, dimana mereka dikenal sebagai kaum yang tidak menerima keyakinan adanya kehidupan kedua di akhirat. Bagi mereka, kehidupan itu hanya satu saja, yaitu kehidupan di dunia ini.

Pantas saja bagi mereka dunia itu jadi indah, karena tidak ada pembandingnya selain hanya di dunia ini saja.

Lafazh yaskharun (يَسْخَرُونَ) berbentuk fi’il mudhari, maknanya menyombongkan diri, merendahkan, memandang hina dan lainnya. Di dalam Al-Quran kita temukan beberapa kata yang sama, misalnya ayat berikut ini :

أَتَّخَذْنَاهُمْ سِخْرِيًّا أَمْ زَاغَتْ عَنْهُمُ الْأَبْصَارُ

Apakah kami dahulu menjadikan mereka olok-olokan, ataukah karena mata kami tidak melihat mereka?" (QS. Shad : 63)

Dan bentuk ejekan itu terkadang dengan cara mentertawakan, sebagaimana isi ayat berikut :

فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ سِخْرِيًّا حَتَّىٰ أَنْسَوْكُمْ ذِكْرِي وَكُنْتُمْ مِنْهُمْ تَضْحَكُونَ

Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu mentertawakan mereka, (QS. Al-Mukminun : 110)

Mengejek kaum muslimin ini dilakukan oleh kaum musyrikin Mekkah ketika Nabi SAW masih belum punya banyak pendukung di masa-masa awal dakwah.

Saat itu orang-orang besar belum banyak yang masuk Islam, kecuali hanya satu dua orang saja, seperti Hamzah dan Umar. Selebihkan kebanyakan para shahabat terdiri dari orang-orang yang miskin, tidak punya harta, juga bukan termasuk orang-orang terpandang.  

Sebenarnya mengejek dan menghina ini hanya salah satu bentuk intimidasi yang dilancarkan orang-orang kafir. Di luar itu mereka juga aktif melancarkan intimidasi secara fisik, sehingga beberapa orang menjadi korban. Sumayya dan suami Yasir termasuk orang yang wafat secara syahid karena disiksa sampai mati.

Dengan posisi yang teramat lemah itu, tidak pernah ada perintah untuk melawan apalagi angkat senjata. Yang ada hanya himbauan untuk bersabar, sambil memberikan mereka hiburan dengan dijanjikan berbagai kebaikan di masa berikutnya.

Yang pertama, mereka dijanjikan akan masuk surga, dimana nanti di surga mereka akan ditempatkan pada posisi di atas, sementara orang kafir yang menghina mereka akan ditempatkan pada posisi yang rendah. Dengan demikian, mereka bisa membalaskan sakit hati yang selama ini mereka pendam. Namun pembalasan ini baru akan terjadi nanti di akhirat.

Yang kedua, mereka juga dijanjikan di dunia ini akan diberikan rejeki dengan tanpa ada batasnya. Dan itu nanti akan terjadi setelah mereka hijrah ke Madinah.

Lafazh walladzinat-taqau (وَالَّذِينَ اتَّقَوْا) artinya : dan orang-orang yang bertaqwa. Maksudnya dalam konteks ayat ini adalah para shahabat nabi yang selama ini dihina dan direndahkan oleh pihak kaum musyrikin Mekkah. Lafazh fauqahum (فَوْقَهُمْ) secara harfiyah bermakna : berada di atas mereka, sedangkan yaumul qiyamah (يَوْمَ الْقِيَامَةِ) artinya hari kiamat.

Dan terjemahan utuhnya adalah sebagai berikut : “Padahal, orang-orang yang bertakwa itu akan lebih atas dari mereka di hari kiamat”

Penggalan ini tentu saja membutuhkan penjelasan. Dikatakan bahwa orang-orang bertaqwa berada di atas,  maksudnya mereka di dalam surga. Karena posisi surga memang selalu disebut-sebut berada di atas.

وَلَلْآخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَاتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا

Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. (QS. Al-Isra : 21)

وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُولَٰئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَىٰ

Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia), (QS. Thaha : 75)

Sedangkan orang-orang kafir di dalam neraka, posisinya memang ada di bawah sebagaimana tertuang dalam beberapa ayat.

ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ

Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), (QS. At-Tin : 5)

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. (QS. An-Nisa : 145)

Penggalan yang jadi penutup ayat ini bermakna :  “Dan Allah memberi rezeki secara terus-menerus kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas atau dengan tidak dihitung”.

Meski ayat ini tidak secara spesifik menyebutkan siapa yang diberikan rizki, namun kalau dikaitkan dengan konteks ketika turunnya ayat ini, tentu yang dimaksud adalah para shahabat yang awalnya dihina dan direndahkan.

Dan itu terbukti setelah hijrah ke Madinah, setelah beberapa waktu hidup dengan serba kesederhanaan, Allah SWT kemudian bukakan pintu-pintu rejeki buat mereka, bahkan tanpa hisab.

Pintu rejeki yang dimaksud adalah dihalalkannya harta rampasan perang atau ghanimah. Padahal sepanjang perjalanan syariat yang turun kepada para nabi dan rasul, harta rampasan perang itu hukumnya najis dan haram dimakan.

Para nabi terdahulu kalau menang berperang di atas para musuhnya, semua harta benda milik musuhnya itu najis dan haram dimakan. Semua harus dikumpulkan jadi satu untuk dibakar, sebagai bentuk persembahan kepada Allah SWT dan menjadi pertanda apakah perang yang mereka lakukan itu sudah mendapatkan ridha Allah SWT atau belum. Namun di masa kenabian Muhammad, Allah SWT mengubah ketentuan syariatnya dengan dihalalkannya harta hasil rampasan perang.

وَعَدَكُمُ اللَّهُ مَغَانِمَ كَثِيرَةً تَأْخُذُونَهَا فَعَجَّلَ لَكُمْ هَٰذِهِ وَكَفَّ أَيْدِيَ النَّاسِ عَنْكُمْ وَلِتَكُونَ آيَةً لِلْمُؤْمِنِينَ وَيَهْدِيَكُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا

Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan)mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus. (QS. Al-Fath : 20)

Hal penting ini juga telah disebutkan oleh Nabi SAW dan haditsnya dishahihkan oleh Al-Bukhari, menceritakan bagaimana di masa lalu para nabi dan rasul diwajibkan membakar semua harta rampasan perang. Kalau ada yang mengambilnya, maka perang itu tidak diterima oleh Allah SWT.

فَجَمَعَ الْغَنَائِمَ فَجَاءَتْ يَعْنِي النَّارَ لِتَأْكُلَهَا فَلَمْ تَطْعَمْهَا، فَقَالَ: إِنَّ فِيكُمْ غُلُولًا، فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ، فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ، فَقَالَ: فِيكُمُ الْغُلُولُ، فَلْيُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ، فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ بِيَدِهِ، فَقَالَ: فِيكُمُ الْغُلُولُ، فَجَاءُوا بِرَأْسٍ مِثْلِ رَأْسِ بَقَرَةٍ مِنَ الذَّهَبِ، فَوَضَعُوهَا، فَجَاءَتِ النَّارُ فَأَكَلَتْهَا،

Setelah berperang, mereka mengumpulkan barang rampasan perang. Kemudian api datang untuk mengkonsumsinya, tetapi api tersebut tidak mengkonsumsinya. Nabi tersebut berkata, "Ternyata di antara kalian ada barang rampasan yang diambil secara tidak sah (ghulul). Oleh karena itu, setiap suku harus memberikan sumpah setia kepada saya, dan satu orang dari setiap suku harus menempelkan tangannya dengan tanganku." Kemudian, orang-orang dari suku-suku yang berbeda menempelkan tangan mereka dengan tangan nabi tersebut. Nabi tersebut mengatakan, "Barang rampasan ini adalah hasil ghulul dari suku-suku ini. Maka, suku kalian sendiri harus memberikan sumpah setia kepada saya." Akhirnya, mereka membawa sebuah kepala emas yang sebesar kepala sapi. Mereka meletakkannya dan kemudian api datang dan memakannya.

Sedangkan untuk risalah umat terakhir, ternyata Allah SWT mengubah kebijakannya dengan cara menghalalkan harta rampasan perang.

ثُمَّ أَحَلَّ اللهُ لَنَا الْغَنَائِمَ رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا فَأَحَلَّهَا لَنَا

Allah kemudian menghalalkan barang rampasan perang tersebut bagi kita a karena Allah melihat kelemahan dan kelemahan kita dan Allah menghalalkannya bagi kita.(HR. Bukhari)

Al-Baqarah : 212

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 30-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:51 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:50 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia