Jilid : 4 Juz : 2 | Al-Baqarah : 224
Al-Baqarah 2 : 224
Mushaf Madinah | hal. 35 | Mushaf Kemenag RI

وَلَا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لِأَيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Kemenag RI 2019 : Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang dari berbuat baik, bertakwa, dan menciptakan kedamaian di antara manusia. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Prof. Quraish Shihab : Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpali kamu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa, dan mengadakan isbl.iii (perbaikan) di antara manusia. Allah Maha Mendengar (sumpah kamu), lagi Maha Mengetahui (isi hari kamu).
Prof. HAMKA : Dan janganlah kamu jadikan Allah sebagai penghalang bagi sumpah kamu (yang menghalangi kamu) berbuat kebajikan dan bertakwa dan mendamaikan di antara manusia. Dan, Allah adalah Maha Mendengar dan Mengetahui

Ayat ke-224 ini tidak terkait dengan ayat sebelumnya yang bicara tentang teknis melakukan hubungan suami istri. Ayat ini membicarakan topik lain yang berbeda, yaitu melarang kita menjadikan sumpah atas nama Allah SWT sebagai tameng atau menjadi alasan untuk tidak mau berbuat baik dan tidak mau bertakwa serta melakukan perbaikan hubungan dengan sesama manusia.

Lafazh ‘urdhatan (عُرْضَةً) diartikan sebagai penghalang.  Sedangkan makna aymani-kum (أَيْمَانِكُمْ) adalah : sumpah-sumpah kamu. Bentuk tunggalnya adalah yamin (يَمِيْن). Uniknya selain bermakna sumpah, yamin juga bermakna kanan atau sebelah kanan. Di dalam Al-Quran ada beberapa ayat yang memuat kata yamin dalam arti bagian kanan, seperti :

وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ

Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri. (QS. Al-Kahfi : 18)

وَمَا تِلْكَ بِيَمِينِكَ يَا مُوسَىٰ

Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? (QS. Thaha : 17)

Namun yamin atau ayman dalam ayat ini bermakna sumpah. Karena sudah merasa bersumpah atas sesuatu, padahal sesuatu itu buruk dan keliru, maka jangan dipertahankan sumpah itu. Sehingga ayat ini membolehkan kita melanggar sumpah sendiri, selama yang isi sumpah itu sendiri justru merupakan sebuah kemungkaran.

Dalam hal ini menurut para ulama, karena sudah terlanjur bersumpah, maka tetap harus membayar denda kaffarat, walaupun isi sumpahnya merupakan keburukan.

Namun menurut sebagian ulama yang lain, selama isi sumpahnya merupakan keburukan, maka haram hukumnya sumpah itu dijalan. Yang wajib adalah sumpah itu dilanggar saja, lalu untuk itu tidak perlu harus mengeluarkan denda apapun. Sudah dilanggar pun sudah baik dan sudah menjad keharusan.

Lafazh tabarru (تَبَرُّوا) dari kata birrun yang artinya berbuat kebaikan, seperti istilah birrul-walidain yang maknanya berbuat baik kepada orang tua.

Lafazh tattaqu (وَتَتَّقُوا) artinya bertaqwa atau menjalani ketaqwaan. Sedangkan makna tushlihu bainan-nas (وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ) artinya memperbaiki hubungan dengan sesama manusia.

Dan maksudnya janganlah sumpah yang pernah kamu ucapkan itu dijadikan alasan untuk tidak mau berbuat baik dan tidak mau bertakwa serta melakukan perbaikan hubungan dengan sesama manusia.

Kalau pun seseorang sudah terlanjur bersumpah untuk tidak melakukan hal-hal kebaikan di atas, apa yang bisa dilakukan?

Jawabannya adalah gugurkan sumpah dengan cara membayarkan denda atau disebut juga dengan kaffarah. Hal itu sebagaimana perintah dari Nabi SAW :

فَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِينِهِ

Maka bayarkanlah denda atas pelanggaran sumpahnya.

Disebutkan bahwa Allah SWT itu Maha Mendengar sekaligus juga Maha Mengetahui. Ini adalah perpaduan yang saling melengkapi. Sedangkan manusia terkadang hanya bisa mendengar saja, tetapi tidak mengetahui atau tidak memahami apa yang didengarnya.

Hal yang sama juga terjadi pada diri jin atau setan, yaitu disebutkan bahwa mereka suka mencuri dengar berita-berita dari langit. Namun berita yang mereka dengar itu tidak utuh, alias sepotong-sepotong. Intinya, meski bisa mencuri dengar, namun tetap saja mereka tidak mengetahuinya secara mendalam.

إِلَّا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ

kecuali syaitan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang. (QS. Al-Hijr : 18)

إِلَّا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ

akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (QS. Ash-Shaffat : 10)

Al-Baqarah : 224

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 30-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:51 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:50 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia