Jilid : 4 Juz : 2 | Al-Baqarah : 225
Al-Baqarah 2 : 225
Mushaf Madinah | hal. 36 | Mushaf Kemenag RI

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

Kemenag RI 2019 : Allah tidak menghukummu karena sumpahmu yang tidak kamu sengaja, tetapi Dia menghukummu karena sumpah yang diniatkan oleh hatimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Prof. Quraish Shihab : Allah tidak menuntut pertanggungjawaban kamu disebabkan sumpan-sumpali kamu yang tidak dimaksudkan (untuk bersumpah), tetapi Dia menuntut pertanggungjawaban kamu disebabkan (stimp.in-sunipali kamu) yang dilakukan hati kamu. Allah Maha Pengampun, lagi Malta Penyantun.
Prof. HAMKA : Tidaklah diperhitungkan oleh Allah apa yang sia-sia pada sumpah kamu. Akan tetapi, akan diperhitungkan kamu oleh apa yang diusahakan dia oleh hati kamu. Sedang Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang.

Ayat ke-225 ini punya kembaran yang amat mirip, setidaknya di bagian ujung awalnya, yaitu surat Al-Maidah ayat 89. Bedanya terletak pada penggalan berikutnya.  Kalau di ayat ini terusannya adalah : (يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ), sedangkan yang di surat Al-Maidah terusannya adalah :

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ

Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. (QS. Al-Maidah : 89)

Namun keduanya sama-sama bicara tentang dua jenis sumpah, yang satu sifatnya bukan sumpah dan yang satu lagi memang benar-benar sumpah yang ada konsekuensi bayar denda bila dilanggar.

Lafazh la yu’akhidzu-kum (لَا يُؤَاخِذُكُمُ) asalnya dari (أخَذَ – يَأْخُذُ - أخْذًا) yang makna asalnya adalah mengambil. Namun harus diakui bahwa lafazh ini bisa muncul di mana saja dengan makna yang berbeda-beda. Terkadang bermakna hakiki yaitu mengambil, seperti yang terdapat pada ayat berikut ini :

فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا ۚ أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? (QS. An-Nisa : 20)

Kadang bisa juga bermakna ‘menyepakati perjanjian’ seperti ayat berikut :

لَقَدْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ

Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, (QS. Al-Maidah : 70)

Kadang juga bisa bermakna menimpa bencana, seperti ayat berikut :

فَأَخَذَتْهُمُ الرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا فِي دَارِهِمْ جَاثِمِينَ

Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka. (QS. Al-Araf : 78)

Sedangkan maknanya di ayat ini nampak berbeda terjemahannya dalam tiga versi terjemahan. Kemenag RI menerjemahkannya menjadi : “Allah tidak menghukummu”, sedangkan Prof. Quraish Shihab menerjemahkannya menjadi : “Allah tidak menuntut pertanggungjawaban kamu”. Dan Buya HAMKA versinya berbeda lagi yaitu : “Tidaklah diperhitungkan oleh Allah”.

Lafazh al-laghwi (بِاللَّغْوِ) artinya secara harfiyah adalah sesuatu yang sia-sia atau tidak bermanfaat, sebagaimana maknanya dalam ayat 55 surat Al-Qashash :

وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya. (QS. Al-Qashash : 55)

Ada pun makna ayman (أَيْمَانِكُمْ) sebagaimana sudah dibahas pada ayat sebelumnya, artinya adalah sumpah-sumpah.

Dalam banyak kitab tafsir klasik kita temukan banyak  penjelasan. Kalau kita simpulkan setidaknya ada beberapa makna, antara lain :

1. Hanya Istilah Tanpa Niat Sumpah

lbnu Abbas, Aisyah, dan lainnya : laghwi adalah kata terbiasa yang diucapkan orang sekadar menguatkan kata saja, misalnya "tidak, demi Allah!", atau "memang begitu halnya, Demi Allah". Ini diucapkan di dalam percakapan sehari-hari, dengan tidak maksud hati sebagai bersumpah.

2. Dalam Keadaan Marah

Menurut riwayat yang lain dari lbnu Abbas, sumpah laghwi ialah sumpah seseorang ketika dia sangat marah. Pendapatnya itu dianut juga oleh Thawus dan Makhul.

3. Beda Ucapan dengan Kenyataan

Menurut Abu Hurairah : sumpah laghwi itu ialah bersumpah untuk memastikan bahwa yang akan kejadian ialah begini, namun kemudian kenyataannya berbeda.

4. Keinginan Berbuat Maksiat

Menurut satu riwayat dari Imam Malik, sumpah laghwi ialah sumpah atas keinginan akan berbuat maksiat. Pendapat ini pun diterima dari Said bin Musayyab, Abu Bakar bin Abdurrahman, dan Abdullah bin Zubair dari saudaranya Urwah.

Seumpama kalau orang bersumpah bahwa dia akan meminum khamar atau bersumpah hendak memutuskan silaturahim.

5. Mengutuk Diri

Menurut Zaid bin Aslam, sumpah laghwi ialah sumpah seseorang atas dirinya sendiri, seumpama dia berkata, "Biarlah Allah membutakan mataku," atau, "Biarlah Allah mengambil hartaku;· atau seorang berkata, "Biarlah aku jadi Yahudi atau biar aku jadi musyrik;' namun aku tidak akan mengerjakan demikian atau tidak pernah berbuat begitu.

6. Terjemah Al-Quran

Kementerian Agama RI dan Prof. Quraish Shihab tidak menerjemahkan kata per kata, tetapi menjadikannya sebagai satu idiom, yaitu sumpah yang tidak disengaja atau sumpah kamu yang tidak dimaksudkan untuk bersumpah.

Istilah Sumpah Dalam Bahasa Kita

Namun kalau kita perhatikan dalam budaya pembicaraan kita bangsa Indonesia, nampaknya apa yang diceritakan Al-Quran tentang orang yang bersumpah tapi tidak berniat bersumpah rasanya jarang-jarang terjadi. Entah apa sebabnya, tetapi dalam keseharian kita jarang sekali menggunakan kata ‘sumpah’. Bahkan kalau pun bersumpah, nyaris tidak pernah bawa-bawa nama Allah SWT.

Kita mengenal istilah Sumpah Pemuda, Sumpah Palapa, dan banyak sumpah lainnya. Semua itu tidak termasuk sumpah yang dimaksud pada ayat ini, karena sumpah yang dimaksud hanyalah apabila kita membawa nama Allah SWT. Sumpah itu harus diawali dengan menyebut : “Demi Allah”. Padahal teks Sumpah Pemuda itu tidak ada penyebutan nama Allah, apalagi Sumpah Palapa.

Kalau dalam istilah bahasa Arab, Sumpah Pemuda atau Sumpah Palapa itu bukan sumpah, tetapi hanya tekat saja, alias ikrar.

Apalagi orang kita juga suka menggunakan kata ‘disumpahi’. Misalnya ada orang merasa kesal karena barangnya hilang disikat maling, lalu dia bilang : “Aku sumpahi malingnya biar linglung tidak bisa pulang”. Istilah sumpah itu jelas bukan sumpah yang dimaksud dalam ayat ini. Mungkin maksudnya dia doakan keburukan kepada si maling. Tapi yang jelas itu bukan sumpah seperti yang dimaksud.

Lain halnya dengan gaya bahasa orang Arab. Mereka itu punya gaya bahasa yang unik bila kita ukur dengan gaya bertutur budaya negeri kita. Secara subjektif yang kita rasakan kalau mereka berbicara sedikit agak berlebihan. Karena itu wajar kalau sedikit-sedikit bilang sumpah. Itu memang kebiasaan saja dan spontanitas sifatnya, padahal dalam hati tidak ingin bersumpah.

Lafazh kasabat (كَسَبَتْ) adalah fi’il madhi, yang makna aslinya adalah usaha atau kerja. Sedangkan makna qulubuhum (قُلُوبُكُمْ) adalah hati-hati mereka. Bisa dimaknai bahwa sumpah yang diniatkan dalam hati itulah yang dipegang oleh Allah SWT.

Dalam Al-Quran penggunaan kata kasab (كَسَبَتْ) banyak kita temukan dalam berbagai makna, di antaranya :

تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۖ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ

Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. (QS. Al-Baqarah : 134)

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS. Al-Baqarah : 286)

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ

Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. (QS. Al-Lahab : 2)

Penggalan ayat ini menegaskan sekali lagi bahwa Allah SWT hanya memperhitungkan sumpah yang memang disengaja atau dimaksudkan dalam hati. Walaupun sebenarnya sudah jelas disebutkan pada penggalan sebelumnya.

Namun nampaknya penegasan ini dianggap perlu oleh Allah SWT, sehingga ada semacam pengulangan, meskipun dengan jalan mafhum mukhalafah atau logika kebalikannya.

Pada statemen pertama disebutkan bahwa Allah tidak menjadikan sumpah yang tidak disengaja itu sebagai sumpah. Pada statemen kedua ditegaskan lagi bahwa yang dipegang oleh Allah hanyalah sumpah yang disengaja oleh hati.

Penggalan terakhir yang menjadi penutup ayat ini adalah penyebutan dua sifat Allah SWT yaitu bahwa Allah SWT itu Maha Pengampun. Pesan yang kita dapat dari ekspose sifat Allah SWT Yang Maha Pengampun adalah merupakan isyarat mengandung perintah untuk meminta ampun kepada Allah. Khususnya berlaku pada orang yang terlanjur salah ucap kalimat mengandung sumpah yang tidak segaja diucapkannya.

Sedangkan penyebutan sifat Allah SWT Yang Maka Kasih sayang mengisyaratkan untuk tidak usah ragu dalam memohon ampunan, karena Dia Maha Penyayang kepada hamba-Nya.

Al-Baqarah : 225

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 30-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:51 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:50 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia