Kemenag RI 2019 : Bukan demikian! Siapa yang berbuat keburukan dan dosanya telah menenggelamkannya, mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. Prof. Quraish Shihab : (Bukan demikian!) (Tetapi) barang siapa berbuat dosa dan dia telah diliputi oleh dosanya, maka mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Prof. HAMKA : Tidak begitu! Barangsiapa yang berusaha jahat, sedang dosanya telah meliputinya, maka mereka itu adalah penghuni neraka, mereka akan kekal di dalamnya.
Lafazh balaa’ (بَلَىٰ) cukup unik kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sebab bisa bermakna iya dan bisa juga bermakna tidak. Sebagai contoh, apabila ada pertanyaan yang diawali : “Bukankah demikian” (ألَيسَ كَذَلِكَ) ? Kalau jawabannya memang seperti itu, maka kita gunakan kata balaa (بلى), karena pertanyaannya negatif atau berbentuk nafyi. Sedangkan kalau jawabannya tidak seperti itu, justru kita menggunakan na’am (نعم).
Dalam konteks ayat ini, balaa (بلى) tidak digunakan untuk menjawab pertanyaan yang negatif atau nafyi (نفي), sehingga kita menemukan tiga terjemahan sama-sama memaknainya dengan : “bukan demikian” atau “tidak begitu”. Maka timbul pertanyaan berikutnya, apanya yang bukan demikian, apa yang dimaksud dengan ‘tidak begitu’?
Kalau dikaitkan dengan tema yang dibahas di ayat sebelumnya yang ditolak adalah para pendeta Yahudi yang mengklaim diri mereka bebas dari api neraka, atau setidaknya tidak tersentuh api neraka kecuali hanya beberapa hari saja. Ada yang mengatakan hanya 7 hari dan ada juga yang mengatakan 40 hari lamanya.
Maka ayat ke-81 ini menolak klaim sepihak para pendeta Yahudi dengan ungkapan bahwa mereka akan kekal di dalam neraka dan abadi.
وَأَحَاطَتْ بِهِ خَطِيئَتُهُ
Lafazh ahathat bihi (أَحَاطَتْ بِهِ) maknanya meliputi atau kalau pakai versi terjemahan Kemenang maknya menjadi tenggelam. Sedangkan lafazh khathiatuhu (خَطِيْئَتُهُ) dibaca oleh ahli qiraat Madinah dengan memanjangkan hamzah menjadi khathiaatuhu (خَطِيْئَاتُهُ) sehingga maknanya jadi jamak alias kesalahan yang banyak.
Lalu kesalahan apakah yang dimaksud dengan khathiatuhu (خَطِيْئَتُهُ) dalam ayat ini? Ada beberapa pendapat dari kalangan mufassir, antara lain :
Orang yang melakukan perbuatan syirik dan mati dalam keadaan seperti itu tanpa sempat bertaubat. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Atha’, Adhdhahhak, Abu Al-Aliyah, Ar-Rabi’ dan lainnya.
Pendapat yang lain mengatakan orang yang melakukan dosa besar dalam jumlah yang banyak, lalu dia mati tanpa sempat bertaubat. Ini adalah pendapat Ikrimah dan Ar-Rabi’ bin Khaitsam.
Sedangkan Mujahid mengatakan bahwa itu adalah dosa yang meliputi hati seseorang, sehingga mengakibatkan setiap kali dia melakukan dosa, maka akan terus bertambah tertutup hatinya.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan bahwa dirinya ditanya tentang apa yang dimaksud dengan khathiatuhu (خَطِيْئَتُهُ) itu, maka dia menjawab :
اقرؤوا القُرْآن فَكل آيَة وعد الله عَلَيْها النّار فَهِيَ الخَطِيئَة
Bacalah Al-Quran, maka setiap ayat yang Allah SWT mengancam pelakunya dengan neraka, maka itulah khathiah.[1]
[1] As-Suyuthi, Ad-Dur Al-Mantsur fi At-Tafsir bil Ma’tsur, jilid 1. hal 209
Lafazh ulaaika (أُولَٰئِكَ) maknanya adalah mereka, maksudnya adalah orang kafir yang matinya masih dalam keadaan syirik. Atau lebih tepatnya dalam konteks ayat ini, yang dimaksud tidak lain adalah para tokoh atau pendeta Yahudi yang di ayat sebelumnya telah mengklaim bahwa diri mereka tidak akan masuk neraka, kecuali hanya sebentar saja.
Di ayat ini Allah SWT tegaskan mereka masuk neraka bahkan otomatis langsung menjadi penghuni tetap. Dan namanya penghuni tetap, mereka akan tinggal dalam kurun waktu yang tidak sebentar, bahkan Allah memastikan bahwa mereka abadi di dalam neraka itu.
Setelah mengetahui bahwa mereka kekal di dalam neraka, barulah nanti pada akhirnya akan menyesal. Namun dimana-mana penyesalan itu pasti datangnya belakangan.
Di dalam ayat lain Allah SWT menceritakan bagaimana para penghuni neraka itu kemudian menyesali apa-apa yang mereka lakukan sewaktu di dunia dulu. Dan dikisahkan bahwa banyak dari mereka yang memohon kepada Allah SWT agar bisa dikembalikan lagi ke dunia, untuk bisa menjadi orang beriman. Namun nasi sudah jadi bubur, tidak akan ada lagi pengulangan.
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman", (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). (QS. Al-Anam : 27)
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), (QS. Al-Mukminun : 99)
Tapi itu jelas tidak mungkin. Kalau sudah meninggalkan alam dunia menuju ke alam lain, ya sudah tamat dan end game. Tidak ada cerita balik lagi ke dunia. Maka ada juga yang menyesal kenapa waktu di alam dunia tidak jadi tanah atau debu saja.
يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا
Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah". (QS. An-Naba : 40)
Kalau kita tarik kesimpulan dari ayat ini, bahwa orang yang matinya dalam keadaan tidak beriman kepada agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW setelah datang masa kenabian Muhammad, maka mereka termasuk orang yang matinya akan tetap terus di neraka. Artinya tempat bagi non muslim yang tidak mau bersyahadat memang di neraka dan sifatnya abadi untuk selamanya.
Meskipun demikian, ada juga orang-orang yang muslim dan beriman kepada Allah SWT serta memeluk agama Islam yang masuk neraka, salah satunya apabila dalam hisabnya tidak cukup amal-amal kebaikannya dan malah lebih banyak amal-amal buruknya. Namun demikian, namanya muslim itu kalau pun masuk neraka, sifatnya hanya sementara saja, tidak abadi seterusnya sebagaimana orang-orang yang matinya dalam keadaan kekafiran.