Kemenag RI 2019 : Setelah sampai kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, sedangkan sebelumnya mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. Maka, laknat Allahlah terhadap orang-orang yang ingkar. Prof. Quraish Shihab : Dan setelah datang kepada mereka Kitab (al-Qur’an) dari sisi Allah yang membenarkan apa yang ada mereka (tentang kedatangan seorang nabi serta sifat-sifatnya), padahal sebelum itu mereka (biasa) memohon (demi nabi itu) kiranya mereka mendapat kemenangan atas orang-orang yang kafir. Maka, ketika datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui (menyangkut Kitab Suci al-Qur’an, Nabi Muhammad saw. dan sifat-sifat beliau), mereka (lalu) ingkar kepadanya. Maka, laknat Allah atas orang-orang kafir. Prof. HAMKA : Dan tatkala datang kepada mereka kitab dari sisi Allah, membenarkan bagi apa yang serta mereka, padahal pernahlah mereka dahulu memohonkan kemenangan atas orang-orang yang kafir. Maka tatkala telah datang kepada mereka apa yang telah mereka kenal itu, mereka pun tidak percaya kepadanya; maka kutuk Allah-lah atas orang-orang yang kafir.
Lafazh walamma (وَلَمَّا) bermakna : dan ketika, sementara itu lafazh jaa-a-hum (جَاءَهُمْ) bermakna : datang kepada mereka.
Sebenarnya secara teknis ayat-ayat Al-Quran itu turun dari langit kepada Nabi Muhamamd SAW dengan dibawa oleh malaikat Jibril alaihissalam, namun dalam hal ini Allah SWT menggunakan ungkapan : ‘datang’, seolah-olah Al-Quran itu datang kepada mereka.
Yang dimaksud dengan ‘mereka’ disini tidak lain adalah kelompok-kelompok Yahudi di Madinah yang hidup di masa kenabian Muhammad SAW. Mereka datang jauh-jauh dari bumi leluhur mereka di Palestina ke tanah Arab memang demi untuk menyambut kedatangan nabi terakhir sebagaimana yang telah mereka baca dalam kitab suci mereka.
Adapun lafazh kitab (كِتَابٌ) dalam ayat ini maksudnya adalah kitab suci Al-Quran yang Allah SWT turunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya orang-orang Yahudi sudah memiliki kitab suci sendiri yaitu Taurat yang turun kepada Nabi Musa alahissalam.
Namun turunnya Al-Quran memang berbeda dengan kitab-kitab suci yang pernah turun sebelumnya, yaitu diperuntukkan kepada semua umat manusia. Al-Quran tidak hanya dikhususkan buat orang-orang Arab saja, melainkan juga bagi seluruh umat manusia di seluruh belahan dunia, tidak terkecuali kalangan Yahudi sendiri.
Bagi kalangan Yahudi sendiri sebenarnya kedatangan Al-Quran dan juga Nabi Muhamamd SAW bukan hal yang asing. Mereka memang sudah diberitahu sejak masih di masa Nabi Musa bahwa akan datang seorang nabi di akhir zaman dengan membawa kitab suci. Sehingga tidak ada alasan bagi mereka.
مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ
Lafazh mushaddiq (مُصَدِّقٌ) bermakna membenarkan, sedangkan lafazh limaa ma’ahum (لِمَا مَعَهُمْ) bermakna : apa yang ada bersama mereka, maksudnya tidak lain adalah Taurat.
Al-Quran yang turun kepada Nabi Muhammad SAW tidak pernah menentang Taurat, tetapi justru sebaliknya malah membenarkan Taurat yang turun kepada Nabi Musa alaihissalam. Sebab keduanya datang dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT.
Kalau pun ada perbedaan antara isi Taurat dan Al-Quran, itu bagian dari penyempurnaan syariat yang sudah menjadi bagian dari karakteristik agama samawi. Bahkan dengan sesama ayat Al-Quran sendiri pun bisa saja terjadi hal-hal yang saling berbeda. Hal itu dimungkinkan karena salah satu penyebabnya adalah perbedaan masa pensyariatan.
Sebagai contoh, ketika di Mekkah Allah SWT menurunkan surat An-Nahl ayat 67 yang sudah berbicara tentang khamar, namun saat itu belum sampai taraf diharamkan.
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. (QS. An-Nahl : 67)
Kemudian ketika Nabi SAW hijrah ke Madinah, turunlah beberapa ayat lain yang secara urutan mulai sedikit demi sedikit mengharamkan khamar, sehingga puncaknya di surat Al-Maidah ayat 90-91.
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah : 90)
Lafazh kaanu min qablu (وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ) bermakna bahwa : “mereka dahulu sebelumnya”. Sedangkan lafazh yastaftihuna (يَسْتَفْتِحُونَ) bermakna : memohon kemenangan.
Maksudnya bahwa orang-orang yahudi sebelumnya berperang dengan orang-orang Arab karena perbedaan agama. Yahudi dengan agama samawi bawaan dari nabi-nabi mereka, melawan kalangan Arab yang termasuk memeluk agama keberhalaan.
Lafazh alladzina kafaru (الَّذِينَ كَفَرُوا) maknanya adalah orang-orang kafir. Yang disebut dengan ‘orang-orang kafir’ disini maksudnya adalah orang-orang Arab yang musyrik penyembah berhala dan tidak percaya dengan konsep kenabian serta kitab suci samawi.
Dalam sejarah disebutkan bahwa orang-orang Yahudi pernah berperang melawan kelompok Arab di Madinah, yaitu kelompok Aus dan Khazraj. Namun awalnya Yahudi dikalahkan oleh bangsa Arab penyembah berhala. Saat itu yahudi yang kalah mengancam dengan kalimat berikut :
Ya Allah, bangkitkan nabi ini yang kami dapati telah tertuang dalam kitab suci kami, sehingga bersama nabi itu kami bisa menghukum orang-orang musyrik dan mengalahkan mereka.
فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ
Lafazh falamma jaa-a-hum جَاءَهُمْ) فَلَمَّا) bermakna tatkala datang kepada mereka, sedangkan lafazh maa ‘arafu (مَا عَرَفُوا) ل maknanya : apa yang kemudian mereka ketahui, yaitu maksudnya adalah kenabian Muhammad dan kitab suci Al-Quran. Dikatakan bahwa mereka mengetahui karena informasi tentang kenabian Muhammad SAW dan Al-Quran sudah tertuang di dalam kitab suci mereka.
Bahkan Al-Quran menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi sudah mengenal sosok Nabi Muhammad SAW sebagaimana mereka mengenal anak mereka sendiri.
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 146)
Al-Qurtubi mengisahkan dari Ibnu Abbas bahwa dahulu di masa jahiliyah kelompok Yahudi kalah berperang melawan kelompok Arab yaitu Ghathafan. Maka orang-orang Yahudi berdoa kepada Allah :
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu segera diturunkan Nabi yang ummi yang telah Engkau janjikan kedatangannya di akhir zaman.
Kemudian doa mereka terkabul dan Allah SWT pun memenangkan Yahudi dalam melawan kelompok Arab Ghathafan. Namun setelah itu justru mereka sendiri yang malah berbalik mengingkari kenabian Muhammad SAW.
Timbul pertanyaan, kenapa Yahudi kemudian malah mengingkari kenabian Muhammad? Apa kira-kira hal yang melatar-belakangi peningkaran mereka?
Fakhruddin Ar-razi di dalam tafsir Mafatih Al-Ghaib menuliskan tiga hal yang menjadi kemungkinannya, yaitu :
§ Pertama, boleh jadi awalnya mereka mengira bahwa nabi yang dijanjikan akan datang itu dari kalangan mereka, yaitu dari keturunan Bani Israil. Ternyata malah dari kalangan bangsa Arab yang selama ini mereka perangi.
§ Kedua, boleh jadi mereka akhirnya mengingkari kenabian Muhammad SAW, karena mereka khawatir kehilangan hegemoni dan pengaruh Bani Israil di tengah umat manusia. Bahkan mereka khawatir kedatangan nabi dari kalangan bangsa Arab ini mengancam pundi-pundi keuangan mereka.
§ Ketiga, boleh jadi mereka mengira bahwa kenabian Muhammad SAW itu hanya berlaku bagi bangsa Arab saja, sedangkan bagi mereka cukup sekedar mengakui kenabiannya tanpa harus menjadi pengikutnya.
فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ
Ungkapan ini merupakan penegasan dari Allah SWT bahwa orang-orang Yahudi itu resmi menjadi orang kafir dan bukan lagi termasuk orang yang beriman. Walaupun mereka mengaku telah beriman kepada Allah, malaikat, nabi dan rasul, kitab suci serta hari akhir. Namun ketika mereka menolak untuk beriman kepada Nabi Muhammad SAW serta juga mengingkari Al-Quran, maka mereka pun resmi termasuk kelompok orang kafir.
Hal itu karena Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa pengingkatan mereka kepada kenabian Muhammad layak mendapatkan balasan berupa laknat dari Allah SWT.
Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, bahwa yang dimaksud dengan laknat adalah dijauhkannya seseorang dari rahmat di akhirat. Asal kata laknat itu adalah dijauhi (الإِبْعَاد) dan terbuang (الطَّرْد). Maka orang yang dilaknat Allah SWT itu dijauhkan dari rahmat-Nya, juga dijauhkan dari taufik dan nikmat-Nya, bahkan dijauhkan dari segala macam kebaikan.