Kemenag RI 2019 : Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya karena Allah telah menganugerahkan kepadanya (orang itu) kerajaan (kekuasaan), (yakni) ketika Ibrahim berkata, “Tuhankulah yang menghidupkan dan mematikan.” (Orang itu) berkata, “Aku (pun) dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Kalau begitu, sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur. Maka, terbitkanlah ia dari barat.” Akhirnya, bingunglah orang yang kufur itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. Prof. Quraish Shihab : Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhan Pemeliharanya (Allah swt.) karena Allah telah menganugerahkan kepadanya (orang itu) kekuasaan. Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhan Pemeliharaku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.” (Orang itu) berkata: “Aku (juga) dapat menghidupkan (membiarkan hidup) dan mematikan (membunuh).” Ibrahim berkata: “Maka, (kalau demikian) sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat!” lalu heran terdiamlah orang yang kafir (itu); Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. Prof. HAMKA : Atau tidakkah engkau pikirkan dari hal orang yang membantah Ibrahim tentang Tuhannya? Lantaran Allah telah memberikan kerajaan kepadanya?Tatkala Ibrahim berkata, "Tuhankulah yang menghidupkan dan mematikan." Dia berkata, "Akulah yang menghidupkan dan mematikan." Berkata Ibrahim, "Maka sesungguhnya Allah mendatangkan matahari dari timur maka cobalah datangkan matahari itu dari barat!" Maka terdiamlah orang yang kafir itu. Dan, Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang zalim!
Setelah bicara tentang Bani Israil, ayat ke-258 ini mundur ke belakang, yaitu ke masa-masa kehidupan Nabi Ibrahim alaihissalam dan musuh bebuyutannya yaitu Namrud bin Kan’an. Dia adalah tokoh kafir yang konon pertama kali mengklaim dirinya sebagai tuhan.
Menurut beberapa riwayat, Namrud memerintah di wilayah Mesopotamia, tepatnya di Babilonia, yang saat itu merupakan pusat peradaban tertua di dunia. Kerajaan Namrud dikenal sebagai kerajaan yang besar dan kuat, dengan wilayah kekuasaan yang luas hingga mencakup sebagian wilayah Asia Barat.
Nama Namrud disebutkan dalam tiga kitab suci agama samawi, yaitu Alquran, Taurat, dan Alkitab. Dalam Alquran, Namrud diceritakan sebagai seorang raja yang memusuhi Nabi Ibrahim AS dan hendak membakarnya hidup-hidup di dalam api. Namun, atas pertolongan Allah SWT, api tersebut justru tidak membakar Nabi Ibrahim AS melainkan membakar pasukan Namrud.
Kisah Namrud menjadi sebuah pelajaran berharga tentang keangkuhan dan kesombongan yang dapat membawa seorang penguasa kepada kehancuran. Namrud yang mengaku sebagai Tuhan dan menindas rakyatnya akhirnya dihukum oleh Allah SWT dengan cara yang sangat mengenaskan.
أَلَمْ تَرَ إِلَى
Lafazh a-lam tara ila (أَلَمْ تَرَ إِلَى) secara harfiyah artinya : “tidakkah kamu melihat kepada”. Asalnya dari (رَأَى – يَرَى) dan bentuk mashdar-nya adalah ru’yah (رُؤْيَة). Namun kata ru’yah ini punya banyak makna. Kadang bermakna penglihatan secara fisik dengan mata, sebagaimana yang dimaksud dengan istilah ru’yatul hilal (رُؤْيَةُ الهِلاَل), dimana kita mencari penampakan hilal di awal bulan secara kasat mata.
Namun kadang ru’yah (رُؤْيَة) bermakna penglihatan di dalam tidur yaitu mimpi, sebagaimana ayat berikut :
إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ
Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. (QS. Ash-Shaffat : 102)
Itu adalah mimpi yang dialami Nabi Ibrahim alaihissalam ketika mendapat perintah untuk menyembelih anaknya yang bernama Ismail.
Dan terkadang makna ru’yah (رُؤْيَة) juga bisa bermakna pemikiran, pendapat, cara pandang, sebagaimana penggalan berikutnya dari penggalan ayat di atas :
فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ
Maka fikirkanlah apa pendapatmu. (QS. Ash-Shaffat : 102)
Menurut hemat Penulis, makna ru’yah (رُؤْيَة) di ayat ini nampaknya lebih tepat kalau diartinya hasil pemikiran. Sehingga kalau mau diterjemahkan yang sifatnya lebih presisi secara bahasa menjadi : “Tidak kah kamu merenungkan”.
Dalam hal ini yang jadi mukhatab atau yang diajak bicara adalah Nabi Muhammad SAW.
الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ
Lafazh alladzi haajja (الَّذِي حَاجَّ) artinya : orang yang mendebat. Para mufassir mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Raja Namrud. Mujahid mengatakan bahwa Namrud itu anak dari Kan’an bin Kusy bin Sam bin Nuh. Namun ada juga yang mengatakan bahwa nasabnya adalah Namrud bin Falikh bin Abir bin Syalikh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.
Namrud adalah seorang raja yang memerintah Mesopotamia purba. Sementara menurut perkiraan para ahli sejarah, tokoh ini diperkirakan hidup sekitar tahun 2275 SM - 1943 SM.
Mujahid mengatakan ada dua raja kafir dan dua raja muslim. Dua raja kafir itu adalah Namuقd dan Nebukadnezar (Bukhatnashr), sedangkan dua raja muslim adalah Sulaiman bin Daud dan Dzulqarnain.
Lafazh ibrahima (إِبْرَاهِيمَ) maksudnya adalah Nabi Ibrahim alaihissalam. Beliau dikenal sebagai bapak dari tiga agama besar dunia, yaitu Yahudi, Kristen dan Islam.
Agama Yahudi adalah agama yang dipeluk oleh umat Nabi Musa, sedangkan agama Kristen adalah agama yang dipeluk oleh umat Nabi Isa alaihimassalam. Keduanya sama-sama masih keturunan dari anak Nabi Ibrahim kedua yaitu Nabi Ishak alaihissalam.
Sedangkan agama Islam turun belakangan, lewat Nabi Muhammad SAW yang merupakan keturunan Ibrahim dari jalur anak pertama yaitu Ismail alaihisalam.
Lafazh fi rabbihi (فِي رَبِّهِ) artinya : dalam masalah tuhannya. Yang diperdebatkan oleh Namrud di depan Ibrahim adalah masalah ketuhanan, dimana Namrud saat itu mengaku dirinya sebagai tuhan, sementara Ibrahim menolak ketuhanan Namrud.
أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ
Lafazh an atahullahu (أَنْ آتَاهُ اللَّهُ) bahwa Allah memberikannya atau menganugerahinya. Adapun lafazh al-mulk (الْمُلْكَ) artinya kerajaan. Maksudnya bahwa Namrud jadi raja itu sebenarnya hanyalah merupakan anugerah dan semata pemberian dari Allah SWT. Kalau saja Allah SWT tidak menghendaki Namrud jadi raja, tentu tidak akan jadi raja.
Dalam catatan sejarah, peradaban Mesopotamia dan Babilonia memang termasuk peradaban besar yang memiliki warisan kaya dan beragam dalam berbagai bidang. Beberapa aspek kehidupan mereka telah memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di masa modern. Beberapa dasar-dasar keilmuan yang dianggap memiliki landasan dari kebudayaan Babilonia dan Mesopotamia meliputi:
Sistem Angka dan Matematika: Masyarakat Mesopotamia mengembangkan sistem angka dasar 60 yang menjadi dasar bagi sistem waktu dan pengukuran sudut. Mereka juga mempraktikkan matematika untuk keperluan astronomi, perhitungan ekonomi, dan pembangunan proyek-proyek arsitektur seperti zigurat.
Sistem Penulisan: Pengembangan sistem tulisan kuneiform oleh masyarakat Sumeria di Mesopotamia adalah salah satu kontribusi besar terhadap perkembangan sistem penulisan manusia. Meskipun berbeda dari alfabet modern, kuneiform digunakan untuk mencatat informasi ekonomi, sejarah, dan agama.
Astronomi: Kebudayaan Babilonia memiliki tradisi astronomi yang kuat. Mereka mengamati gerakan langit dan membuat catatan yang sangat akurat tentang pergerakan planet, fase Bulan, dan gerhana. Babilonia mengembangkan kalender matematika yang kompleks yang melibatkan siklus Bulan dan Matahari.
Hukum dan Kode Hukum: Hammurabi, raja Babilonia, dikenal karena menyusun Kode Hammurabi, salah satu kode hukum tertulis tertua yang masih ada. Kode ini mengandung prinsip-prinsip hukum dan sanksi untuk berbagai tindakan, memberikan dasar bagi pengembangan sistem hukum di masa mendatang.
Sistem Irigasi: Masyarakat Mesopotamia mengembangkan sistem irigasi yang kompleks untuk mengelola air dari sungai-sungai mereka. Teknologi ini membantu mereka mengembangkan pertanian yang produktif dan berkontribusi pada pemahaman kita tentang sistem irigasi.
Arkeologi dan Pemugaran: Pemahaman modern tentang kebudayaan Mesopotamia dan Babilonia tidak hanya didasarkan pada tulisan sejarah tetapi juga pada penemuan arkeologis. Prinsip-prinsip arkeologi modern, seperti penggalian sistematis dan interpretasi konteks arkeologis, telah membantu kita merekonstruksi sejarah dan kehidupan masyarakat kuno.
Yang jadi pertanyaan disini adalah bagaimana bisa Allah SWT memberikan kerajaan kepada orang yang kafir dan menentang Allah SWT. Namun pertanyaan semacam ini mudah saja cara menjawabnya, yaitu bahwa Allah SWT Tuhan yang Maha Kuasa.
Maka dengan segala kekuasaannya itu, terserah Allah SWT saja kalau mau memberikan kekuasaan kepada siapapun, termasuk kepada hamba-Nya yang kafir sekalipun.
Bukankah Allah SWT juga memberikan hidup abadi kepada Iblis yang terlaknat? Seharusnya jangan diberikan usia panjang, matikan saja dan selesai. Namun begitulah skenario dari Allah SWT.
Lafazh idz qaalaibrahim (إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ) artinya ketika Ibrahim berkata. Dalam hal ini ada pendapat ulama yang mengatakan bahwa dialog ini terjadi sesaat setelah Nabi Ibrahim menghancurkan patung-patung yang jadi sesembahan orang-orang di masa itu. Namun sebagian lagi mengatakan dialog ini terjadi setelah Ibrahim dibakar hidup-hidup namun tidak mati.
Lafazh rabbiya (رَبِّيَ) artinya : Tuhanku, maksudnya bahwa Nabi Ibrahim memperkenalkan Allah SWT kepada Namrud, meskipun tanpa menyebut nama Allah SWT dengan lafzhul-jalalah.
Yang lebih ditekankan justru kekuasan Allah SWT yang tidak mampu dilakukan oleh Namrud, yaitu Allah SWT itu bisa menghidupkan orang mati. Itulah makna lafazh alladzi yuhyi () artinya : adalah Tuhan yang mampu memberi kehidupan. Lalu makna yumit (يُمِيتُ) adalah Tuhan yang mampu mematikan.
Sebenarnya ada bagian yang dilewati sebelum perkataan Nabi Ibrahim, yaitu pertanyaan dari Namrud tentang siapakah tuhannya Ibrahim. Hanya saja pertanyaan ini nampaknya diedit oleh Allah SWT dan tidak ditampilkan dalam riwayat ini. Yang ditampilkan langsung kepada jawaban dari Nabi Ibrahim, yaitu bahwa Tuhan-Ku adalah Tuhan yang bisa menghidupkan dan mematikan.
Sebenarnya cukup dengan satu jawaban Ibrahim itu saja Namrud sudah tidak mampu menandingi kemampuan Allah SWT. Namrud jelas tidak bisa menghidupkan orang mati. Tapi dasar Namrud tidak mau kalah omongan dan gengsi, dengan seenaknya dia Namrud menjawab secara ngasal, "Kalau begitu, aku pun dapat pula menghidupkan dan mematikan."
Ternyata Namrud tidak bisa benar-benar menghidupkan orang mati, yang dia lakukan adalah bersilat lidah dan bermain kata-kata.
قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ
Lafazh qaala (قَالَ) artinya : Dia berkata, maksudnya Namrud yang tidak mau kalah argumentasi menjawab, meskipun dengan jawaban yang ngawur, konyol dan terkesan sekedar asal bicara.
Lafazh ana uhyi (أَنَا أُحْيِي) artinya : Aku menghidupkan, lalu lafazh wa umitu (وَأُمِيتُ) artinya : Aku mematikan.
Dengan lucunya Namrud pun memanggil dua orang tahanan dalam penjara yang terancam hukuman mati. Salah satunya dibunuhnya, tapi yang satu lagi tidak dibunuh malah diampuni dan dibiarkan hidup. Disitulah Namrud dengan absurdnya berkata : Aku ini menghidupkan dan mematikan.
Padahal dimaksudkan oleh Ibrahim ialah bahwa Allah SWT menciptakan makhluk hidup yang tadinya belum ada, yaitu dengan menciptakan tulang-tulang, daging dan darah, lalu meniupkan roh ke dalamnya.
Atau Allah juga mampu membangkitkan kembali makhluk yang sudah telah mati, kemudian Allah mengembalikannya menjadi hidup, yaitu nanti pada saat hari kebangkitan kelak.
Kalau dikatakan Allah SWT bisa mematikan, maksudnya bahwa Allah SWT berkuasa untuk mematikan makhluk yang hidup, tidak dengan cara membunuhnya seperti yang dilakukan oleh manusia, melainkan dengan mengeluarkan roh makhluk tersebut dengan datangnya ajal atau dengan terjadinya hari kiamat kelak.
Maka jawaban Namrud yang disebutkan dalam ayat ini adalah olok-olokan belaka, tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Ibrahim.
Oleh karena jawaban Namrud itu tidak ada nilainya, maka Nabi Ibrahim tidak mengindahkan jawaban itu.
Lafazh qaala ibrahimu (قَالَ إِبْرَاهِيمُ) artinya : Nabi Ibrahim menjawab. Maksudnya meski jawaban sebelumnya dianggap asal njeplak, namun Ibrahim masih tetap meladeni hasrat Namrud yang ingin menang debat.
Maka Nabi Ibrahim melancarkan kembali arugmentasi yang teramat tajam, sampai-sampai Namrud pun bisa terdiam
Lafazh fainnallaha (فَإِنَّ اللَّهَ) artinya :”Sesungguhnya Allah SWT itu”. Lafazh ya’ti bis-syamsi (يَأْتِي بِالشَّمْسِ) artinya mampu mendatangkan matahari, alias menerbitkan matahari.
Lafazh minal-masyriqi (مِنَ الْمَشْرِقِ) artinya : dari arah Timur. Kalau mau diterjemahkan secara utuh, kurang lebih terjemahan penggalan ini adalah : “Tuhanku (Allah) kuasa menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah olehmu matahari itu dari barat."
Jawaban dari Namrud cenderung tidak dapat menjawab. Sebab itu dia bungkam, tidak berkutik. Di sini dapat dilihat perbedaan antara Nabi Ibrahim dan Namrud. Nabi Ibrahim sebagai rasul Allah yang beriman dan taat kepada-Nya, senantiasa memperoleh petunjuk-Nya, sehingga dia tidak kehilangan akal dan dalil dalam perdebatan itu, bahkan dalilnya yang terakhir tentang bukti kekuasaan Allah dapat membungkam raja Namrud.
Sebaliknya Raja Namrud yang ingkar dan durhaka kepada Allah, benar-benar tidak mendapat petunjuk Nya, sehingga dia kalah dan tidak dapat berkutik lagi untuk menjawab tantangan Nabi Ibrahim. Itulah akibat orang yang mengambil setan sebagai pemimpin dan pelindung mereka.
فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ
Lafazh fa’ti biha (فَأْتِ بِهَا) artinya : maka datangkanlah dia, maksudnya matahari. Sedangkan lafazh minal maghrib (مِنَ الْمَغْرِبِ) artinya : dari arah Barat. Maksudnya Nabi Ibrahim menantang apakah Namrud mampu mengubah apa yang sudah Allah SWT ciptakan selama ini, yaitu bahwa matahari yang biasanya matahari terbit di Timur agar berganti biar bisa terbit dari arah Barat.
Jelas saja dalam hal ini Namrud lebih tidak mampu menerima tantangan seperti itu. Sebab yang dijadikan tantangan adalah hal yang kelihatan nyata di depan publik, sementara matahari itu jelas-jelas tidak mungkin bisa dipindah-pindahkan seenaknya oleh manusia.
Apalagi kalau kita membahaminya lewat logika ilmu pengetahuan di masa kita, maka ide memindahkan tempat terbut matahari dari Timur ke Barat adalah ide yang mustahil sekaligus ide yang teramat buruk bagi kehidupan di muka bumi.
Lalu pertanyaannya lagi : Mengapa Nabi Ibrahim menantang Namrud untuk memindahkan terbitnya matahari dari Timur ke Barat? Apakah semudah itu?
Jawabannya tentu tidak semudah itu, walaupun kita juga tahu bahwa kosmologi kuno bangsa Mesopotamia dan Babilonia di masanya masih bersifat geosentris, yang berarti mereka percaya bahwa Bumi adalah pusat alam semesta dan bahwa langit-langit di sekelilingnya membentuk suatu rongga tertutup. Mereka mengamati gerakan langit, termasuk perjalanan matahari, bulan, dan planet, tetapi interpretasi mereka didasarkan pada pandangan geosentris.
Sementara kalau menurut kita di zaman modern ini, konsep geosentris sudah gugur sejak lama. Yang kita gunakan adalah konsep heliosentris, yaitu matahari sebagai pusat edar planet.
Pemahaman modern tentang tata surya dan heliosentris muncul pada zaman Renaisans dan berkembang melalui kontribusi ilmuwan seperti Nicolaus Copernicus, Johannes Kepler, dan Galileo Galilei pada abad ke-16 dan ke-17. Dengan adanya teori gravitasi oleh Sir Isaac Newton pada abad ke-17, kita semakin memahami dinamika tata surya dan mengonfirmasi bahwa Bumi dan planet-planet lain mengorbit Matahari.
Jadi, sementara masyarakat Mesopotamia dan Babilonia memiliki pemahaman kosmologi mereka sendiri yang sesuai dengan pengetahuan dan observasi mereka pada masanya, konsep matahari sebagai pusat tata surya bukanlah bagian dari pandangan mereka tentang alam semesta.
Menarik sekali kalau kita membaca redaksi bagaimana kalahnya Namrud dan orang-orang kafir ketika diminta untum memindahkan alur perjalanan matahari dari Timur ke Barat, mereka pun terdiam, dalam arti sudah tidak bisa lagi berkata-kata untuk menjawab tantangan Ibrahim.
وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Ayat ini ditutup dengan penggalan yang maknanya bahwa Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim.
Maksudnya meski sudah kalah secara logika akal fikiran, tetapi Namrud dan kaumnya tetap saja tidak mau beriman. Sebab iman itu urusannya bukan logika serta akal, tetapi diurus oleh hidayah.
Kalau Allah SWT tidak memberi hidayah, biar sudah mendapatkan logika yang tidak terbantahkan sampai-sampai spechless tidak bisa bicara apa-apa lagi, tapi hatinya tetap saja tidak akan beriman.
SOAL LATIHAN
Berdasarkan tulisan yang Anda berikan, berikut adalah 5 soal esai yang dapat dibuat:
Jelaskan makna dan hikmah dari kisah Nabi Ibrahim dan Namrud yang diceritakan dalam ayat 258-259 surat Al-Baqarah!
Bagaimana cara Nabi Ibrahim menunjukkan keesaan Allah SWT kepada Namrud?
Bagaimana tanggapan Namrud terhadap jawaban Nabi Ibrahim?
Apakah jawaban Namrud dapat dianggap sebagai bukti bahwa dia mampu menghidupkan dan mematikan? Jelaskan!
Apa hikmah yang dapat kita ambil dari kisah Nabi Ibrahim dan Namrud?