Kemenag RI 2019 : Wahai Bani Israil,19) ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan penuhilah janjimu kepada-Ku,20) niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu. Hanya kepada-Ku hendaknya kamu takut. Prof. Quraish Shihab : Hai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kamu, dan penuhilah janji kamu kepada-Ku, (niscaya) Aku penuhi janji-Ku kepada kamu; dan hanya kepada Aku-lah hendaknya kamu takut. Prof. HAMKA : Wahai, Bani lsrail! lngatlah nikmat-Ku yang telah Aku karuniakan kepada kamu dan penuhilah janjimu, agar Aku penuhi (pula) janjiKu, dan semata-mata kepada-Ku sajalah kamu takut.
Setelah selesai dengan kisah tentang penciptaan Nabi Adam alahissalam yang ditunjuk menjadi khalifah Allah di bumi, dilengkapi dengan kisah membangkangnya Iblis untuk sujud kepada Adam, diteruskan dengan kisah tipu daya Iblis agar Adam memakan buah yang terlarang, kemudian Adam diperintahkan turun dan menetap menetap di bumi, maka masuk ke ayat ke 40 surat Al-Baqarah, cerita terkait Nabi Adam berhenti dan alurnya meloncat kepada Bani Israil.
Lalu kira-kira apa pertimbangannya sehingga alur kisah meloncat kepada kisah Bani Israil?
Menurut hemat penulis setidaknya ada dua alasan.
Pertama : Dari semua umat terdahulu yang pernah ada, hanya yahudi atau Bani Israil saja yang sampai bertemu langsung dengan Nabi SAW di negeri Arab. Maka akan sangat relevan kalau Al-Quran banyak bicara tentang kaum yang langsung berinteraksi dengan Nabi SAW.
Kedua : Bani Israil sendiri termasuk bangsa yang paling banyak menerima risalah samawi. Para nabi dan rasul yang diceritakan dalam Al-Quran kebanyakannya adalah orang-orang yahudi. Begitu juga dengan kitab suci, mereka pun punya banyak.
يا بَنِي إِسْرَائِيلَ
Lafazh bani (بني) adalah bentuk jamak dari ibnu (ابن) yang asalnyabanun (بنون) atau banin (بنين), lalu dibuang huruf nun (ن) karena disambungkan dengan kata berikutnya sehingga menjadi bani. Makna bani adalah anak-anak atau keturunan.
Lafazh israil (إسرائيل) adalah nama lain dari Nabi Ya'qub bin Ishak bin Ibrahim alaihimussalam. Menurut Ibnu Abbas, dalam bahasa Ibrani, nama Israil itu terdiri dari 'isra' yang bermakna hamba dan 'il' yang maksudnya adalah Allah, sehingga makna Israil adalah hamba Allah.
Nabi Ya'qub punya 12 anak laki-laki dan salah satunya adalah Nabi Yusuf alaihissalam. Az-Zamakhsyari dalam Tafsir Al-Kasysyaf menyebutkan bahwa anak Nabi Ya'qub itu ada 12 orang laki-laki dari beberapa istri.
Dari istri pertama yang bernama Laya, Nabi Ya'qub mendapat 6 anak laki-laki. Laya adalah sepupu Nabi Ya'qub yang merupakan puteri dari bibinya. Nama mereka adalah : [1] Yahudza, [2] Rubail, [3] Syam'un, [4] Lawi, [5] Bazalun, [6] Yasyjar.
Dari dua orang budak wanita masing-masing bernama Zulfah dan Balhah, ada 4 anak yaitu [7] Daan, [8] Naftali, [9] Jaad, [10] Asyir,
Ketika Laya wafat, Nabi Ya'qub menikahi saudari wanitanya bernama Rahil dan mendapat 2 anak yang bernama [11] Yusuf dan [12] Bunyamin.
Nabi Ya'qub terkenal sebagai hamba Allah yang amat saleh, sabar, dan tawakal. Maka Allah memanggil anak cucu nya dalam permulaan ayat ini dengan sebutan "Bani Israil" untuk mengingatkan kepada mereka agar mereka mencontoh leluhur mereka itu dalam hal keimanan, ketaatan, kesalehan, ketakwaan dan kesabaran serta sifat-sifat lain yang terpuji.
Hal ini disebabkan karena pada waktu turunnya Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad saw, tampak gejala-gejala bahwa tingkah laku Bani Israil itu sudah melampaui batas, dan jauh menyimpang dari ajaran dan sifat-sifat nenek moyang mereka, terutama sikap mereka terhadap Al-Qur'an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
Mereka tidak mau beriman bahwa Al-Qur'an itu adalah wahyu Allah, bahkan mereka mendustakan kenabian dan kerasulan Muhammad saw. Seharusnya merekalah yang paling dahulu beriman kepada Nabi Muhammad saw, sebab berita tentang kedatangannya telah disebutkan lebih dahulu dalam kitab suci mereka, yaitu Taurat.
Di masa kenabian Muhammad, seringkali orang-orang Yahudi disapa dengan sapaan yang membuat mereka bangga, karena disebut-sebut sebagai anak cucu keturunan para nabi. Dan pada dasarnya yang disebut dengan Bani Israil adalah pemeluk agama Yahudi.
Ketika Nabi SAW hijrah ke Medinah, tempat itu sudah banyak dihuni orang-orang Yahudi yang sejak lama menetap di . Madinah, karena mereka membaca dalam kitab suci mereka bahwa nabi yang terakhir akan segera muncul
اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ
Lafazh udzkuru (اذكروا) merupakan fi'il amr dari asal kata (ذكر - يذكر). Lafazh ini punya banyak makna, seperti menyebut dan juga mengingat. Maksudnya Bani Israil diperintahkan untuk mengingat sekian banyak nikmat yang telah Allah SWT berikan kepada mereka dan mensyukurinya dengan lisan dan perbuatan.
Namun seperti apa nikmat-nikmat tersebut memang tidak diterangkan dalam ayat ini, sehingga para ulama banyak yang mencoba mengira-ngira sendiri.
Salah satu nikmat yang besar bahwa Allah telah memilih sekian banyak para nabi-Nya dari kalangan mereka. Hal ini terjadi dalam masa yang cukup lama, sehingga mereka diberi julukan sebagai sya'bullah al-mukhtar yaitu "hamba-hamba Allah yang terpilih".
Bandingkan misalnya dengan bangsa Arab yang sama-sama masih keturunan dari Nabi Ibrahim alaihissalam dari jalur putera pertamanya, Nabi Ismail alaihissalam. Tak seorang pun dari jalur keturunan Beliau di negeri Arab yang menjadi nabi. Sedangkan dari jalur putera kedua yaitu Nabi Ishak alaihissalam nyaris semuanya menjadi nabi. Putera Ishak adalah Nabi Ya`qub dan cucunya adalah Nabi Yusuf.
Dan yang dimaksud dengan Bani Israil tidak lain adalah anak-anak Nabi Ya`qub yang berjumlah 12 orang itu. Meski tidak semuanya menjadi nabi, namun alur kedatangan para nabi dan rasul di dunia ini selalu lewat jalur nasab mereka, termasuk nantinya lahir Nabi Musa, Zakaria, Yahya dan Isa.
Semuanya itu harus mereka ingat dan mereka syukuri. Salah satu cara untuk mensyukurinya ialah beriman kepada setiap nabi yang diutus Allah untuk memberikan bimbingan kepada manusia. Tetapi dalam kenyataannya mereka menjadikan nikmat tersebut sebagai alasan untuk tidak menerima seruan Nabi Muhammad saw, malahan mengejeknya, dan mengatakan bahwa nikmat dan karunia Allah hanya tertentu untuk mereka saja.
الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan 'mereka yang telah diberi nikmat' adalah sebagaimana yang Allah SWT jelaskan di dalam ayat berikut :
Orang yang mentaati Allah dan Rasulu-Nya, maka mereka bersama orang-orang yang Allah SWT berikan kenikmatan pada mereka, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan para shalihin. (QS. An-Nisa' : 69)
Perintah mengingat nikmat Allah antara lain bertujuan mengikis habis rasa dengki dan iri hati yang menyelubungi jiwa Bani Isra'il. Mereka iri hati kepada Nabi Muhammad saw. setelah sebelumnya mereka mengharap nabi yang akan diutus adalah dari kelompok mereka.
Dengan mengingat nikmat, diharapkan seseorang akan mensyukuri nikmat tersebut dan merasa puas dengannya. Melupakan nikmat yang telah diperoleh, dan mengingat nikmat yang diperoleh orang lain, mengundang iri hati.
Sebaliknya mengingat nikmat yang diperoleh dapat mengalihkan pikiran dari nikmat yang diperoleh orang lain sehingga iri hati tidak akan timbul. Agaknya ini merupakan salah satu tujuan perintah al-Qur' an untuk mengingat nikmat Allah swt.
وَأَوْفُوا بِعَهْدِي
Janji mereka kepada Allah ada dua macam :
Pertama : janji yang berlaku bagi seluruh manusia, yaitu bahwa mereka harus menimbang segala masalah dengan timbangan akal dan pikiran serta penyelidikan yang akan membawa mereka mengetahui hakikat segala sesuatu, sebagai jalan untuk mengenal Allah.
Kedua : janji bahwa mereka hanya akan menyembah Allah semata-mata, dan tidak akan memperserikatkan-Nya dengan sesuatu pun; dan bahwa mereka akan beriman kepada rasul-rasul-Nya.
Andaikata Bani Israil yang ada pada masa itu memperhatikan janji-janji tersebut, antara lain ialah bahwa Allah akan mengutus seorang nabi yang berasal dari keturunan saudara nenek moyang mereka 6) yang menurunkan suatu bangsa yang baru, yaitu bangsa Arab, niscaya mereka beriman kepada Nabi Muhammad saw dan pasti pula mereka mengikuti petunjuk yang diturunkan Allah kepadanya.
Dengan demikian mereka akan termasuk orang-orang yang memperoleh kemenangan. Sebaliknya, jika mereka lilemenuhi janji kepada Allah, maka Allah akan mengizinkan mereka untuk menetap di tanah suci Palestina, dan mereka akan diberi kemuliaan serta kehidupan yang makmur.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka tidak memenuhi janji-janji mereka itu, antara lain disebabkan karena rasa takut dan khawatir terhadap satu sama lainnya.
أُوفِ بِعَهْدِكُمْ
Penggunaan kata 'ahd (عَهْد) perjanjian dinilai oleh Thahir Ibn 'Asyuir sebagai salah satu aspek kemukjizatan al-Qur'an. Karena, kata tersebut merupakan kata yang digunakan oleh Bani Isra'il dalam kitab Taurat yang hanay dikenal oleh para pemuka agama Yahudi, padahal mereka bersikap sangat tertutup.
Maka penggunaan kata itu dalam ayat yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW cukup mengejutkan kalangan Yahudi Madinah. Mereka bertanya-tanya bagaimana seorang Muhamamd yang tidak mampu baca dan tulis khususnya terkait kitab milik bangsa Yahudi, kemudian bisa menyebut kata : perjanjian.
Semua ini merupakan bukti bahwa apa yang beliau sampaikan itu benar-benar adalah wahyu Allah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.
وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
Lafazh iyyaya (إِيَّايَ) berfungsi menjadi pembatas yang maknanya : 'Hanya kepada-Ku saja'. Lafazh seperti ini pula yang kita temukan dalam surat Al-Fatihah Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in.
Secara struktur kalimat, lafazh iyyaya adalah maf’ul bihi atau objek yang seharusnya berada setelah fi’il. Urutannya baku dalam jumlah ismiyah adalah fi’il, fa’il baru maf’ul. Namun dalam hal ini Allah yang dalam struktur kalimat awalnya menjadi maf’ul bihi, kemudian justru diletakkan di awal kalimat.
Secara balaghah, kesan yang ingin ditegaskan bahwa maf’ul yang dalam hal ini adalah Allah menjadi hal yang penting (إهتمام) dan juga dijadikan satu-satunya (الحصر). Sehingga makna kalimat ini bukan lagi kami menyembah-Mu, tetapi berubah menjadi : Khususkan hanya Aku saja yang kamu takuti’.
Sedangkan lafazh farhabun (فَارهبون) adalah fi'il amr yang berasal dari (رهب - يرهب) bermakna takut. Yang unik untuk dicermati bahwa kenapa fi'il amr diakiri dengan huruf nun seolah-olah itu seperti fi'il mudhari'? Bukankah seharusnya cukup : farhabu (فارهبوا) saja? Lalu mengapa tiba-tiba muncul huruf nun di bagian akhir? Apa fungsinya?
Jawabnya bahwa huruf nun itu merupakan objek yang harus ditakuti, aslinya bukan hanya satu huruf nun saja tetapi nun dan ya menjadi (فارهبوا - ني). Namun huruf ya dihilangkan dan huruf nun nya bersambung ke fi'il amr. Kalau kita baca ayat ini dan berhenti disitu, bunyinya cukup : farhabun. Tapi manakala kita washalkan membacanya dengan ayat berikunya, maka harus dibaca farhabuni wa aaminu.