Sesungguhnya orang-orang yang kufur dan mati sebagai orang-orang kafir tidak akan diterima (tebusan) dari seseorang di antara mereka sekalipun (berupa) emas sepenuh bumi, sekiranya dia hendak menebus diri dengannya. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang pedih dan tidak ada penolong bagi mereka.
Prof. Quraish Shihab :
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengannya. Bagi mereka itulah siksa yangpedih dan sekali-kali mereka tidak memeroleh sedikit penolongpun. "
Prof. HAMKA :
Sesungguhnya, orang-orang yang kafir lalu mati, sedang mereka tetap dalam kafir, sekali-kali tidaklah akan diterima dari mereka, sekalipun emas sepenuh bumi, untuk menebus diri dengan dia. Mereka itu, bagi mereka adalah siksaan yang pedih, dan tidaklah mereka akan mendapat orang-orang yang akan membantu .
Lafazh innalladzina kafaru (إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا) artinya : sesungguhnya orang-orang kafir. Dalam hal ini maksudnya orang yang sudah sempat masuk agama Islam tetapi kemudian murtad kembali ke agama lama. Namun termasuk juga orang yang kafir dalam arti tidak pernah masuk Islam.
lafazh wa maatuu (وَمَاتُوا) artinya : dan mati alias dicabut nyawanya oleh Allah SWT, dimana posisi kematiannya memang dalam keadaan berstatus kafir, yaitu wa-hum kuffarun (وَهُمْ كُفَّارٌ).
فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ
Lafazh fa-lan yuqbala (فَلَنْ يُقْبَلَ) artinya : maka tidak akan diterima, lafazh min ahadin (مِنْ أَحَدِهِمْ) artinya: dari seorang pun mereka.
Dikatakan tidak diterima maksudnya amal-amal mereka. Dalam hal ini sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, amal itu ada dua macam, yaitu amal ibadah ritual dan amal yang bersifat umum, yaitu infaq, sedekah dan pemberian.
Ibadah itu misalnya shalat, puasa, zakat dan haji, kalau yang melakukannya orang kafir, maka tidak dihitung sebagai ibadah. Dan di masa itu, orang-orang kafir baik di Mekkah atau pun di Madinah, sama-sama beribadah. Mereka bersama-sama dengan kaum muslimin, sama-sama menyembah Allah SWT.
Di Mekkah, orang-orang musyrikin setiap tahun melaksanakan ibadah haji. Mereka melakukkan tawaf di sekeliling ka’bah, termasuk juga mereka melakukan wuquf di Arafah dan Mina. Bahkan mereka juga menyembelih hewan hadyu ataupun juga qurban. Namun semua itu tidak Allah SWT terima sebagai ibadah. Tidak ada catatan amal kebaikan dari semua ibadah yang mereka lakukan.
Dan secara ilmu fiqih, ibadah yang mereka lakukan itu masuk kategori tidak sah. Dan kalau tidak sah, maka tidak diterima sebagai ibadah. Dan kalau ibadah itu bersifat kewajiban melekat, maka ada kewajiban untuk membayarkan hutang alias qadha’.
Amal jenis kedua adalah amal yang bukan terkait dengan ritual ibadah, yaitu amal kebaikan dengan sesama. Istilah hablum minannas yaitu berbuat baik kepada sesama manusia.
Perbuatan baik kepada manusia memang mendatangkan kebaikan, baik di dunia ini ataupun juga di akhirat nanti. Namun semua itu tidak akan cukup untuk menyelematkan mereka dari siksa Allah SWT di dalam neraka. Sebesar apapun kebaikan kepada orang lain dilakukan, tetap saja posisi di dalam nerakanya tidak akan berubah atau berganti menjadi keluar dari neraka, apalagi masuk surga.
مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَبًا
Lafazh mil-ul-ardhi (مِلْءُ الْأَرْضِ) artinya : sepenuh bumi, sedangkan lafazh dzahaban (ذَهَبًا) artinya emas. Maksudnya walaupun dia berderma, bersedekah, berinfaq, berwakaf, serta menolong orang-orang dengan hartanya di dunia ini dengan angka yang tidak terhingga.
Al-Quran mengungkapkannya dengan sebuah perumpamaan cantik, yaitu sepenuh bumi berupa emas.
Mari kita coba kita hitung secara matematika, berapa nilai emas sebesar bumi itu. Masa bumi oleh para ahli bisa diperkirakan, yaitu sekitar 5,972 × 1024 kilogram (atau sekitar 5,972 triliun ton).
Sekarang, untuk menghitung nilai harganya jika Bumi terbuat dari emas murni, kita harus memperhitungkan harga saat ini dari emas. Harga emas berfluktuasi setiap hari, tetapi sebagai referensi, mari kita gunakan harga emas pada saat penulisan ini (Januari 2022), yang sekitar 1.800 dolar AS per troy ons.
Kita perlu melakukan beberapa konversi. Pertama, 1 ton sama dengan 32.1507 troy ons. Kemudian konversi massa Bumi dari kilogram menjadi ton. Mari kita hitung, massa Bumi dalam ton :
1. Harga emas per troy ons dalam Rupiah: $1.800 per troy ons × 14.000 Rupiah per dolar AS ≈ 25.200.000 Rupiah per troy ons
2. Harga emas per ton dalam Rupiah: 25.200.000 Rupiah per troy ons × 32.1507 troy ons per ton ≈ 809.046.840 Rupiah per ton
3. Total nilai Bumi jika terbuat dari emas dalam Rupiah: Total nilai = Massa Bumi × Harga per ton dalam Rupiah ≈ (5,972 × 1021 ton) × (809.046.840 Rupiah per ton) ≈ 4,829 × 1033 Rupiah
Jadi, jika Bumi terbuat dari emas murni, nilainya akan sekitar 4,829 x 1033 Rupiah.
وَلَوِ افْتَدَىٰ بِهِ
Lafazh wa-lau (وَلَوِ) artinya walau juga, atau bisa juga dimaknai : meskipun. Adapun lafazh iftada bihi (افْتَدَىٰ بِهِ) artinya : mereka menebus diri dengan itu. Maksudnya membayar uang tebusan dengan emas seberat bumi, yaitu 4,829 x 1033 Rupiah.
Kata iftada (افتدى) itu artinya tebusan, yaitu membayarkan sejumlah harta tertentu agar bisa mendapatkan kebebasan atau kehidupan.
Contohnya orang yang khilaf membunuh orang lain dan menghilangkan nyawa. Seharusnya dia dihukum mati sebagai qishash. Namun hukuman mati itu bisa saja ditiadakan, manakala pihak keluarga korban mau memaafkan. Biasanya maaf itu diberikan dengan memberikan : tebusan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
Jika dia (terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, (hendaklah pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada keluarganya. (QS. An-Nisa’ : 92)
Di masa modern ini yang namanya uang tebusan untuk membebaskan diri dari jeratan hukum qishash masih bisa kita saksikan, yaitu di Saudi Arabia. Salah satunya adalah kisah Darsem, salah satu tenaga kerja Indonesia yang mengadu nasib disana.
Kasus Darsem menarik perhatian publik Indonesia karena dia terancam hukuman pancung di Arab Saudi atas tuduhan membunuh majikannya. Darsem adalah seorang TKI asal Subang, Jawa Barat. Dia dituduh membunuh majikannya di Riyadh pada tahun 2007. Darsem sempat dipenjara selama 3 tahun sebelum dibebaskan.
Lalu pada tahun 2010, Darsem divonis untuk diqisas oleh Pengadilan Tinggi Riyadh. Lalu tim pembela mengusahakan pengampunan kepada pihak keluarga korban. Setelah perundingan berkali-kali dan alot, akhirnya disepakati nilai uang tebusannya adalah 2 juta Riyal Saudi atau sekitar Rp 4,7 miliar.
Upaya penggalangan dana dilakukan secara nasional untuk membantu Darsem. Ajaibnya dana terkumpul karena pemberitaan masif, nilainya cukup mencengangkan karena mencapai lebih dari Rp 7 miliar, jauh melebihi jumlah diyat yang dibutuhkan.
Yang bikin kisah Darsem ini semakin menarik, ternyata yang ikut terbawa iba dan kasihan bukan hanya rakyat Indonesia. Tetapi rupanya keluarga korban pun ikut bersimpati. Akhirnya mereka pun membebaskan Darsem dari kewajiban membayar uang tebusan.
Pada tanggal 7 Januari 2011, Darsem akhirnya dibebaskan dari hukuman pancung setelah keluarga korban mencabut tuntutan mereka. Darsem kemudian kembali ke Indonesia pada tanggal 10 Januari 2011.
Kasus Darsem menjadi contoh bagaimana solidaritas dan kepedulian masyarakat Indonesia dapat membantu menyelamatkan nyawa WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.
أُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Lafazh ulaa-ika (أُولَٰئِكَ) artinya : mereka itu, lalu lafazh lahum (لَهُمْ) artinya : bagi mereka atau akan mendapatkan. Adapun lafazh adzabun alim (عَذَابٌ أَلِيمٌ) artinya : siksa yang pedih.
Yang paling utama siksaan di neraka adalah hukuman pembakaran. Sakitnya kulit bila terbakar itu luar biasa, lebih dari sekedar luka biasa. Luka bakar cenderung lebih menyakitkan dibanding luka sayatan biasa seperti terkena pisau. Kalau dijelaskan lebih lanjut, penjelasannya sebagai berikut :
§ Reseptor rasa sakit: Kulit memiliki reseptor rasa sakit yang berbeda untuk mendeteksi jenis cedera. Luka bakar mengaktifkan reseptor yang mendeteksi kerusakan jaringan dan suhu tinggi, sementara luka sayatan hanya mengaktifkan reseptor yang mendeteksi kerusakan jaringan.
§ Kedalaman cedera: Luka bakar biasanya mempengaruhi lapisan kulit yang lebih dalam dibanding luka sayatan. Lapisan kulit yang lebih dalam memiliki konsentrasi reseptor rasa sakit yang lebih tinggi.
§ Kerusakan saraf: Luka bakar yang parah dapat merusak saraf di sekitar area yang terbakar, menyebabkan rasa sakit terbakar kronis.
§ Bekas Luka : Kulit yang terbakar cenderung tidak bisa dikembalikan lagi menjadi normal, karena rusak bahkan syaraf-syarafnya pun mati. Berbeda bila luka karena sayatan yang bisa dijahit dan tertaut kembali.
Namun ada yang unik dengan luka bakar, yaitu syaraf-syaraf pada kulit pada mati. Kalau memang demikian, bukankah luka bakar itu memang pedih, tetapi begitu syarafnya mati, maka rasa sakit justru sudah tidak bisa dirasakan lagi?
Jawabannya memang hal itu benar, yaitu orang yang mengalami luka bakar hingga syaraf-syaraf pada kulitnya mati, dia memang tidak lagi merasakan pedihnya luka. Namun untuk di neraka, justru kulit mereka yang sudah rusak itu akan diganti dengan kulit yang baru oleh Allah SWT. Sekedar agar mereka bisa terus menerus merasakan sakitnya luka bakar. Perhatikan ayat berikut ini :
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa : 56)
وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
Lafazh wa-maa-lahum (وَمَا لَهُمْ) artinya : dan tidak ada bagi mereka, makna min nashirin (مِنْ نَاصِرِينَ) adalah para penolong.
Siksa di neraka itu bersifat abadi, terus menerus, tidak ada ujung pangkalnya. Tidak ada hari baik tertentu yang ditunggu-tunggu. Tidak ada pihak-pihak yang nantinya bisa datang untuk membebaskan mereka dari siksaan yang sangat pedih itu, bahwa sekedar bisa meringankan siksa itupun juga tidak.
Dengan kata lain, orang kafir di neraka nanti tidak akan mendapatkan syafa’at sedikit pun dari para nabi dan rasul mereka, termasuk juga tidak ada syafaat dari Nabi Muhammad SAW. Sebab syafa’at itu hanya diberikan kepada mereka yang mengakui kenabian para nabi.
Ingkar kepada para nabi memang beresiko nanti di akhirat tidak ada yang dapat membela mereka, tidak juga para nabi yang ketika hidup di dunia mereka ingkari.
@@@
Adakah Shahabat Yang Murtad?
Ketika kita bicara tentang ayat-ayat di ayat, yaitu membicarakan orang-orang yang sudah masuk Islam di masa kenabian, lantas diceritakan ada yang murtad dan diancam dengan siksa yang pedih, tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan cukup usil dan menggelitik. Apa ada di antara para shahabat nabi yang mulia itu yang murtad dan menjadi kafir?
Bukankah para shahabat itu sudah mendapatkan keridhaan dari Allah SWT? Bukankah banyak dari mereka yang sudah dikabarkan masuk surga? Bukankah para shahabat disebut-sebut sebagai generasi yang terbaik, sebagaimana sabda Nabi SAW sendiri :
Periode terbaik adalah periodeku, kemudian periode sesudahnya, kemudian periode sesudahnya.
Kalau pada periode yang oleh Nabi SAW dikatakan paling baik masih ada yang murtad, maka bagaimana hal itu terjadi dan bagaimana kita menjelaskannya?
Jawabannya tentu ada banyak silang pendapat di kalangan ulama. Salah satunya dijelaskan bahwa definisi seorang bisa disebut sebagai shahabat nabi ada tiga, yaitu :
1. Dia masuk Islam dengan bersyahadat.
2. Dalam keadaan muslim dia pernah bertemu langsung dengan Nabi Muhammad SAW, meskipun hanya sekali saja. Pertemuannya secara fisik dan bukan pertemuan di alam mimpi atau dalam bayangan halusinasi.
3. Matinya dalam keadaan muslim. Syarat ketiga ini disepakati oleh para ulama, karena dalam kenyataannya ada juga orang yang sudah memenuhi dua syarat di atas, tetapi pada akhirnya tidak bisa memenuhi syarat yang ketiga, yaitu matinya ternyata tidak dalam keadaan muslim.
Jadi bahwa ada orang yang sudah memeluk Islam dan bertemu langsung dengan Nabi SAW, tetapi setelah itu dia menjadi kafir lagi, itu adalah fakta yang tidak terbantahkan. Al-Quran memang menyebutkan hal itu. Dan mereka tentu saja tidak bisa disebut sebagai shahabat nabi, karena kehilangan satu dari tiga syarat untuk bisa disebut sebagai shahabat nabi.
Maka mereka bukan shahabat, otomatis juga tidak berhak menyandang gelar sebagai : radhiyallahuanhu.
Namun sebagai catatan penting, kasus murtadnya orang yang sudah memeluk agama Islam di masa kenabian, jumlahnya amat sedikit. Kalau pun sempat ada yang murtad, namun setelah itu justru kembali lagi masuk Islam. Tidak ada gerakan murtad besar-besaran seperti yang nantinya terjadi di masa pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Maka dalam sirah nabawiyah, kita tidak mengenal ada perang melawan orang-orang murtad.
Terakhir, tentang siapakah mereka yang tercatat sebagai orang yang sempat memeluk agama Islam, tetapi kemudian dianggap murtad?
Ada empat nama ini seringkali dimunculkan, yaitu : Abdullah bin Saad bin Abi Sarah, Ubaidilah bin Jahsy, Abdullah bin Khathal, Miqyash bin Subabah. Akan tetapi status mereka diperselisihkan oleh para ahli sirah.
1. Abdullah bin Saad bin Abi Sarh
Telah tercatat bahwa kesesatan sahabat Abdullah bin Abi Sarh telah diakui dalam kitab-kitab fikih dan sejarah. Ibnu Atsir menyebutkan dalam bukunya Asad al-Ghabah bahwa Abdullah bin Saad dulunya adalah seorang penulis wahyu setelah ia masuk Islam dan berhijrah ke Madinah sebelum penaklukan Mekah. Namun, setan berhasil menggoda dan memurtadkannya sehingga ia kembali menjadi seorang musyrik dan kembali ke Mekah.
Dia mengklaim bahwa ia bisa mengubah kata-kata yang disampaikan oleh Nabi SAW sesuai keinginannya ketika wahyu turun, seakan-akan Rasulullah memberitahunya untuk menulis: 'Aziz Hakim,' tetapi ia akan menulis: 'Alim Hakim.' Rasulullah selalu menyetujui perkataannya dan berkata: 'Semuanya benar.'
Namun, apakah Abdullah bin Saad kembali ke Islam?
Hadits-hadits menegaskan bahwa Rasulullah SAW ternyata pernah memaafkan semua orang pada hari penaklukan Mekah kecuali empat orang pria dan dua wanita, dan salah satunya adalah Abdullah bin Saad. Ini adalah bukti bahwa ia telah kembali ke Islam.
Saad bin Abi Waqas berkata: 'Pada hari penaklukan Mekah, Abdullah bin Saad bersembunyi di rumah Utsman bin Affan, lalu Utsman membawanya kepada Nabi SAW dan berkata: 'Wahai Rasulullah, bai'atlah Abdullah.' Rasulullah memaafkannya dan Abdullah bin Saad kembali ke dalam Islam, dan Islamnya diterima dengan baik. Di bawah pimpinannya, wilayah-wilayah di Afrika pun berhasil dibuka."
2. Ubaidilah bin Jahsy
Ibnu Atsir dalam kitab Asad al-Ghabah, Ibnu Ishaq dalam kitab Sirahnya, Ibnu Saad dalam kitab al-Tabaqat al-Kubra, Al-Hakim dalam al-Mustadrak, dan Ath-Thabari dalam kitab tarikh-nya, serta sumber-sumber lainnya telah mencatat bahwa Ubaidullah bin Jahsh hijrah bersama mereka yang bermigrasi ke Habasyah.
Namun ada laporan yang menyebutkan bahwa ia memeluk Nasraniyah di sana dan meninggalkan Islam, kemudian meninggal dalam keadaan Nasrani. Karena itu istrinya yang bernama Umm Habibah kemudian menjadi janda, sampai akhirnya Nabi SAW menikahinya.
Satu hal yang penting, dia bukan Abdullah bin Jahsy, tetapi namanya adalah Ubaidillah bin Jahsy. Dua orang yang berbeda yang punya nama mirip sekali dan hat-hati tertukar.
3. Abdullah bin Khathal
Abdullah bin Khatal adalah salah satu dari mereka yang Nabi SAW perintahkan untuk dibunuh pada hari penaklukan Mekah, bahkan jika dia berada di belakang kain pelindung (istarah) Ka'bah. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Saad bin Abi Waqas, ia mengatakan: "Adapun Abdullah bin Khatal, dia ditemui sedang bertengger di balik selubung Ka'bah, maka Sa'id bin Hurayth dan Ammar bin Yasir, datang kepadanya. Sa'id berlari lebih cepat daripada Ammar, dan karena itu, dia yang membunuhnya. Dari sini, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa Abdullah bin Khatal telah murtad, dan ia dibunuh pada hari penaklukan Mekah.
4. Miqyash bin Subabah
Kafirnya Miqyash bin Subabah tercatat dalam kitab-kitab fikih. Ibnu Atsir mencatat bahwa ia adalah salah satu dari mereka yang Nabi SAW pemerintahkan untuk dibunuh pada hari penaklukan Mekah.
Hal ini juga disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Saad bin Abi Waqas, yang mengatakan: "Adapun Miqyash bin Subabah, maka orang-orang menemukannya di pasar dan membunuhnya."
Dengan demikian, ini merupakan bukti yang sahih dan kuat mengenai kemurtadannya. Ia tewas di pasar pada hari penaklukan Mekah.
Mereka Yang Murtad Setelah Wafatnya Nabi SAW
Sedangkan mereka yang murtad setelah Nabi SAW wafat jumlahnya cukup banyak, sehingga ada perang khusus yang dipimpin Abu Bakar dengan nama perang kemurtadan atau harbu ar-riddah.
Memang tidak ada angka pasti tentang jumlah mereka yang murtad, namun kekhawatian Umar bin Al-Khattab atas banyaknya para penghafal Al-Quran yang wafat dalam perang tersebut, setidaknya memberikan kita gambaran bahwa jumlah pasukan muslimin cukup besar. Dan itu berarti jumlah orang kafir yang murtad pun juga besar.