Jilid : 4 Juz : 2 | Al-Baqarah : 214
Al-Baqarah 2 : 214
Mushaf Madinah | hal. 33 | Mushaf Kemenag RI

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

Kemenag RI 2019 : Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.
Prof. Quraish Shihab : Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepada kamu (cobaan) sebagaimana (halnya) orang-orang yang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul (pesuruh Allah swt. pada waktu itu) dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah sangat dekat.
Prof. HAMKA : Ataukah kamu kira bahwa kamu akan masuk ke surga, padahal belum datang kepada kamu seumpama yang pemah datang kepada orang yang telah lalu sebelum kamu; telah menimpa kepada mereka kesusahan, kecelakaan, dan di guncangkan mereka, sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman sertanya, "Bilakah pertolongan Allah?" Ketahuilah! Sesungguhnya, pertolongan Allah itu amat dekat.

Para ulama terpecah menjadi tiga pendapat yang berbeda ketika mengomentari latar belakang turunnya ayat ke-214 ini.

Pendapat pertama adalah pendapat umumnya mufassir seperti Qatadah dan As-Suddi. Menurut mereka, ayat ini turun terkait Perang Ahzab atau Perang Khandaq di tahun kelima hijriyah. Perang ini merupakan ujian berat yang harus Nabi SAW hadapi bersama-sama penduduk Madinah. Mereka harus menghadapi musuh yang cukup besar, karena merupakan gabungan dari beberapa kelompok musyrikin, baik dari Mekkah maupun dari bangsa Arab di berbagai titik di luar Mekkah.

Sedangkan di dalam Madinah sendiri, kelompok Yahudi yang berkhianat justru menjadi dalang alias aktor intelektual yang mensponsori kedatangan 10.000 pasukan dari kalangan musyrikin Arab.

Pendapat kedua mengatakan bahwa ayat ini turun terkait dengan Perang Uhud yang terjadi pada tahun ketiga hijriyah. Saat itu Nabi SAW dan para shahabat nyaris terbunuh akibat lengahnya sebagian shahabat dari menjaga bagian belakang pertahanan mereka.

Pendapat ketiga mengatakan bahwa ayat ini turun terkait dengan kesulitan yang dihadapi para shahabat di kalangan muhajirin, yang terpaksa harus meninggalkan keluarga, teman, tetangga, saudara, serta kesempatan bekerja mencari nafkah.

Ayat ini menceritakan kepada kita bagaimana ujian berat yang dialami oleh Nabi SAW. Saking beratnya ujian yang Beliau jalani, sampai terbetik pertanyaan terkait kapan akan diturunkannya pertolongan dari Allah SWT. Beberapa ulama mengatakan bahwa pertolongan yang dimaksud adalah pembebasan kota Mekkah.  

Lafazh am hasibtum (أَمْ حَسِبْتُمْ) maknanya : “Apakah kamu mengira”.  Asal katanya dari (حَسِبَ - يَحْسِبُ) yang bisa juga bermakna : mengira, menduga, atau memperhitungkan. Sedangkan lafazh an-tadkuhul-jannah (أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ) artinya  : “bahwa kamu akan masuk surga”.

Ungkapan semacam ini memang sebuah gaya bahasa yang unik, yaitu bentuknya seperti sebuah pertanyaan, padahal tujuan  sebenarnya bukan pertanyaan, melainkan pernyataan yang intinya kamu tidak akan masuk surga, kecuali setelah kamu mengalami ujian.

Dan ungkapan semacam ini sebenarnya merupakan bentuk tasliyah atau hiburan dari Allah SWT kepada Nabi SAW dan para shahabat yang kala itu sedang mendapatkan ujian dan cobaan yang cukup berat. Bahwa ujian yang berat ini tidak sia-sia karena akan dibalas oleh Allah SWT dengan dimasukkan ke dalam surga.

Lafazh (لَمَّا) sebenarnya bermakna : “ketika”, namun dalam konteks ayat ini, maksudnya menjadi lam (لَمْ) yang maknanya : “belum”. Sedangkan lafazh ya’tikum (يَأْتِكُمْ) adalah fi’il mudhari’ yang bermakna : “mendatangi kamu”. Sehingga ungkapan wa lamma ya’tikum (وَلَمَّا يَأْتِكُمْ) bisa dimaknai menjadi : “padahal belum datang kepadamu”.

Namun yang bikin kalimat ini unik adalah kenapa tidak disebutkan secara tertulis yang datang itu maksudnya apa. Para ulama kemudian mengira-ngira bahwa yang datang itu ujian dan cobaan, yaitu dimusuhi dan diintimiasi oleh para penentang dari kaumnya. Hanya saja lafazh ujian itu mahdzuf alias tidak terucapkan dan tidak tertuliskan, namun mafhumnya disepakati.

Lafazh matsal (مَثَلُ) punya banyak makna tergantung konteksnya. Di antara maknanya adalah : seumpama, seperti, atau  sebagaimana. Sedangkan makna : alladzina min qablikum (الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ) artinya secara harfiyah adalah : “orang-orang terdahulu sebelum kamu”.

Lafazh massat-hum (مَسَّتْهُمُ) adalah bentuk fi’il madhi dimana asal katanya dari (مَسَّ - يَمَسُّ). Secara bahasa artinya menyentuh, atau dalam ungkapan bahasa Arab didefinisikan sebagai (اتِّصالُ الجِسْمِ بِجِسْمٍ آخَرَ) yaitu menempelnya badan seseorang dengan badan orang lain. Dalam ayat Al-Quran juga ada disebutkan kata massa:

ذُوقُوا مَسَّ سَقَرَ

Rasakanlah sentuhan api neraka!" (QS. Al-Qamar : 48)

Namun yang dimaksud dengan lafazh massathum di ayat ini tentu saja bukan urusan sentuh menyentuh, tetapi merupakan sebuah metafora untuk menggambarkan tertimpa sesuatu dengan sesuatu yang lain hingga merasuk. Oleh karena itulah ada ungkapan orang yang kesurupan setan itu dikaitkan dengan al-mass (المّسُّ)  sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Quran berikut ini :

إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

Seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. (QS. Al-Baqarah : 275)

Lafazh al-ba’saa’u (الْبَأْسَاءُ) artinya keadaan yang sempit dan kemiskinan. Lafazh adh-dharra’ (وَالضَّرَّاءِ) artinya sakit. Sedangkan terjemahan Kementerian Agama RI menuliskan bahwa al-ba’saa’u (الْبَأْسَاءُ) artinya malapetaka, sedangkan adh-dharra’ (وَالضَّرَّاءِ) artinya  kesengsaraan.

Lafazh zulzilu (زُلْزِلُوا) adalah fi’il madhi mabni majhul yang asalnya dari kata dasar (زَلزَلَ – يُزَلْزِلُ - زِلْزَلاً)  yang dalam bahasa Arab maknanya adalah gempa bumi, sebagaimana disebutkan dalam ayat lain :

إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا

Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), (QS. Az-Zilzal : 1)

Selain itu juga bisa bermakna gonjang-ganjing, sebagaimana diungkapkan dalam ayat berikut ini :

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (QS. Al-Hajj : 1)

Gempa bumi atau kegoncangan yang digunakan dalam penggalan ayat ini merupakan bentuk metafora dari betapa beratnya ujian yang dihadapi oleh Nabi SAW.

Lafazh hatta (حَتَّى) artinya sehingga, sampai-sampai, dan Saking lamanya ujian dan cobaan yang diterima oleh Nabi SAW dan para shahabat, sampai-sampai mereka bertanya-tanya : “Bilakah datangnya pertolongan Allah?”

Sebenarnya pertanyaan ini merupakan permintaan dan doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT. Namun formatnya berupa pertanyaan. Pertanyaan semacam ini wajar keluar dari mulut mereka, karena mereka sangat berharap akan segera datangnya pertolongan dari Allah SWT.

Sebagian mufassir mengatakan bahwa lafazh ar-rasul (الرَّسُولُ) dalam ayat ini maksudnya adalah Nabi Muhammad SAW sendiri. Namun ada juga yang mengatakan bahwa sifatnya umum, yaitu bahwa semua rasul mengalami hal yang sama, yaitu mendapatkan ujian dan cobaan yang berat dalam menjalani tugasnya sebagai pembawa ajaran samawi.

Lafazh alaa (أَلَا) diartikan oleh Kemenag RI dan Prof Quraish Shihab menjadi : “ingatlah”. Sedangkan Buya HAMKA menerjemahkannya menjadi : “ketahuilah”.

Lafazh nashr (نَصْرِ) artinya secara harfiyah adalah : “pertolongan”. Namun banyak juga dimaknai sebagai : “kemenangan”. Sedangkan dikaitkannya pertolongan atau kemenangan dengan lafazh Allah SWT, karena merupakan pemberian dari Allah SWT dan sekaligus menjadi kehendak-Nya.

Penggalan ayat ini yang juga menjadi penutup ayat menunjukkan bahwa secara teori tidak mungkin Nabi SAW bisa memenangkan peperangan melawan kaum musyrikin Mekkah. Semua adalah pemberian dan anugerah yang Allah SWT berikan. Allah SWT memang punya kehendak untuk memenangkan perjuangan sang Nabi, maka apapun bisa terjadi, meski di luar nalar dan perhitungan.  

Lafazh qarib (قَرِيبٌ) secara bahasa bermakna dekat. Namun kedekatannya terkait dengan waktu, bukan dengan jarak. Sebab kalau kedekatan itu dikaitkan dengan jarak, tentu tidak sejalan, mengingat jarak dari Madinah ke Mekkah itu cukup jauh, tidak kurang dari 450 km. Sehingga qarib lebih tepat dimaknai sebagai kedekatan dari sisi waktu.

Secara umum, kabar dekatnya pertolongan dari Allah SWT ini merupakan hiburan dan sekaligus juga informasi penting yang Allah SWT khususkan buat umat Nabi Muhammad SAW, yaitu akan turunnya pertolongan dari Allah SWT dalam waktu yang tidak lagi.

Menurut beberapa ulama, penggalan ayat ini merupakan awal mula informasi samawi yang mengabarkan akan segera terjadinya pembebasan kota Mekkah. Dan ayat ini sejalan juga dengan ayat lain yang sama-sama memberi isyarat akan segera terjadinya pembebasan Mekkah :

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (QS.  An-Nashr : 1-3)

Al-Baqarah : 214

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 29-3-2024
Subuh 04:40 | Zhuhur 11:59 | Ashar 15:14 | Maghrib 18:03 | Isya 19:10 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia