![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Haruskah Menyegerakan Pembagian Waris? |
PERTANYAAN Assalamu 'alaikum wr. wb. Ustadz rahimakumullah. Ada sedikit pertanyaan terkait waris. 1. Apakah kita sebagai ahli waris wajib untuk segera membagikan harta warisan? Dan apakah berdosa bila pembagian waris ditunda-tunda? Sebab kesulitannya adalah kita kan harus menjual harta waris dulu baru bisa dibagikan. 2. Bagaimana bila sebagian ahli waris ada yang ingin segera membagi waris tetapi sebagian tidak ingin membaginya? 3. Bila aset harta waris itu bersifat produktif, boleh warisan tidak dibagi-bagi dan dikelola bersama-sama? Demikian pertanyaan saya semoga ustadz berkenan menjawab segera. Wassalam |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Hukum pembagian harta waris dalam agama Islam bukan sekedar perkara yang hukumnya mubah atau sunnah. Hukumnya adalah wajib dan pada dasarnya tidak boleh ditunda-tunda. Sebab menunda pembagian waris sama saja dengan menahan hak-hak para ahli waris. A. Membagi Waris Bukan Menjual Aset Namun juga perlu diluruskan beberapa pemahaman kurang tepat yang seringkali muncul di tengah masyarakat, yaitu pembagian harta waris disamakan dengan penjualan aset-aset harta waris. Dan oleh karena itu akhirnya pembagian harta waris jadi tertunda-tunda. Sebab menjual aset itu bukan perkara mudah dan tidak bisa dilakukan secara cepat. Disitulah kita sering saksikan banyak keluarga yang menunda-nunda pembagian harta waris. Karena dianggapkan membagi waris sama dengan menjual aset. Padahal keduanya tidak ada kaitannya. Membagi harta waris hanyalah sekedar menetapkan siapa pemilik dari harta selanjutnya sepeninggal pemiliknya yang sudah wafat. Membagi waris tidak harus dengan cara menjual harta apabila bukan berbentuk uang tunai. Anggaplah misalnya harta warisan itu berwujud sebuah rumah, maka sama sekali tidak perlu rumah itu dijual demi pembagian waris. Cukuplah para ahli waris memiliki rumah itu secara bersama-sama, dengan porsi kepemilikan berdasarkan bagian yang telah ditetapkan dalam hukum waris. Mari kita buat sebuah contoh kasus sederhana. Seorang laki-laki bernama A wafat meninggalkan warisan berupa rumah. Ahli warisnya cuma ada 2 orang saja, yaitu istrinya B dan satu orang anak laki-lakinya bernama C. Maka B sebagai istri mendapat 1/8 bagian dari rumah itu dan sisanya yaitu 7/8 bagian menjadi milik anaknya C. Maka ditetapkanlah bahwa rumah itu dimiliki berdua oleh B dan C dengan porsi perbandingan saham 1 :7. Secara fisik rumah itu tidak perlu dijual, cukup dimiliki bersama saja. Dan secara teknis juga tidak harus rumah itu dibelah di tengah-tengahnya dengan tembok. Karena hubungan antara B dan C adalah ibu dan anak. Mereka bisa tetap hidup serumah, apalagi misalnya C masih anak-anak yang membutuhkan asuhan dari ibunya. Sangat dimungkinkan bahwa ibu dan anaknya untuk menempati rumah secara bersama-sama. Yang penting harus ditetapkan dengan pasti bahwa hak si ibu atas rumah itu cuma 1/8 bagian saja. Sisanya yang 7/8 bagian adalah hak si anak. Dan rumah yang mereka tempati tidak perlu dijual kepada orang lain. Pembagian waris cukup lewat penetapan bagian masing-masing dan besaran nilai sahamnya, tidak perlu sampai menjual rumah. B. Sebagian Ahli Waris Ingin Menjual dan Sebagian Tidak Karena membagi waris itu tidak sama dengan menjual aset waris, maka kita sejak awal sudah memisahkan antara membagi waris dengan menjual aset. Sebutlah misalnya seorang suami wafat meninggalkan warisan berupa rumah. Ahli warisnya adalah istri, 3 anak laki dan 1 anak perempuan. Semua anak sudah menikah dan punya rumah masing-masing. Dalam hal ini istri mendapatkan 1/8 bagian dari kepemilikan rumah. Anak-anak mendapat sisanya yaitu 7/8 dengan komposisi tiap anak laki mendapat bagian dua kali lipat dari anak perempuan. Maka tiap anak laki mendapat 2/8 dan seorang anak perempuan mendapat 1/8. Rumah belum dijual karena memang belum ada yang mau membeli. Bila salah satu ahli waris itu ada yang uang dan ingin menjual rumah itu, maka dia harus mendapatkan persetujuan dari semua ahli waris. Sebab rumah itu dimiliki secara bersama-sama. Maka bila ada ahli waris yang tidak mau menjual rumah itu, tentu saja rumah itu tidak bisa dijual. Misalnya yang butuh uang dan ingin menjual bagiannya itu adalah anak perempuan, maka alternatifnya adalah menjual jatah rumah kepada sesama pemilik, yaitu kepada saudara-saudaranya atau kepada ibunya. Bisa saja jatahnya itu dibeli oleh salah seorang dari mereka, atau dibeli oleh semua dari mereka. Misalnya kakak tertua bersedia membeli jatah 1/8 bagian milik adik perempuan, maka begitu dibayarkan harga yang disepakati, jadilah bagian yang 1/8 itu menjadi milik sang pembeli yaitu kakak tertua. C. Harta Berbentuk Aset Produktif Bila harta warisan berupa aset yang produktif, maka yang dibagi cukup hasilnya saja tanpa harus menjual asetnya. Misalnya rumah itu disewakan dan ada uang masuk secara bulanan, maka antara ibu dan anaknya itu cukup dibagi saja uangnya. Kalau sebulan uang sewa masuk bersih 8 juta, maka jatah uang sewa buat ibu adalah 1 juta rupiah dan 7 juta buat anaknya. Karena anaknya masih kecil, maka ibu boleh menyimpan uang 7 juta yang menjadi hak anaknya. Tetapi tidak boleh dipakai untuk kepentingan sendiri. Uang milik anaknya itu ditabungkan dan nanti kalau anaknya sudah besar tentu harus diserahkan kepada si anak. Demikian jawaban singkat semoga bisa dipahami dan bisa bermanfaat. Amin. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc., MA |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |