![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
400 Penumpang Pesawat Mau Shalat Semua, Bagaimana Caranya? |
PERTANYAAN Assalamu'alaikum Ustadz, untuk sholat di pesawat sudah jelas sekali. Yang menjadi pertanyaan kemudian bila semua penumpang dalam pesawat adalah muslim. Misalnya ada pesawat yang membawa jamaah haji atau umroh. Kira-kira penumpangnya 400-an orang. Sementara tempat shalat untuk berdiri hanya 2 orang, maka akan terdapat 200 antrian untuk shalat. Apakah shalat dengan duduk di kursi belum bisa dijadikan alternatif? Apakah lebih baik bersabar dengan antri tadi? Mohon penjelasannya Wassalamu'alaikum |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa shalat fardhu lima waktu itu pada dasarnya tidak sah kalau dikerjakan tanpa berdiri, ruku' dan sujud yang sempura. Sebab Rasulullah SAW meski terbiasa shalat sunnah di atas unta, namun untuk shalat fardhu beliau SAW selalu turun dari untanya. Tujuannya tentu karena shalat fardhu itu tidak sah dikerjakan sambil duduk, selama masih dimungkinkan untuk berdiri. Demikian pula di dalam pesawat, selama masih mungkin dikerjakan dengan berdiri walau pun menurut Anda harus antri, tetap harus dikerjakan. Dan pada dasarnya kalau diatur sedemikian rupa, lalu dijalankan dengan benar sesuai ketentuan, shalat di atas pesawat tetap masuk akal dan logis untuk dikerjakan. Dengan jumlah penumpang muslim semua yang mencapai jumlah 400 orang sekalipun, shalat masih sangat mungkin untuk dikerjakan. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan : 1. Tidak Semua Shalat Harus Dikerjakan di Pesawat Pada dasarnya selama masih memungkinkan untuk melakukan shalat di darat, seperti di bandara, maka harus dilakukan. Sebab akan jauh lebih utama hukum shalat di darat ketimbang shalat di atas pesawat. Alasannya, karena shalat di darat sudah pasti sah, lantaran benar-benar memenuhi semua syarat dan rukun shalat. Tidak akan ada syak atau keraguan kalau dibandingkan dengan shalat di atas pesawat. Maka tidak perlu ke-400 penumpang itu mengerjakan semua shalat lima waktu di atas pesawat, cukup kerjakan shalat tertentu yang memang terpaksa saja untuk dilakukan. Sedangkan shalat yang masih mungkin dikerjakan di darat, ataupun yang bisa dijama' taqdim / ta'khir, lakukan di darat. Contoh shalat yang tidak bisa dijama' di darat adalah shalat shubuh. Maka lakukan shalat shubuh saja. Kalau shalat Dzhuhur dan Ashar masih mungkin dikerjakan di salah satu dari kedua waktunya di darat, maka upayakan untuk dikerjakan di darat. 2. Optimalisasi Menjamak Shalat Kalau pun shalat Dzhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya' terpaksa harus dilakukan di atas pesawat, optimalkan saja fasilitas keringanan untuk menjama' shalat. Sehingga tidak perlu mengerjakan shalat tiap waktu. Shalat Dzhuhur dan Ashar bisa dikerjakan dalam satu waktu secara berurutan. Demikian juga shalat Maghrib dan Isya' juga bisa dilakukan dengan cara yang sama. Maka jumlah waktu shalat sudah berkurang dari lima waktu hanya menjadi tiga waktu. Maka kekhawatiran akan terjadinya antrian panjang menjadi kurang realistis. Sebab jumlah shalat yang harus dikerjakan sudah jauh berkurang. 3. Rentang Waktu Shalat Dua Kali Lipat Dengan dioptimalkannya shalat yang dijamak, maka rentang kebolehan untuk mengerjakan shalat bisa lebih panjang dan lama. Dua shalat yang dijama' itu secara bebas boleh dikerjakan secara taqdim atau ta'khir. Keduanya boleh dikerjakan di waktu Dzhuhur atau di waktu Ashar, yang mana saja suka-suka. Maka dengan semakin panjangnya durasi waktu shalat, tidak akan ada ketakutan yang tidak berdasar, bahwa akan terjadi antrean panjang. 4. Shalat Tidak Harus Dilakukan Serentak Pesawat yang berpenumpang 400 orang lebih itu sebenarnya juga punya toilet yang jumlahnya terbatas. Namun karena bisa dipakai bergantian, tidak perlu ada antrian panjang. Demikian juga dengan shalat, tidak perlu dilakukan secara serentak berjamaah bersama-sama. Shalat itu bisa dilakukan sendiri-sendiri atau berdua-berdua. Dan silakan dilakukan secara bergantian, sebagaimana kita bergantian menggunakan toilet. Kalau pun ada antrean, tidak harus berdiri macam antri sembako, apalagi rebutan. Cukup ada koordinator yang mengatur jadlwa shalat masing-masing penumpang. Yang sudah shalat kembali ke kursi masing-masing dan memanggil temannya yang duduk pada kursi berikutnya. Jadi kalau pun antri, tidak berdiri tetapi tetap duduk di kursi masing-masing. Begitu sudah tidak gilirannya, akan ada panggilan. Asalkan pandai mengaturnya, apa sih yang tidak bisa dilakukan? 5. Tidak Perlu Memperpanjang Durasi Shalat Ketika shalat dilakukan di atas pesawat, tentu tidak perlu kita berlama-lama melakukannya. Asalkan syarat dan rukunnya sudah terpenuhi dan shalatnya sudah sah, maka cukuplah sudah. Namanya shalat sekedar menggugurkan kewajiban, tidak perlu kita berlama-lama melakukannya. Tidak usah baca surat Al-Baqarah atau Yasin, cukup baca Qulya atau Qulhu. Apalagi dengan adanya faslitas qashar, dimana shalat yang aslinya empat rakaat boleh dipotong hanya tinggal dua saja, tentu durasi shalat bisa lebih diringkas. Jadi kalau pun ada antrean, tidak perlu terlalu lama antrinya. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc., MA |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |