Kemenag RI 2019:Dalam hati mereka ada penyakit, ) lalu Allah menambah penyakitnya dan mereka mendapat azab yang sangat pedih karena mereka selalu berdusta. Prof. Quraish Shihab:
Dalam hati mereka (ada) penyakit, maka Allah menambah (penyebab) penyakit mereka; dan bagi mereka siksa yang sangat pedih, disebabkan mereka dahulu selalu berdusta.
Prof. HAMKA:
Di dalam hati mereka ada penyakit maka menambahlah Allah akan penyakit {lain). Dan, untuk mereka adalah adzab yang pedih dari sebab mereka telah berdusta.
Qulub dalam qulibihim (قلوبهم) adalah bentuk jama' dari qalb (قلب), yang dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan agak berbeda menjadi 'hati'. Padahal secara makna harfiyah dalam ilmu faal tubuh manusia, qalb itu bukan hati tetapi jantung. Sedangkan secara biologis, organ hati kita di dalam tubuh itu dinamakan dengan kabid dalam bahasa Arab atau liver dalam bahasa Inggris.
Lalu bagaimana sampai bisa terjadi pergeseran makna dari jantung menjadi hati?
Ada banyak analisa, tapi salah satunya yang patut dicurigai adalah gara-gara kasus penyingkatan kata. Boleh jadi pada awalnya kata qalb itu diartikan masih seusai aslinya yaitu 'jantung'. Namun bisa jadi disesuaikan dengan rasa bahasa menjadi jantung hati. Ungkapan 'jantung hati' ini lazim kita temukan dalam bahasa sastra di Indonesia. Engkau adalah pujaanku dan engkau adalah 'jantung hatiku'.
Padahal seharusnya cukup disebut dengan 'jantung' saja. Sehingga menjadi ungkapan 'Engkau adalah jantungku', begitu semestinya. Namun boleh jadi karena terbiasa dan terasa lebih enak, orang-orang lalu menyebutnya menjadi 'jantung hati'.
Kemudian mungkin karena agak ribet harus mengucapkan dua kata, mulai terjadilah penyingkatan. Tapi alih-alih menyebut 'jantung', justru yang disebut malah 'hati' saja. Dan pada akhirnya berubah makna, al-qalbu menjadi 'hati'. Itu sekedar analisa seadanya, belum tentu benar juga.
Padahal kalau kita perhatikan dalam bahasa Inggris misalnya, 'hati' itu mereka sebut dengan sesuai yaitu heart yang artinya jantung. Lambang perasaan cinta berupa gambar jantung yang tertusuk dan tertancap anak panah itu jelas-jelas menggambarkan bahwa cinta itu urusan jantung dan bukan urusan hati.
Namun lepas dari bagaimana penerjemahan qalb menjadi hati atau jantung, yang jelas makna qalb di dalam ayat ini dan juga umumnya di dalam Al-Quran atau teks hadits bukanlah maknanya secara biologis. Qalb selalu disebut untuk melambangkan jiwa, diri, batin, atau pikiran seseorang. Jadi kalau mau diterjemahkan lebih objektif, bukan 'dalam hati mereka ada penyakit', namun menjadi : 'dalam jiwa mereka ada penyakit'.
Tidak salah kalau kalimat 'berniat di dalam hati' itu kita ungkapkan dengan cara berbeda menjadi 'berniat di dalam batin' atau 'berniat di dalam jiwa', atau 'berniat di dalam pikiran'.
Namun penggunaan lafadz qalb untuk mewakili diri, batin, jiwa ataupun pemikiran adalah hal yang lazim di dalam Al-Quran. Dan kita temukan dalam banyak ayat dengan makna demikian. Justru hampir tidak ada yang maknanya sebagai organ di dalam tubuh yang berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
مَرَضٌ
Arti kata maradh (مرض) itu penyakit secara fisik, namun ketika dikaitkan dengan jantung atau hati secara simbolis, maka penyakit ini jelas maksudnya bukan penyakit jantung secara ilmu kedokteran. Bukan heart attack atau serangan jantung akibat penyempitan pembuluh darah, sehingga dilakukan tindakan bypass dengan memasang ring.
Penyakit yang dimaksud tentu saja penyakit hati secara bukan biologis.
Keraguan : Ibnu Jarir meriwayatkan dari Qatadah dan Said bin Jubair meriawayatkan dari Ibnu Abbas abahwa yang dimaksud dengan penyakit di dalam hati adalah keraguan dan rasa syak dalam beriman kepada Allah SWT.
Riya' : Ikrimah dan Thawus mengatakan bahwa penyakit itu adalah riya' dalam arti suka dan ingin mempertontonkan keimanan mereka, padahal tidak beriman.
Kemunafikan : Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa penyakit hati itu adalah nifaq atau kemunafikan.
فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
Makna zaada (زاد) adalah menambahi atau bertambah. Dalam hal ini Allah SWT menambahkan penyakit yang sudah ada sebelumnya dengan penyakit yang baru namun penyakitnya sama. Sehingga penyakit itu berlapis atau bertumpuk-tumpuk.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa penyakit hati yang dimaksud adalah keragu-raguan dalam hati atas keimanan kepada Allah atau keimanan kepada risalah Nabi Muhammad SAW. Maka dengan ditambahkannya penyakit keraguan dalam hati mereka, jadi semakin bertambah parah rasa ragu di dalam jiwa mereka, lebih dari sekedar ragu tapi sudah sampai ke tingkat sama sekali tidak beriman.
Keadaan seperti ini juga terjadi kepada orang beriman, dimana keimanan mereka ditambahkan oleh Allah SWT. Dan sebaliknya orang kafir atau munafik itu Allah SWT tambahkan keraguan dalam hati mereka. Allah SWT berfirman tentang penambahan ini ;
Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir. (QS. At-Taubah : 125)
Adapun penjelasan bagaimana keimanan orang beriman bertambah dan keraguan orang munafik juga bertambah, kaitannya dengan turunnya ayat-ayat Al-Quran. Dalam kasus orang beriman, setiap kali turun suatu ayat baru, maka keimanan mereka bertambah lagi, setidaknya jumlah ayat yang diimani jadi bertambah.
Sebaliknya bukan orang kafir atau munafik, bertambahnya keraguan dan penyakit hati mereka juga dengan semakin banyak turunnya ayat. Setiap ada ayat yang turun, bertambahlah keraguan dalam hati mereka. Setidaknya jumlah ayat yang mereka ingkari jadi semakin banyak.