Jilid : 3 Juz : 2 | Al-Baqarah : 148
Al-Baqarah 2 : 148
Mushaf Madinah | hal. 23 | Mushaf Kemenag RI

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Kemenag RI 2019 : Bagi setiap umat ada kiblat yang dia menghadap ke arahnya. Maka, berlomba-lombalah kamu dalam berbagai kebajikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Prof. Quraish Shihab : Bagi setiap umat ada kiblatnya yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebajikan-kebajikan. Di mana saja kamu berada, (pasti) Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Prof. HAMKA : Dan bagi tiap-tiapnya itu satu tujuan yang dia hadapi. Sebab itu, berlomba-lombalah kamu pada serba kebaikan. Di mana saja kamu berada niscaya akan dikumpulkan Allah kamu sekalian. Sesungguhnya, Allah atas tiap-tiap sesuatu Maha kuasa.

Lafazh wa-li-kullin (وَلِكُلٍّ) terdiri dari beberapa partikel. Yang pertama huruf waw (و) yang artinya : “Dan”. Huruf waw ini disebut wawul-‘athaf yang menunjukkan bahwa ayat ini punya keterkaitan dengan ayat sebelumnya. Yang kedua huruf lam (لِ) yang artinya : “bagi” atau “untuk”. Yang ketiga lafazh kullin (كُلٍّ) artinya : “semua” atau “tiap-tiap”.

Kebanyakan ulama mengatakan sebagainya ada kata lain yang dihapus setelah kata kullin, taqdirnya adalah ahli millatin (أَهْلِ مِلّةٍ) atau ahli dinin (أَهْلِ دِيْنٍ) yang artinya : “pemeluk agama”.

Lafazh wijhah (وِجْهَةٌ) artinya arah, maksudnya arah untuk menghadap ketika mengerjakan ibadah ritual seperti shalat.

Maka penggalan ayat ini menjelaskan bahwa setiap pemeluk agama sudah Allah SWT tetapkan kiblat masing-masing yang berbeda-beda. Sehingga tidak perlu satu agama dengan agama yang lain saling menyalahkan atau saling meributkan kiblat sesama mereka.

Lafazh huwa (هُوَ) adalah kata ganti orang ketiga yang bermakna : Dia. Dalam konteks ini menurut As-Shan’ani dalam Fathul Qadir maksudnya tidak lain adalah Allah SWT. Lafazh muwalli-ha (مُوَلِّيهَا) artinya : “yang mengarahkan” atau “yang menghadapkan”.

Maksudnya bahwa Allah SWT yang jadi penentu kiblat bagi tiap-tiap pengikut agama yang dibawa oleh ratusan ribu nabi dan rasul utusan-Nya. Dan rupanya setiap nabi diberikan arah kiblat yang saling berbeda antara satu nabi dengan nabi yang lain.

Kepada Nabi Adam alaihissalam telah diberikan arah kiblat yaitu bangunan Ka’bah yang sebelumnya didirikan oleh para malaikat, sebagaimana tertuang dalam ayat berikut :

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (QS. Ali Imran : 96)

Ka’bah memang dikenal sebagai kiblat pertama bagi umat manusia, dibangun sebelum Nabi Adam alaihissalam diturunkan ke muka bumi. Namun sebenarnya bukan kiblat pertama di alam semesta. Sebab untuk para mahluk Allah SWT yang jadi penghuni langit seperti para malaikat, sebenarnya ada kiblat tersendiri yang sudah ada terlebih dahulu yaitu Baitul Ma’mur. Informasi ini bisa kita temukan dalam tafsir Mafatih Al-Ghaib karya Fakhruddin Ar-Razi. Teksnya sebagai berikut :

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى بَعَثَ مَلَائِكَتَهُ فَقَالَ ابْنُوا لِي فِي الْأَرْضِ بَيْتًا عَلَى مِثَالِ الْبَيْتِ الْمَعْمُورِ وَأَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى مَنْ فِي الْأَرْضِ أَنْ يَطُوفُوا بِهِ كَمَا يَطُوفُ أَهْلُ السَّمَاءِ بِالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ، وَهَذَا كَانَ قَبْلَ خَلْقِ آدَمَ

Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus para malaikat-Nya seraya berfirman, “Bangunkan untuk-Ku di bumi sebuah rumah seumpama Baitul Ma’mur. Dan Allah SWT perintahkan semua makhluk di bumi untuk bertawaf mengelilinya, sebagaimana penduduk langit melakukannya di Baitul Makmur. Dan ini semua terjadi sebelum diciptakannya Nabi Adam. [1]

Selain bangunan Ka’bah di Mekkah, yang dibangun kembali oleh Nabi ‘alaihissalam sebagai kiblat umat manusia, juga ada Al-Masjid Al-Aqsha yang menurut Ibnu Asyur dalam At-Tahrir wa At-Tanwir juga dibangun oleh Nabi Ibrahim alaihissalam. Pendapatnya itu didasarkan pada hadits yang menyebutkan bahwa antara keduanya hanya terpaut empat tahun puluh saja dalam pembangunannya.[2]

عَنْ أبِي ذَرٍّ قالَ: قُلْتُ: يا رَسُولَ اللَّهِ أيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ في الأرْضِ أوَّلٌ ؟ قالَ: المَسْجِدُ الحَرامُ، قُلْتُ: ثُمَّ أيُّ ؟ قالَ: المَسْجِدُ الأقْصى، قُلْتُ: كَمْ بَيْنَهُما ؟ قالَ: أرْبَعُونَ سَنَةً

Dari Abu Dzar, dia bertanya,”Ya Rasulullah, masjid manakah yang dibangun paling awal?”. Nabi SAW menjawab,”Masjid Al-Haram”. Abu Dzar bertanya lagi,”Berapa jarak waktu pembanguan antara keduanya?”. Beliau SAW menjawab,”Empat puluh tahun”. (HR. Bukhari dan Muslim)[3]

Namun dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Al-Masjid Al-Aqsha baru dibangun oleh cucu Nabi Ibrahim yaitu Nabi Yaqub alaihissalam.[4] Dan sejak itu anak keturunannya yaitu Bani Israil menjadikan Al-Masjid Al-Aqsha sebagai kiblat untuk semua nabi yang lahir dari keturunan mereka.

Kalau dihitung sampai ke era kenabian Muhammad SAW, maka rentang waktunya cukup lama yaitu sekitar 26 abad lamanya.

 

[1] Fakhruddin Ar-Razi (w. 606 H), Mafatih Al-Ghaib, jilid 8 hal. 296

[2] Thahir Ibnu Asyur (w. 1393 H), At-Tahrir wa At-Tanwir (Tunis, Darut-Tunisiyah li An-Nasyr, Cet-1, 1984), jilid 15 hal. 16

[3] Muslim (w. 261 H), Al-Jami’ Ash-Shahih (Shahih Muslim), (Turki, Daru Ath-Thiba’ah Al-‘Amirah, 1334 H)ilid 2 hal. 63

[4] Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, (Daru Hijrah li Ath-Thiba’ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi’ wa Al-I’lan, Cet. 1, 1418 H – 1997 M), jilid 3 hal. 476

Al-Baqarah : 148

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 30-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:51 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:50 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia