Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam. Orang-orang yang telah diberi kitab tidak berselisih, kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Siapa yang kufur terhadap ayatayat Allah, sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan(-Nya)
Prof. Quraish Shihab :
Sesungguhnya agama (yang disyariatkan) di sisi Allah adalah Islam. Tidak berselisih orang-orang yang telah diberi al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
Prof. HAMKA :
Sesungguhnya, yang agama di sisi Allah ialah Islam. Akan tetapi, tidaklah berselisih orang-orang yang diberi Kitab itu melainkan sesudah didatangkan kepada mereka ilmu, lantaran pelanggaran batas di antara mereka. Dan, barangsiapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah adalah amat cepat perhitungan-Nya.
Lafazh ad-diin (الدِّينَ) biasanya diterjemahkan menjadi agama, namun ternyata selain ad-din, yang biasa juga diterjemahkan menjadi agama adalah millah (مِلَّة), sebagaimana yang tertuang di ayat berikut :
Millah adalah nama untuk apa yang Allah syariatkan bagi hamba-Nya yang tertuang dalam kitab-kitab-Nya dan lewat lisan para utusan-Nya.
Dalam hal ini Al-Quran memposisikan istilah millah itu setara dengan istilah syariah. Sedangkan istilah “din” menurutnya adalah apa yang dikerjakan oleh hamba atas apa yang Allah SWT perintahkan.
وَالدِّينُ مَا فَعَلَهُ الْعِبَادُ عَنْ أَمْرِهِ
Din adalah apa-apa yang dilaksanakan oleh para hamba atas apa yang Allah SWT perintahkan.
Lafazh ‘indallah (عِنْدَ اللَّهِ) maknanya adalah di sisi Allah. Sedangkan lafazh al-islam (الْإِسْلَامُ) secara bahasa punya banyak makna, di antaranya berserah diri, tunduk dan patuh, sebagaimana firman Allah SWT dalam ayat berikut :
Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". (QS. Al-Baqarah : 131)
Namun yang dimaksud dengan kata al-islam di ayat ini adalah nama sebuah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Pemeluknya disebut dengan muslimin, sebagaimana firman Allah SWT :
Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini. (QS. Al-Hajj : 78)
Kalau agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW itu disebut Islam, lantas agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul sebelumnya itu apa namanya?
Pertanyaan ini menarik untuk didiskusikan dengan hati-hati, sebab kalau tidak, maka akan terjadi kerancuan bahkan kebingungan. Sebenarnya secara prinsipnya semua nabi dan rasul itu membawa agama Islam juga, sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Namun di masa mereka masing-masing, memang tidak sampai secara spesifik disebut dengan agama Islam, tapi cukup disebut dengan agama Allah saja. Mereka yang ikut ajaran para nabi dan rasul itu biasanya disebut dengan orang-orang yang beriman.
Lalu ketika sampai di masa kenabian Muhammad SAW, orang-orang memeluk ajaran para nabi dan rasul di masa lalu hanya terbatas pada umat Nabi Musa dan Nabi Isa alaihimassalam. Dan mereka sering disebut dengan istilah ahli kitab.
Khusus mereka yang mengikuti ajaran Nabi Musa sering disebut di dalam Al-Quran sebagai Bani Israil, sebagai panggilan yang memuliakan. Karena Israil itu sendiri nama seorang nabi yaitu Nabi Ya’qub alaihissalam. Terkadang Allah SWT menyebut mereka sebagai (الذين هادوا) yang artinya orang-orang yang mendapat petunjuk. Namun kalau Al-Quran lagi menceritakan kebejatan mereka, panggilannya berubah menjadi al-yahud (اليهود) atau yahudi (يهودي).
Sebenarnya kata yahudi ini bukan nama resmi sebuah agama, melainkan nama ras atau nama suatu kaum. Begitu juga sebutan nashara (النصارى) itu sebenarnya nama suatu kaum, yaitu mereka yang menjadi pengikut agama yang dibawa oleh Nabi Isa. Kata nashara bukan nama resmi suatu agama.
Namun yang patut kita ketahui bahwa di masa lalu yaitu era sebelum kenabian Muhammad SAW, Allah SWT menurunkan agamanya secara terkotak-kotak berdasarkan masing-masing kaum. Nabinya dipastikan dari kaum tersebut, sebagaimana kitab sucinya diturunkan dengan menggunakan bahasa kaum tersebut.
Maka ketika kita menyebut yahudi, sebenarnya itu bukan nama agama mereka, tetapi yahudi itu nama kaum itu, sedangkan agamanya tentu saja agama Allah, yang secara teori bisa disebut dengan agama Islam.
Sama juga ketika kita menyebut nasrani, sebenarnya itu bukan nama agama mereka. Tetapi sebutan nasrani itu adalah sebutan untuk nama suatu kaum. Agama yang mereka anut di masa itu tentu saja agama yang Allah SWT turunkan lewat nabi mereka. Tentu saja agama itu adalah agama Islam.
Maka pada dasarnya tidak keliru kalau kita katakan bahwa orang yahudi yang beriman kepada kenabian Musa di masanya adalah orang-orang Islam. Mereka mendapatkan keridhaan dari Allah SWT.
Begitu juga tidak keliru kalau kita katakan bahwa orang-orang nasrani yang beriman kepada ajaran Nabi Isa di masanya adalah orang-orang Islam juga. Mereka mendapatkan keridhaan dari Allah SWT.
Dan ketika orang-orang Arab di masa kenabian Muhammad SAW pada menjadi pengikutnya, maka mereka pun disebut orang-orang Islam.
Tetapi orang yahudi dan nasrani, ketika mereka hidup dan bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak mau menjadi pengikutnya, resmilah mereka dianggap bukan orang Islam, bukan muslim alias kafir.
Maka penggalan ayat ini sudah benar, ketika menyebutkan bahwa agama yang diakui di sisi Allah adalah agama Islam, yaitu agama yang dibawa oleh Muhammad SAW.
وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
Lafazh wa makhtalafa (وَمَا اخْتَلَفَ) artinya : dan tidaklah mereka berselisih. Perselisihan demi perselisihan kerap terjadi, sehingga ujung-ujungnya mereka pun terpecah belah. Saling mengkafirkan satu dengan yang lain, sebagaimana firman Allah SWT :
Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. (QS. Al-Baqarah : 113)
Mereka yang disebutkan berpecah-belah adalah alladzina utul-kitab (الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ), maknanya mereka yang diberikan kitab suci dan mereka adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Sebenarnya semua umat di masa para nabi terdahulu pastinya mendapatkan kitab suci samawi dari Allah SWT. Namun yang bertemu dengan Nabi Muhammad SAW adalah orang-orang yahudi dan orang-orang nasrani.
Kalau maksudnya memang Yahudi dan Nasrani, kenapa Al-Quran tidak langsung saja menyebut Yahudi dan Nasrani? Kenapa malah disebut sebagai ahli kitab? Apa sisi penting yang perlu diketahui?
Penyebutkan Yahudi dan Nasrani sebagai ahli kitab di dalam Al-Quran adalah penyebutan yang bersifat menghargai serta memberikan nilai positif dan baik bagi mereka. Alasannya karena tidak semua bangsa diberi kebanggaan menerima kitab suci samawi. Nenek moyang kita di nusantara ini, tidak ada satupun dari mereka yang mendapatkan turunnya kitab suci samawi.
Namun meski sudah mendapat kitab suci samawi yang seharusnya dijadikan petunjuk, ternyata mereka malah berselisih dan saling berpecah belah. Bahkan orang yahudi mengkafirkan orang nasrani, sebagaimana orang nasrani juga mengkafirkan orang yahudi. Lebih dari itu, dengan sesama Yahudi pun mereka saling berbantahan, begitu juga dengan sesama Nasrani pun saling mencemooh.
Lafazh illa mim-ba’di (إِلَّا مِنْ بَعْدِ) makna : kecuali setelah, sedangkan makna maa jaa-ahum al-‘ilm (مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ) artinya : datangnya ilmu atau pengetahuan kepada mereka.
Yang dimaksud dengan ilmu atau pengetahuan disini maksudnya adalah bukti-bukti yang nyata terkait turunnya wahyu dan risalah dari langit. Kekafiran mereka bukan karena Allah SWT tidak menurunkan wahyu kepada mereka, tetapi karena mereka yang berpecah-belah dan berseteru dengan sesama mereka sendiri.
Lafazh baghyan bainahum (بَغْيًا بَيْنَهُمْ) artinya karena ada kedengkian di antara mereka. Buya HAMKA menerjemahkan baghyan sebagai pelanggaran batas. Maksudnya perpecahan yang melanda mereka telah membawa mereka kepada kekafiran.
Rupanya Allah SWT menegaskan bahwa penyebab perselisihan yang merebak di antara semua pemeluk agama bukan karena tidak adanya petunjuk dari Allah SWT. Petunjuk dari Allah SWT sudah ada dan teramat jelas. Namun tetap saja mereka berselisih yang lebih karena disebabkan oleh perseteruan yang ada di tengah mereka.
Perang-perang besar antar berbahagai agama dan antara berbagai paham aliran dan sekte-sekte dalam satu agam sudah terjadi. Orang-orang Yahudi sejak awal sudah saling berseteru dengan orang-orang Nasrani, padahal mereka sama-sama menyembah Tuhan yang sama.
Dalam sejarah terdapat beberapa peristiwa dimana konflik terjadi antara komunitas Yahudi dan Nasrani. Pada awal munculnya agama Kristen, hubungan antara umat Nasrani dan Yahudi kadang-kadang tegang. Umat Kristen awal sering kali terdiri dari orang-orang Yahudi yang menerima Yesus sebagai Mesias, tetapi perbedaan teologis dan keyakinan mengenai identitas Mesias menyebabkan pertentangan dengan penganut tradisi Yahudi yang tidak menerima Yesus sebagai Mesias.
Perbedaan ini menjadi semakin jelas seiring perkembangan teologi Kristen, yang mengakui bahwa agama baru ini tidak hanya terbatas pada masyarakat Yahudi, tetapi juga terbuka untuk non-Yahudi.
Sebagai contoh apa yang disebut dengan Pemberontakan Yahudi-Romawi (66-73 M). Pemberontakan meletus di Provinsi Yudea sebagai tanggapan terhadap penindasan dan perampasan yang dilakukan oleh Kekaisaran Romawi. Pemberontakan tersebut melibatkan pertempuran sengit di seluruh wilayah, termasuk pengepungan Yerusalem.
Pada tahun 70 M, pasukan Romawi di bawah kepemimpinan Titus berhasil menaklukkan Yerusalem dan menghancurkan Bait Suci Kedua. Ini menjadi kekalahan besar bagi komunitas Yahudi dan memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan agama Yahudi dan Nasrani.
Pertentangan bukan hanya terjadi antara Yahudi dan Nasrani, namun di dalam sesama agama yang sama pun terjadi juga pertikaian antara sesama sekte.
Gereja-gereja di dunia sejak lama sudah terpecah menjadi beberapa denominasi utama seperti Gereja Katolik Roma, Gereja Anglikan di Inggris, Gereja Koptik di Mesir dan pecahan-pecahan gereja lainnya. Sejumlah peristiwa sejarah dan perbedaan doktrin yang memunculkan pemahaman agama dan praktik ibadah yang berbeda.
Pemisahan antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur (Byzantium) mencapai puncaknya pada tahun 1054, dikenal sebagai Skisma Besar. Pada saat itu, terdapat perselisihan teologis dan kepausan antara kedua gereja. Salah satu kontroversi terbesar adalah penggunaan frasa "Filioque" dalam Nicene Creed (Simbol Iman).
Gereja Katolik Roma menambahkan kata tersebut, menyatakan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra, sedangkan Gereja Ortodoks Timur hanya mengakui bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa. Skisma Besar memunculkan perpecahan antara Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks, yang masih berlangsung hingga saat ini.
Para abad ke-16 terjadi Reformasi Protestan yang dimulai oleh Martin Luther. Peristiwa itu menyebabkan pecahnya Gereja Katolik di Eropa Barat. Para reformator seperti Luther, John Calvin, dan Ulrich Zwingli menentang beberapa praktik dan ajaran Gereja Katolik, menyebabkan terbentuknya gereja-gereja Protestan yang memperoleh otonomi dari otoritas kepausan. Perpecahan ini menghasilkan denominasi-denominasi seperti Lutheran, Calvinist, dan banyak lagi.
Gereja Anglikan di Inggris pada abad ke-16 kemudian juga memisahkan diri. Konon semua dipicu dari peristiwa dimana Raja Henry VIII ingin menceraikan istri pertamanya, tetapi Paus tidak memberikan izin. Sebagai tanggapan, Raja Henry VIII memproklamirkan Kepala Gereja Inggris dan mendirikan Gereja Inggris yang merdeka dari otoritas kepausan pada tahun 1534.
Gereja Anglikan kemudian menggabungkan elemen-elemen Katolik dan Protestan dalam doktrin dan tata ibadahnya.
Sedangkan di Mesir, Gereja Koptik di Mesir dalam peristiwa Skisma Kalsedonia pada tahun 451 M memicu pemisahan antara Gereja Koptik dan Gereja Katolik serta Ortodoks. Skisma tersebut terkait dengan konflik teologis mengenai pengakuan dua sifat Yesus Kristus. Gereja Katolik dan Ortodoks menerima Konsili Kalsedonia dan mempercayai kedua sifat tersebut, sedangkan Gereja Koptik menolak dan mempertahankan pandangan Monofisit, yaitu mengakui hanya satu sifat dalam Kristus.
Selain pemisahan utama di atas, terdapat pula berbagai denominasi dan aliran Kristen lainnya yang bermunculan sepanjang sejarah, baik karena perbedaan teologis, politik, atau budaya. Contohnya adalah gereja-gereja denominasi Protestan yang beragam, seperti Baptis, Metodis, Presbiterian, dan lain-lain. Pemisahan ini mencerminkan keragaman dalam pemahaman teologi, tata ibadah, dan struktur gerejawi dalam komunitas Kristen di seluruh dunia.
وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ
Lafazh waman-yakfur (وَمَنْ يَكْفُرْ) bermakna : dan orang yang mengingkari, sedangkan lafazh bi-ayaatillah (بِآيَاتِ اللَّهِ) artinya dengan ayat-ayat Allah, yaitu Al-Quran.
Dalam hal ini Allah SWT hanya menyebut bahwa mereka mengingkari hanya beberapa ayat saja, tidak sampai seluruh Al-Quran. Namun tetap saja ingkar kepada beberapa ayat sudah termasuk dianggap ingkar kepada Al-Quran secara keseluruhan.
Kita tidak boleh mengimani sebagian Al-Quran dan mengingkari sebagian yang lain. Allah SWT telah menegaskan :
Apakah kamu beriman pada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar pada sebagian (yang lain)? (QS. Al-Baqarah : 85).
فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Lafazh sarii’ (سَرِيعُ) artinya sangat cepat, sedangkan lafazh al-hisab (الْحِسَابِ) artinya adalah perhitungan. Maksudnya bahwa Allah SWT itu akan menghisab seluruh amal manusia, setidaknya sejak terhitung masuk usia baligh hingga detik-detik akhir dari kehidupannya di dunia ini. Dan untuk itu, hisab Allah SWT sangat cepat.
Lalu timbul sebuah pertanyaan yang sedikit menggelitik : apa yang dimaksud dengan Allah SWT itu amat cepat hisabnya? Apakah berarti Allah SWT terburu-buru dalam perhitungannya?
Ada beberapa penafsiran para ulama yang berbeda-beda. Sebagian mengatakan yang dimaksud sangat cepat hisabnya adalah Allah SWT tidak butuh waktu untuk menerima amalan hamba-Nya. Segala amal baik yang dilakukan hamba itu tidak akan disia-siakan barang sedetik pun. Segera saja apa yang dimintakan itu dikabulkan oleh Allah SWT.
Penafsiran semacam ini tentu menimbulkan tanda tanya, bukankah banyak permintaan hamba yang tidak dikabulkan oleh Allah SWT? Bahkan banyak doa para nabi utusan Allah yang lama sekali tidak dikabulkan.
Jawabannya sederhana saja, bahwa yang cepat itu bukan dikabulkannya, melainkan hisabnya. Dan hisab itu bukan pengabulan doa melainkan proses diterimanya amalan-amalan hamba yang banyak dan bervariasi antara yang besar dan yang kecil.
Fakhruddin Ar-Razi menjelaskan bahwa kecepatan dalam perhitungan hisab hamba-Nya itu menunjukkan bahwa kemampuan yang luar biasa dalam menghitung amalan hamba-hamba Allah SWT namun juga perhitungannya sangat akurat.
Apa yang dijelaskan oleh penyusun kitab tafsir Mafatih Al-Ghaib ini barangkali bisa kita jelaskan dengan perumpamaan di zaman modern, yaitu cara bekerjanya mega komputer yang mampu melakukan kalkulasi dengan cepat dan singkat atas sekian juta yang berserakan dan tidak pernah berhenti mendapatkan suplai data terbaru.
Pastinya super komputer dengan kapasitas yang amat besar dan biasanya dikategorikan sebagai komputer super cepat dalam melakukan processing atau pengolahan dana. Komputer seperti itu dijuluki komputer super cepat. Sangat tepat dalam menggambarkan bahwa Allah SWT menghitung dengan sangat cepat, ibarat komputer super cepat.
Secara keseluruhan, makna penggalan ini bahwa orang-orang yang tidak mau menerima Al-Quran sebagai kitab suci, maka nanti akan disiksa di neraka berdasarkan hisab amal-amalnya.