FIKRAH

Sunahkah Mengumandangkan Adzan Saat Menguburkan Jenazah?

Sunahkah Mengumandangkan Adzan Saat Menguburkan Jenazah?

by. Faisal Reza
Pemasalahan ini adalah masalah khilafiyah dan Sependek pencarian saya tentang masalah ini, para ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali menyatakan ketidaksunahannya namun Sebagian ulama dari kalangan Syafi’iyah ada yang menghukuminya sebagai perbuatan yang disunahkan Hanya saja pendapat ini lemah.

Para ulama sepakat bahwa mengumandangkan adzan adalah syiar Islam yang disyariatkan Allah SAW di saat datangnya waktu shalat wajib 5 waktu. Mereka berdalil dengan hadits Nabi SAW :

إذا حضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم وليؤمكم أكبركم

Jika telah datang waktu shalat maka salah seorang dari kalian kumandangkanlah adzan dan hendaknya seorang yang lebih tua diantara kalian menjadi imam.[1]

Namun bagaimana hukumnya jika mengumandangkannya ketika menguburkan jenazah?. Berikut sedikit dari yang saya ketahui tentang hukum adzan di saat menguburkan jenazah apakah disunahkan atau tidak?

Pemasalahan ini adalah masalah khilafiyah dan sependek pencarian saya tentang masalah ini, para ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali menyatakan ketidaksunahannya, bahkan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (w 974 H) secara gamblang menyatakannya sebagai perbuatan bid’ah

Tentu maksudnya bukan bid’ah yang sesat. Karena beliau ketika menulis bid’ah yang sesat akan menggabungkan kata bid‘ah tersebut dengan kata munkarah atau madzmumah. Bid’ah yang dimaksud disini adalah perbuatan yang tidak pernah dilakukan Rasulullah SAW . Sebagian ulama dari kalangan Syafi’iyah ada yang menghukuminya sebagai perbuatan yang disunahkan, hanya saja pendapat ini lemah. Al-Hafidz Syamsuddin al-Hamawi Asy-Syafii (w 1033 H) termasuk diantara yang mensunahkannya sebagaimana yang dinukilkan oleh Syekh Al-Muhibbi (w 1111 H) dalam kitabnya, Khulashatu al-Atsar. Untuk lebih jelasnya mari kita telusuri teks-teks dari kitab-kitabnya langsung.

A. Pendapat Yang Tidak Mensunahkan

1. Mazhab Hanafi

Ibnu Abdin (w. 1252 H) salah satu ulama mazhab Hanafi di dalam kitabnya Radd Al-Muhtar ‘ala Ad-Dur Al-Mukhtar menuliskan sebagai berikut :

أنه لا يسن الاذان عند إدخال الميت في قبره كما هو المعتاد الآن، وقد صرح ابن حجر في فتاويه بأنه بدعة.

Tidak dianjurkan mengumandangkan adzan ketika memasukkan mayit ke dalam kuburnya sebagaimana yang biasa dilakukan sekarang. Bahkan Ibnu Hajar menegaskan dalam kumpulan fatwanya bahwa hal itu bid’ah.[2]

2. Mazhab Maliki

Ibnu Abdil Barr (w. 463 H) salah satu ulama mazhab Maliki dalam kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah menuliskan sebagai berikut :

ولا أذان إلا للمكتوبة ولا يؤذن لنافلة ولا لصلاة مسنونة ولا لصلاة المكتوبة فائتة تقضي في غير وقتها

Tidak ada adzan selain shalat wajib lima waktu, tidak pula dibolehkan mengumandangkan adzan untuk shalat sunah begitu pula shalat wajib lima waktu yang luput atau berlalu dan di qadha bukan pada waktu yang telah ditentukan.[3]

Al-Hatthab ar-Ru’aini (w. 954 H) salah satu ulama mazhab Maliki dalam kitab Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar asy-Syaikh al-Khalil menuliskan sebagai berikut :

وفي فتاوى الأصبحي هل ورد في الأذان والإقامة عند إدخال الميت القبر خبر فالجواب لا أعلم فيه ورود خبر ولا أثر إلا ما يحكى عن بعض المتأخرين ولعله مقيس على استحباب الأذان والإقامة في أذن المولود فإن الولادة أول الخروج إلى الدنيا وهذا أول الخروج منها وهذا فيه ضعف فإن مثل هذا لا يثبت إلا توفيقا

Dalam fatwa-fatwanya Al-Asbahi ada pertanyaan tentang Apakah terdapat khabar (hadis) dalam masalah adzan dan iqamat saat memasukkan mayit ke kubur? Jawab: Saya tidak mengetahui adanya hadis maupun atsar dalam hal ini kecuali apa yang diceritakan dari sebagian ulama mutaakhir (belakangan). Barangkali dianalogikan dengan anjuran adzan dan iqamah di telinga bayi yang baru lahir, Karena kelahiran adalah awal keluar ke dunia, sementara ini (kematian) adalah awal keluar dari dunia, namun ada yang lemah dalam hal ini. Karena kasus semacam ini (adzan ketika memakamkan jenazah), tidak bisa dijadikan pegangan kecuali jika ada dalil shahih.[4]

3. Mazhab Syafi’i

Imam Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) salah satu ulama mazhab Syafi’i di dalam kitab Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra dan Tuhfatul Muhtaj menuliskan sebagai berikut :

“وسئل” نفع الله به بما لفظه ما حكم الأذان والإقامة عند سد فتح اللحد؟ “فأجاب” بقوله هو بدعة ومن زعم أنه سنة عند نزول القبر قياسا على ندبهما في المولود إلحاقا لخاتمة الأمر بابتدائه فلم يصب وأي جامع بين الأمرين ومجرد أن ذاك في الابتداء وهذا في الانتهاء لا يقتضي لحوقه به.

Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) ditanya: Apa hukum adzan dan iqamah ketika menutup liang lahad? Jawaban Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) : hal Itu bid’ah. Siapa yang meyakini hal itu disunahkan ketika menurunkan jenazah ke kubur, karena diqiyaskan (dianalogikan) dengan anjuran adzan dan iqamah untuk bayi yang baru dilahirkan, menyamakan ujung akhir kehidupan manusia sebagaimana ketika awal ia dilahirkan adalah keyakinan yang salah. Apa yang bisa menyamakan dua hal ini. Semata-mata alasan, yang satu di awal dan yang satu di ujung, hal ini tidaklah menunjukkan adanya kesamaan.[5]

نعم قد يسن الأذان لغير الصلاة كما في آذان المولود، والمهموم، والمصروع، والغضبان ومن ساء خلقه من إنسان، أو بهيمة وعند مزدحم الجيش وعند الحريق قيل وعند إنزال الميت لقبره قياسا على أول خروجه للدنيا لكن رددته في شرح العباب وعند تغول الغيلان أي تمرد الجن لخبر صحيح فيه، وهو، والإقامة خلف المسافر

Ya! Terkadang adzan disunahkan untuk dikumandangkan selain salat, seperti adzan di telinga anak yang baru lahir, orang yang kesusahan, orang yang pingsan, orang yang marah, orang yang buruk perangainya baik manusia maupun hewan, saat pasukan berperang, ketika kebakaran, dikatakan juga ketika menurunkan jenazah ke kubur dengan mengqiyaskannya terhadap waktu pertama kemunculannya ke dunia. Namun saya menolak pendapat ini sebagaimana yang termaktub dalam kitab Syarah al-‘Ubbab. Disunahkan juga mengumandangkan adzan saat seseorang kerasukan jin berdasarkan hadis shahih, begitu pula adzan dan iqamah saat melakukan perjalanan.[6]

Abu Bakr Bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati (w. 1302 H) salah satu ulama mazhab Syafi’i di dalam kitab I’anatu Ath-Thalibin menuliskan sebagai berikut :

واعلم أنه لا يسن الأذان عند دخول القبر، خلافا لمن قال بنسبته قياسا لخروجه من الدنيا على دخوله فيها

Ketahuilah, sesungguhnya tidak disunahkan adzan ketika (jenazah) dimasukkan ke kubur, hal ini berbeda dengan pendapat yang mensunahkannya karena mengqiyaskan keluarnya seseorang dari dunia (meninggal) dengan masuknya seseorang ke dunia (dilahirkan).[7]

Sulaiman Al-Jamal (w. 1204 H) salah satu ulama mazhab Syafi’i di dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal menuliskan sebagai berikut :

ولا يندب الأذان عند سده وفاقا للأصبحي وخلافا لبعضهم ا هـ . برماوي

Tidak disunahkan adzan saat menutup liang lahat, sesuai dengan al-Ashbahi dan berbeda dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi.[8]

4. Mazhab Hanbali

Ibnu Qudamah (w. 682 H) salah satu ulama mazhab Hanbali di dalam kitab Asy-Syarhu Al-Kabir menuliskan sebagai berikut :

أجمعت الأمة على أن الأذان والإقامة مشروع للصلوات الخمس ولا يشرعان لغير الصلوات الخمس لأن المقصود منه الإعلام بوقت المفروضة على الأعيان وهذا لا يوجد في غيرها .

Umat Islam sepakat bahwa adzan dan iqamat disyariatkan untuk shalat lima waktu dan keduanya tidak disyariatkan untuk selain shalat lima waktu, karena maksudnya adalah untuk pemberitahuan (masuknya) waktu shalat fardhu kepada orang-orang. Dan ini tidak terdapat pada selainnya.[9]

B. Pendapat Yang Mensunahkan

Sebagaimana yang telah saya kutip dari hasyiyah al-jamal yang menyatakan bahwa ada juga ulama yang berpendapat tentang kesunahan adzan ketika memasukkan jenazah ke dalam kubur, namun sayangnya saya belum bisa mendapatkan kepastian nama ulama yang berpendapat seperti itu. Sependek pencarian saya, saya hanya menemukan pendapat dari al-Hafidz Syamsuddin al-Hamawi yang mensunahkannya walaupun pendapat ini lemah dan ditolak oleh mayoritas para imam dari mazhab Syafi’iyah. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat teks dari kitabnya langsung.

Syaikh al-Muhibbi (w 1111 H) dalam kitabnya khulashatu Al-Atsar menuliskan sebagai berikut :

محمد بن محمد بن يوسف بن أحمد بن محمد الملقب شمس الدين الحموي الأصل الدمشقي المولد الميداني الشافعي عالم الشام ومحدثها وصدر علمائها الحافظ المتقن : وكانت وفته بالقولنج في وقت الضحى يوم الاثنين ثالث عشر ذي الحجة سنة ثلاث وثلاثين وألف وصلى عليه قبل صلاة العصر ودفن بمقبرة باب الصغير عند قبر والده ولما أنزل في قبره عمل المؤذنون ببدعته التي ابتدعها مدة سنوات بدمشق من افادته إياهم أن الأذان عند دفن الميت سنة وهو قول ضعيف ذهب إليه بعض المتأخرين ورده ابن حجر في العباب وغيره فأذنوا على قبره

Muhammad bin Muhammad bin Yusuf bin Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar Syamsuddin al-Hamawi, asalnya ad-Dimasyqi, kelahiran al-Midani, asy-Syafii, seorang yang alim di Syam, ahli hadis disana, pemuka ulama, al-hafidz yang kokoh hapalannya. Beliau wafat di Qoulanj saat waktu Dhuha, hari Senin 13 Dzulhijjah 1033 H. Dishalatkan sebelum Ashar dan dimakamkan di pemakaman ‘pintu kecil’ di dekat makam ayahnya. Ketika jenazahnya diturunkan ke kuburan, para muadzin melakukan bid’ah yang mereka lakukan selama beberapa tahun di Damaskus, sesuai dengan yang disampaikan oleh beliau (Syaikh Muhammad bin Muhammad bin Yusuf) kepada mereka bahwa ‘adzan ketika pemakaman adalah sunah’. Ini adalah pendapat lemah yang dipilih oleh sebagian ulama generasi akhir. Pendapat ini ditolak oleh Ibnu Hajar dalam kitab al-Ubab dan lainnya, maka mereka melakukan adzan di kuburnya.[10]

Wallahu A’lam Bishshawab

[1]. Musnad Imam Ahmad hadits nomer 20529 jilid 5 hal 53. Cet ‘Alamu Al-Kutub Beirut. Shahih Muslim hadits nomer 1567 jilid 2 hal 134 cet Daarul Jail beirut. Shahih Bukhari hadits nomer 628 jilid 1 hal 128.

[2]. Ibnu Abdin, Radd Al-Muhtar ala Ad-Dur Al-Mukhtar, jilid 2 hal 235 cet Darul fikr.

[3]. Ibnu Abdil Barr, Al-Kafi Fii Fiqhi Ahlil Madinah hal 37 cet Darul Kutub Al-‘Ilmiyah Beirut.

[4]. Al-Hatthab Ar-Ru’aini, Mawahibul Jalil fi Syarhi Mukhtashar Asy-Syaikh Khalil, jilid 2 hal 85 cet Darul ‘Alam Al-Kutub.

[5]. Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra jilid 2 hal 371 cet Darul kutub ilmiyah.

[6]. Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatu Al-Muhtaj Bi Syarhi Al-Minhaj, jilid 1 hal 330 cet. Darul Kutub ‘Ilmiyah Beirut.

[7]. Ad-Dimyati, I’anatu Ath-Thalibin, jilid 1 hal 230 cet Darul Fikr.

[8]. Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal, jilid 4 hal 17 cet. Darul Fikr.

[9] . Abdurahman Ibnu Qudamah, Asy-Syarh Al-Kabir, jilid I hal 388 cet. Darul Kitab Al-‘Arabi.

[10]. Al-Muhibbi, Khulashat al-Atsar, jilid 3, hal 32.



Judul lain :

Sahkah Sholat Di Belakang Imam Yang Fasik?
Faisal Reza
Apakah Khamr Itu Najis?
Faisal Reza
Sunahkah Mengumandangkan Adzan Saat Menguburkan Jenazah?
Faisal Reza
Bolehkah Seorang Wanita Haid Membaca Al-Quran?
Faisal Reza
Jadwal Shalat DKI Jakarta 29-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:52 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:51 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia