Lafazh laa 'ilma lana (لَا عِلْمَ لَنَا) bermakna : kami tidak punya ilmu atau kami tidak mengetahui. Ungkapan ini adalah jawaban para malaikat ketika mereka tidak punya ilmu atau tidak mengetahui nama-nama segala sesuatu yang Allah SWT perintahkan kepada mereka untuk menyebutkannya.
Ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa malaikat itu bisa salah dan keliru atau bisa bermaksiat. Lantas mereka menggunakan ayat ini dan sebelumnya sebagai dalil bahwa malaikat itu keliru dan salah menduga terkait sosok Nabi Adam. Lalu Allah SWT menegur malaikat dengan menguji mereka untuk menyebutkan nama-nama segeala sesuatu. Dan terbukti bahwa malaikat tidak tahu nama-nama itu. Sehingga para malaikat itupun menyatakan diri bersalah dengan ungkapan jujur : Kami tidak punya ilmu kecuali apa yang Engkau ajarkan".
Namun kebanyakan ulama tidak menjadikan ungkapan para malaikat ini sebagai ungkapan rasa bersalah atau keliru dari para malaikat. Hanya saja dengan informasi yang terbatas dari Allah, ternyata malaikat hanya mampu menyebutkan apa-apa yang Allah SWT ajarkan saja. Ketika disuruh untuk menyebutkan nama-nama yang tidak pernah diberitahu sebelumnya, tanpa merasa malu atau riskan para malaikat menjawab dengan jujur apa adanya, bahwa mereka tidak punya informasi atau basis data (database) terkait nama-nama itu.
Maka lafazh illa maa 'allamtana (إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا) bermakna : "kecuali yang Engkau ajarkan kepada kami", tidak dianggap sebagai permohonan ampunan, melainkan sekedar memberitahukan bahwa mereka tidak punya data tentang itu.
Mengaku Tidak Tahu Adalah Sikap Mulia
Jawaban para malaikat yang secara jujur menjawab tidak tahu oleh Al-Qurthubi ditegaskan sebagai isyarat dari Allah SWT tentang bagaimana seharusnya orang yang tidak berilmu itu bersikap, yaitu jujur atas ketidak-tahuannya dan bukan merasa sok tahu serta sombong atas hal-hal yang tidak diketahuinya.
Maksudnya agar kita jangan suka berperilaku 'sotoy' alias sok tahu. Mengaku tahu dan sok merasa mengerti, padahal tidak tahu apa-apa. Seharusnya kalau kita tidak tahu atau tidak punya ilmu, sebaiknya mengaku terus terang saja. Sikap ksatria seperti ini bukan hal yang tabu atau memalukan, sebab para malaikat yang mulia itu pun mengakui kalau tidak tahu. Dan pengakuan atas ketidak-tahuannya sama sekali tidak menurunkan derajat apalagi merendahkan. Justru sebaliknya, malah menaikkan posisi penghargaan dari pihak lain.
Mengaku Tidak Tahu Dicontohkan Oleh Nabi SAW dan Para Shahabat
Ketika Jibril mendatangi Nabi SAW dalam bentuk serupa manusia, ada pertanyaan terkait kapan terjadinya hari kiamat. Maka Nabi SAW menjawab bahwa yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya. Maksudnya itu adalah ungkapan bahwa Nabi SAW tidak tahu kapan akan terjadi hari kiamat.
Abu Bakar pernah ditanya terkait pembagian waris nenek, namun saat itu Beliau merasa tidak yakin, sehingga Beliau minta penanya untuk pulang dulu, karena dirinya masih ingin melakukan konfirmasi terlebih dahulu dengan para shahabat yang lain.
Umar bin Al-Khattab di atas mimbar pernah mengaku bersalah ketika sempat ingin membatasi mahar pernikahan. Seorang wanita menegurnya dan membacakan ayat Al-Quran bahwa Allah SWT telah memberikan kebebasan wanita untuk menentukan maharnya sendiri dan tidak perlu dibatasi.
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا ۚ أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain , sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? (QS. An-Nisa : 20)
Maka Umar pun berkata,"Wanita itu benar dan laki-laki ini keliru".
Karakteristik Ilmu Manusia vs Ilmu Malaikat
Ungkapan ini sedikit banyak memberikan kita gambaran seperti apa karakteristik ilmu yang dimiliki oleh malaikat, bahwa malaikat itu hanya bisa mengetahui sebatas apa-apa yang diajarkan saja. Apabila tidak diajarkan, maka para malaikat tidak punya ilmu. Ini menunjukkan bahwa ilmu malaikat itu kurang lebih sekedar hafalan saja. Apa yang diajarkan, itulah yang dihafal.
Dalam hal ini perbedaannya dengan karakteristik ilmu manusia adalah bukan hanya sekedar mengetahui, tetapi juga bisa menganalisa dan mengambil kesimpulan, bahkan punya kemampuan untuk melakukan rekayasa bahkan sampai ke tingkat penemuan-penemuan terbaru.
Ilmu sains misalnya hanya berkembang di tengah peradaban manusia. Manusia awalnya hanya mengamati saja apa yang ada di sekelilingnya. Namun dengan kemampuan berpikir dan tingkat kecerdasan yang Allah SWT berikan, manusia kemudian bisa melakukan berbagai analisa.
Di masa modern ini kita terbukti banyak sekali penemuan di bidang teknologi yang terinspirasi dari perilaku hewan. Berikut ini adalah beberapa contoh:
Drones: Drones atau pesawat tanpa awak diprogram untuk terbang dan mengikuti rute yang telah ditentukan seperti cara burung hantu mengikuti rute terbangnya.
Robot pencari harta karun: Robot pencari harta karun diprogram untuk menggali tanah dan menemukan benda-benda berharga seperti cara tikus menggali tanah untuk mencari makanan.
Sistem penyeimbang mobil: Sistem penyeimbang mobil yang terpasang pada mobil listrik atau sepeda motor listrik berfungsi seperti cara burung menyeimbangkan tubuhnya saat terbang.
Sistem penginderaan jarak jauh: Sistem penginderaan jarak jauh yang digunakan pada mobil atau pesawat terinspirasi dari cara hewan menggunakan bau, suara, atau penglihatan untuk menemukan jalan ke tujuan.
Sistem pengatur suhu: Sistem pengatur suhu yang digunakan pada rumah pintar terinspirasi dari cara hewan mengatur suhu tubuh mereka dengan mengeluarkan keringat atau mencari tempat yang sejuk.
Sistem keamanan biometrik: Sistem keamanan biometrik seperti pengenal sidik jari, mata, dan wajah terinspirasi oleh cara hewan mengenali anggota keluarga atau anggota komunitas mereka.
Sistem navigasi: Sistem navigasi seperti GPS terinspirasi oleh cara hewan seperti kelelawar dan lebah menemukan jalan pulang ke sarang mereka.
Sistem pemulihan energi: Sistem pemulihan energi seperti sistem regeneratif pada mobil terinspirasi oleh cara hewan seperti katak dan kodok menyimpan energi saat tidak aktif.
Sistem pengiriman barang: Sistem pengiriman barang seperti drone delivery terinspirasi oleh cara burung-burung kecil mengantarkan makanan ke anak-anak mereka.
Lafazh innaka (إنك) terdiri dari dua partikel yaitu inna bermakna sesungguhnya, lalu dhamir ka yang bermakna : Engkau, sehingga maknanya menjadi : Sesungguhnya Engkau.
Namun yang unik setelah ucapan sesungguhnya Engkau, ternyata masih ditambah lagi dengan lafazh anta (أنت) yang bermakna Engkau juga. Sehingga dalam satu kalimat terdapat dua kali terulang kata : Engkau. Lantas apa makna yang tersirat di balik dua kata ini?
Pro. Quraish Shihab dalam Al-Mishbah menegaskan bahwa ada penegasan bahwa yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana itu hanya Engkau saja, tidak ada satu pun yang punya sifat demikian.
'Aalim (عالم) dan aliim (عليم) punya makna yang hampir mirip, yaitu sama-sama Maha Mengetahui. Namun perbedaannya adalah bahwa aliim itu Allah SWT Maha Mengetahui tanpa lewat proses belajar.
Lafazh al-hakim (الحكيم) maknanya Mahabijaksana. Asal katanya dari hakamah (حكمة) yang bermakna tali kekang hewan tunggangan, dimana tali kekang itulah yang mengarahkan hewan itu bisa berjalan sesuai dengan keinginan penunggangnya. Oleh karena itu orang yang bijak dan mampu mengendalikan diri disebut hakiim, sebagaimana gelar yang diberikan kepada Lukman yaitu Al-Hakim, tokoh yang penuh dengan hikmah.
Perpaduan dua sifat Allah ini cukup menarik untuk dibahas, yaitu sifat Maha Mengetahui dan Mahabijaksana.
Istilah "Maha Mengetahui" dan "Mahabijaksana" sama-sama merujuk pada kecerdasan dan kebijaksanaan Allah SWT yang luar biasa. Namun, ada sedikit perbedaan dalam makna yang tepat dari kedua istilah ini.
"Maha Mengetahui" menekankan bahwa Allah SWT mengtahui segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dan memahami setiap hal yang terjadi dengan sangat jelas. Istilah ini menekankan bahwa Dia memiliki pengetahuan yang tidak terbatas dan selalu tahu apa yang terjadi di dunia ini.
Sementara itu, "Mahabijaksana" menekankan bahwa Allah SWT tidak hanya memiliki pengetahuan yang tidak terbatas, tetapi juga memiliki kebijaksanaan yang luar biasa. Istilah ini menekankan bahwa Dia memiliki kemampuan untuk memahami situasi dan membuat keputusan yang tepat sesuai dengan kebaikan dan kebenaran.
Jadi, perbedaan antara kedua istilah ini adalah bahwa "Maha Mengetahui" menekankan pengetahuan Allah SWT, sementara "Mahabijaksana" menekankan kebijaksanaan Allah SWT.