Kemenag RI 2019:Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian Dia memperlihatkannya kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama-nama (benda) ini jika kamu benar!” Prof. Quraish Shihab:Dia mengajarkan Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat. lalu berfirman: `Sebutkan lah kepada-Ku nama (benda benda) itu jika kamu orang-orang yang benar." Prof. HAMKA:Dan telah diajarkan-Nya kepada Adam nama-nama semuanya, kemudian Dia kemukakan semua kepada Malaikat, lalu Dia berkata, "Beritakanlah kepada-Ku nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk-makhluk yang benar."
Lafazh 'allama (عَلَّمَ) adalah fi'il madhi yang berasal dari kata ilmu dan maknanya adalah memberikan ilmu, memberi tahu atau mengajarkan. Dalam hal ini Allah SWT mengajarkan kepada Nabi Adam alahissalam. Konotasinya menunjukkan bahwa pengajaran ini tidak diberikan kepada para malaikat dan makhluk lainnya.
Pengajaran ini nampaknya terkait dengan posisi Adam yang dijadikan khalifah Allah. Dan boleh jadi salah satu yang menjadi poin menentukan tentang siapakah yang paling berhak menjadi khalifah Allah adalah masalah pengajaran ilmu ini.
Allah SWT adalah Tuhan yang Maha Mengetahui dan menjadi hak preogratif Allah SWT untuk memberikan ilmu-Nya kepada makhluk-makhluk tertentu saja. Salah satunya yang paling menonjol dari para makhluk yang diberi ilmu itu adalah manusia.
Ketika turun wahyu pertama sebanyak lima ayat, di awal sekali itu Allah SWT sudah menyatakan tentang pengajaran kepada manusia hal-hal yang tidak diketahuinya :
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-'Alaq : 4)
Sebenarnya selain kepada manusia, tentu saja Allah SWT juga memberikan ilmunya kepada para makhluk yang lain, misalnya saja hewan-hewan melata. Allah SWT berfirman :
“Dan Rabb-mu telah mewahyukan kepada lebah, “Buatlah rumah-rumah di bukit-bukit dan pada pohon-pohon dan pada tempat-tempat yang mereka (manusia) buat.” (QS. An-Nahl : 68).
Pengajaran Ilmu Kepada Manusia
Yang menarik untuk dibahas disini bahwa para malaikat itu pun juga makhluk yang Allah SWT bekali juga dengan ilmu, namun kenapa yang jadi khalifah malah manusia dan bukan malaikat?
Jawabannya bisa bermacam-macam, namun boleh jadi yang menentukan adalah jenis ilmunya. Kira-kira ilmu macam mana yang dimiliki manusia tapi tidak dimiliki oleh malaikat, sehingga manusia dengan ilmunya itu layak menjadi khalifah, sedangkan malaikat malah tidak layak?
Kelebihan Ilmu Manusia : Kecerdasan
Manusia dibekali Allah dengan kemampuan untuk mengolah data yang diberikan, bersifat dinamis dan tidak hanya berhenti sekedar menjalankan apa yang diperintahkan diberitahu saja. Ada beda yang teramat jauh antara ilmu yang Allah SWT berikan kepada manusia dibandingkan dengan ilmu yang Allah SWT berikan kepada malaikat atau pun makhluk lainnya seperti hewan
Malaikat meksi diberi ilmu namun tidak dilengkapi dengan kapasitas kecerdasan untuk bisa mengolah data dan melakukan proses analisa. Malaikat hanya menerima ilmu secara pasif, tapi manusia pandai melakukan analisa hingga rekayasa.
Yang jadi tambah unik rupanya manusia bisa mengambil pelajaran dari berbagai sumber yang dilihat dan diamatinya, termasuk juga dari hewan. Lihatlah bagaimana anak Adam belajar mengubur jasad saudaranya yang mati dibunuhnya, hanya dari perilaku seekor hewan.
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal. (QS. Al-Maidah : 31)
Inilah titik perbedaan yang amat menentukan dari ilmu yang Allah SWT berikan kepada manusia ketimbang ilmu kepada semua makhluk yang lain. Dalam bahasa sederhana di masa kita, inilah yang kita sebut dengan : kecerdasan alias inteligensi.
Dengan kecerdasan ini pula manusia bisa berbicara dengan lisannya, sedangkan hewan meski beberapa ada yang punya tingkat kecerdasan tinggi, namun tetap tidak satupun yang kecerdasannya sampai bisa membuatnya berbicara. Sesuai ungkapan bahwa manusia secara biologis adalah hewan yang pandai berbicara. atau dalam ungkapan bahasa Arab disebut al-hayawanun natiq (الحيوان الناطق).
Allah SWT juga menegaskan bahwa manusia diajarkan oleh Allah SWT untuk berbicara :
(Tuhan) Yang Maha Pemurah, Yang telah mengajarkan al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. (QS. Ar-Rahman : 4)
آدَمَ
Allah SWT telah menetapkan Adam sebagai khalifah di bumi sebagaimana disebutkan dalam ayat sebelumnya. Sekarang kita akan membahas lebih dalam tentang siapa Adam.
Nama Adam Apakah Nama Arab?
Lafazh Adam (أدم) diperdebatkan para ahli bahasa, apakah merupakan asli bahasa Arab ataukah selain Arab ('ajam). Mereka yang mengatakan Adam merupakan nama bukan Arab, berhujjah bahwa memang banyak nama para nabi yang bukan nama Arab, seperti Ibrahim, Musa, Isa dan lainnya. Begitu juga banyak nama malaikat yang bukan nama Arab, seperti Jibril, Mikail, Israfil, Izrail dan lainnya.
Namun sebagian kalangan ada juga yang mengatkan bahwa nama Adam itu berasal dari kata (أَأْدَم) namun karena sulitnya pengucapan, huruf alif dipanjangkan dan menggantikan hamzah. Namun mereka berbeda pendapat terkait dengan maknanya.
1. Pendapat Pertama
Dinamakan Adam karena terbuat dari bahan baku adimul ardh (أدِيْمُ الأرْض) yang artinya permukaan bumi atau tanah yang nampak. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Abbas. Dasarnya hadits berikut :
Tuhan Yang Maha Esa menciptakan Adam dari kepalan tangan yang Dia ambil dari seluruh bumi, sehingga anak Adam sampai ke batas bumi. Ada yang berwarna merah, hitam, putih, sahal, khabits dan thayyib.
2. Pendapat Kedua
Nama Adam menurut pendapat kedua diambil dari kata udmah (أدمة) yang bermakna warna.
***
Julukan Nabi Adam
Nabi Adam punya julukan yaitu Abul Basyar (أبو البشر) yang maknanya bapak dari semua manusia.Dengan julukan itu berarti kita sepakat bahwa Nabi Adam adalah manusia pertama. Entahlah kalau sebelumnya Allah SWT pernah menciptakan makhluk-makhluk lain, namun yang jelas kalau kita bicara manusia, maka manusia pertama adalah Nabi Adam alaihissalam.
Selain dijuluki bapak manusia, Nabi Adam juga dijuluki Abu Muhammad, atau bapaknya Nabi Muhammad SAW. Namun julukan ini hanya berlaku nanti di akhirat.
الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا
Lafazh asma' (أسماء) adalah bentuk jama' dari ism (اسم) yang maknanya secara bahasa : nama. Secara makna harfiyah ayat ini adalah : "Allah SWT mengajarkan kepada Adam nama-nama semuanya".
Namun nama-nama apakah yang dimaksud dalam ayat ini, para ulama nampaknya berbeda-beda pandangan. Berikut ini ringkasannya :
1. Nama Segala Sesuatu
Nama-nama yang dimaksud adalah nama-nama semua makhluk Allah SWT, seperti nama-nama hewan dan tumbuhan, termasuk juga benda-benda di sekitaran termasuk tanah, air, daratan, gunung, laut, dan seterusnya. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama, antara lain Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Qatadah dan lainnya.
2. Nama-nama Keturunan
Nama-nama yang dimaksud adalah nama-nama keturunan, sebagaimana pendapat Abdurrahman bin Zaid bin Aslam.
3. Nama-nama Para Malaikat
Nama-nama yang dimaksud adalah nama-nama para malaikat. Ini adalah pendapat Ar-Rabi' bin Khaitsam.
4. Nama Malaikat dan Keturunan Nabi Adam
Ini adalah pendapat Ibnu Jarir At-Thabari
5. Nama Bintang
Ini adalah pendapat Humaid Asy-Syami.
6. Nama Berbagai Bahasa Manusia
Nama-nama itu maksudnya adalah berbagai macam jenis bahasa yang digunakan umat manusia. Lalu masing-masing anak keturunannya diajarkan bahasa yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan ribuan bahasa umat manusia.
Konon Ada sekitar 7.000 bahasa yang dituturkan oleh umat manusia di seluruh dunia. Ini merupakan jumlah yang sangat besar, dan setiap bahasa memiliki sejarah, struktur, dan kosakata yang unik. Beberapa bahasa hanya dituturkan oleh beberapa ratus orang, sementara bahasa-bahasa lain dituturkan oleh jutaan orang.
Ada bahasa-bahasa yang hampir punah, yang hanya dituturkan oleh beberapa orang saja, dan ada pula bahasa-bahasa yang sedang berkembang dan menjadi lebih populer.
***
Secara nalar memang nampaknya Penulis cenderung setuju dengan pendapat kebanyakan mufassir yang mengatakan bahwa nama yang dimaksud tidak sebatas pada nama-nama benda-benda saja, namun juga terkait dengan kejadian, keadaan, sifat sesuatu, situasi dan seterusnya. Menyangkut juga berbagai perbuatan dan aktifitas yang dilakukan oleh manusia atau hewan, termasuk juga dinamika pada tumbuhan dan alam semesta.
Sebab yang dimaksud dengan ism atau asma' dalam ayat ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pengertian ism dalam ilmu Nahwu, karena di masa itu belum dikenal pembagian antara ism, fi'il dan harf. Nama yang dimaksud adalah pemberian istilah atas sesuatu, baik terkait benda nyata, makhluk hidup, sifat sesuatu, perasaan, kesan, suatu keadaan dan lain-lainnya. Semuanya terwakili dalam nama dan penyebutan.
Kurang lebih begini : "Itu kambing, kambing makan rumput, kambing wanita hamil dan melahirkan anak kambing, lalu anaknya tumbuh besar". Dan begitulah seterusnya, sehingga terciptalah bahasa manusia yang kaya dengan kosa kata.
Sejarah Bahasa Manusia
Kalau melihat tafsir ayat ini terkait dengan Nabi Adam yang diajarkan nama-nama segala sesuatu, maka kita bisa menangkap isyarat meski lemah terkait dengan sejarah awal bahasa manusia.
Perkembangan bahasa yang digunakan oleh peradaban manusia merupakan proses yang panjang dan kompleks. Ada beberapa teori yang mencoba untuk menjelaskan asal-usul bahasa manusia, di antaranya:
Teori monogenesis: Menurut teori ini, semua bahasa yang ada saat ini berasal dari satu bahasa asal yang kemudian terpecah menjadi bahasa-bahasa yang berbeda saat ini. Dan teori ini agak cocok dengan beberapa versi tafsiran di atas, yaitu awalnya Nabi Adam mengajarkan sebuah bahasa kepada anak-anaknya, lalu anak-anaknya menyebar dan hidup terpisah-pisah sehingga muncullah beragam bahasa umat manusia.
Teori poligenesis: Menurut teori ini, bahasa manusia tidak berasal dari satu bahasa asal, melainkan tercipta secara terpisah di berbagai wilayah di dunia.
Teori hibridisasi: Menurut teori ini, bahasa manusia terbentuk dari campuran bahasa asal yang berbeda.
Secara umum, teori monogenesis merupakan teori yang paling populer untuk menjelaskan asal-usul bahasa manusia. Menurut teori ini, bahasa manusia awalnya merupakan satu bahasa yang sama yang kemudian terpecah menjadi bahasa-bahasa yang berbeda saat ini akibat pengaruh faktor-faktor seperti perpindahan manusia ke wilayah-wilayah yang berbeda, perkembangan teknologi, dan perubahan sosial. Namun, sampai saat ini masih terdapat perdebatan tentang teori mana yang paling tepat untuk menjelaskan asal-usul bahasa manusia.
عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ
Lafazh 'aradha (عرض) bermakna memperlihatkan, memamerkan atau juga menampakkan. Dalam hal ini maksudnya nama-nama yang Allah SWT ajarkan sebelumnya itu Nabi Adam diperintahkan untuk memberitahukan apa-apa yang sudah diketahuinya itu kepada para malaikat.
Lafazh 'aradha-hum merupakan fi'il mudhari' dan dhamir hum (هم) dalam hal ini menjadi maf'ul bihi, yaitu nama-nama yang Allah SWT ajarkan. Secara ilmu bahasa, kata 'mereka' mewakili sesuatu yang hidup dan berakal, seperti manusia, malaikat dan makhluk lainnya. Padahal nama-nama yang Allah SWT ajarkan tidak hanya sebatas nama-nama makhluk hidup berakal saja, tetapi benda-benda mati seperti nama alam pun juga termasuk di dalamnya.
Lalu kenapa Allah SWT menggunakan dhamir hum sehingga terkasan nama-nama yang diajarkan sebatas makhlu berakal saja?
Jawabnya bahwa tidak mengapa menyebut sebagian meski pun maksudnya keseluruhan. Dan bukan hanya sekali ini saja Allah mengungkannya. Kita menemukan di ayat lain hal yang kurang lebih sama, yaitu makhluk tidak berakal pun bisa juga disebut seolah berakal.
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. (QS. An-Nur : 45)
Dabbah itu termasuk di dalamnya hewan yang berkaki empat, seperti unta, sapi, kambing, namun dalam ayat ini semua disebut dengan menggunakan : man (من), seolah-olah seperti manusia berakal.
***
Kalau kita membuka lembar ilmu qiraah, ternyata kita temukan ada perbedaan qiraat. Ibnu Ma'sud membacanya 'aradhunna (عرضهم), sedangkan Ubay membacanya 'aradhaha (عرضها) maksudnya adalah langit.
***
Tujuan utama dari pemberitahuan kepada para malaikat itu tentu saja untuk membuktikan bahwa dalam beberapa hal ternyata manusia lebih punya banyak kemampuan yang justru tidak dimiliki oleh para malaikat, yang dalam hal ini ternyata manusia lebih banyak punya kemampuan dalam mengetahui nama-nama segala sesuatu.
أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ
Perintah untuk memberitahu nama-nama itu jelas perintah yang tidak bisa dilaksanakan oleh para malaikat, namun dalam hal ini perintah ini bukan untuk ditaati, melainkan untuk melemahkan argumentasi para malaikat yang awalnya sempat meragukan kemampuan manusia sebagai khalifah di bumi.
Penyebutan nama-nama ini bahkan baru diperintahkan setelah para malaikat mendengar dan melihat langsung bagaimana manusia atau Nabi Adam bisa memberitahukan nama-nama segala sesuatunya.
إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Lafazh in kuntum shadiqin (إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ) dimaknai secara sederhana menjadi : "jika kamu benar". Yang jadi pertanyaan, jika kamu benar dalam hal apa? Para ulama punya beberapa pandangan dalam menjawabnya :
Jika kamu benar bahwa Allah SWT tidak menciptakan makhluk kecuali para malaikat mengetahuinya. Sebab sebelumnya para malaikat merasa tahu atas semua ciptaan Allah.
Jika kamu benar bahwa tidak ada makhluk lain yang lebih utama dari pada malaikat
Jika kamu benar bahwa manusia itu pasti akan berbuat kerusakan di bumi.
Jika kamu benar bahwa apabila yang dijadikan khalifah bukan malaikat pasti akan merusak di bumi