Surat Al-Ikhlas ini termasuk surat yang turun masih di masa kehidupan Nabi SAW di Mekkah, sebelum hijrah ke Madinah. Maka disebut dengan surat Makkiyah.
Meski jumlah ayatnya hanya empat saja, namun ada banyak nash syariat yang menyebutkan bahwa bobotnya sama dengan sepertiga Al-Quran. NAbi SAW bersabda :
"Barang siapa yang membaca surat Al-Ikhlas hingga selesai, maka dia akan masuk surga." (HR. Al-Tirmidzi)
قُلْ
Kata qul (قل) adalah sebuah kata kerja dalam bentuk perintah, istilahnya fi'il amr. Yang memerintahkannya adalah Allah SWT. Sedangkan yang diperintah adalah Nabi Muhammad SAW.
Biasanya, kalau ada perintah dari Allah kepada Nabi SAW untuk mengatakan sesuatu, sebelumnya ada dialog atau diskusi dengan orang lain. Dalam hal ini dalam Ath-Thabari meriwayatkan bahwa ada orang kafir yang mempertanyakan nasab Allah SWT. Maka Allah SWT perintahkan kepada Nabi SAW untuk menjawab pertanyaan itu.
Namun di dalam ayat ini, Allah SWT tidak menyebutkan kepada siapakah Nabi SAW harus berkata. Tidak seperti surat yang lain seperti surat Al-Kafirun, dimana Allah SWT perintahkan agar Nabi SAW berkata : katakanlah kepada orang-orang kafir. (قل يا أيها الكافرون)
هُوَ
Kata huwa (هو) adalah dhamir atau kata ganti orang ketiga. Dalam percakapan sesama manusia, dhamir huwa ini biasanya digunakan untuk menyebut orang dengan jenis kelamin laki-laki. Sedangkan untuk perempuan, sebutannya adalah hiya (هي).
Namun laki-laki atas wanita kadang hanya bersifat kiasan saja. Dalam bahasa Arab memang apa-apa serba dibedakan menjadi mudzakkar (مذكر) atau muannats (مؤنث), walaupun sebenarnya benda-benda itu tidak punya jenis kelamin.
Dan uniknya juga tidak ada aturan baku untuk membedakan mana mudzakkar mana muannats. Misalnya kita katakan kata syams (شمس) yang artinya matahari itu justru muanntas, sedangkan qamar (قمر) yang artinya bulan malah jadi mudzakkar. Padahal umumnya manusia mengatakan matahari itu laki-laki dan bulan itu perempuan.
Namun perlu diketahui bahwa penyebutan huwa (هو) untuk Allah SWT sudah dianggap 'urf, meskipun Allah SWT bukan laki-laki dan juga bukan perempuan. Tetapi tidak tepat kalau kata ganti atau dhamir untuk Allah menggunakan hiya (هي).
اللَّهُ
Kata Allah (الله) disebut dengan lafzhul-jalalah. Meskipun Allah SWT punya banyak nama yang disebut dengan al-asma' al-husna dalam jumlah yang amat banyak, namun nama yang paling utama adalah Allah.
Bahkan bangsa Arab yang dikenal sebagai para penyembah berhala dalam jumlah yang amat banyak, hingga mencapai 360 unit, namun mereka tetap menyebut kata Allah sebagai Tuhan yang paling tinggi. Bahkan mereka mengklaim diri bahwa ketika mereka menyembah batu dan berhala, sebenarnya mereka hanya menjadikan batu dan berhala itu hanya sebagai perantara saja.
Sedangkan yang mereka sembah tetap Allah SWT. Setidaknya itulah yang jadi pandangan mereka kala itu. Walaupun sebenarnya justru mereka divonis sebagai orang yang tidak menyembah Allah, tetapi menyembah berhala.
أَحَدٌ
Kata ahad (أَحَدٌ) artinya : satu, tunggal, esa. Namun yang layak dalam hal ini adalah kata : Esa. Sebenarnya dalam bahasa Arab ada kata wahid (واحد) yang artinya sama, yaitu satu. Dan di dalam Al-Quran juga sempat juga menggunakan kata wahid, yaitu :
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah : 163)
Lantas apa perbedaan ketika Allah SWT disebut Ahad dengan disebut Wahid?
Dari segi bahasa, kata ahad walaupun berakar sama dengan wahid, masing-masing memiliki makna dan penggunaan tersendiri. Kata ahad digunakan untuk sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan baik dalam benak apalagi dalam kenyataan. Karena kata ini-ketika berfungsi sebagai sifat-tidak termasuk dalam rentetan bilangan berbeda halnya dengan wahid (satu). Anda dapat menambahnya sehingga menjadi dua, tiga, dan seterusnya walaupun penambahan itu hanya dalam benak pengucap atau pendengarnya.
Sementara ulama berpendapat bahwa kata wahid pada ayat al-Baqarah di atas menunjuk kepada keesaan zat-Nya disertai dengan keragaman sifat-sifat-Nya, bukankah Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, Mahakuat, Mahatahu, dan sebagainya, sedang kata ahad seperti dalam surah yang ditafsirkan mengacu kepada keesaan zat-Nya saja, tanpa memerhatikan keragaman sifat-sifat tersebut.
Peradaban umat manusia di masa lalu boleh dibilang semuanya berpaham politeisme, yaitu menuhankan banyak objek. Sementara dakwah para nabi itu politeis, yaitu tuhan itu hanya satu. sebutkan berbagai peradaban manusia yang menyembah banyak tuhan. Beberapa peradaban manusia di masa lalu yang menganut paham politeisme atau menyembah banyak tuhan antara lain:
1. Peradaban Mesir Kuno
Dewa-dewa utama: Ra (dewa matahari), Osiris (dewa kehidupan dan kematian), Isis (dewi ibu dan sihir), Horus (dewa langit), dan banyak lainnya.
Masyarakat Mesir Kuno percaya pada banyak dewa yang mengatur berbagai aspek kehidupan, seperti alam, hidup, kematian, dan kekuasaan.
2. Peradaban Yunani Kuno
Dewa-dewa utama: Zeus (dewa langit dan petir), Hera (dewi pernikahan), Poseidon (dewa laut), Athena (dewi kebijaksanaan), Ares (dewa perang), dan banyak lainnya.
Dalam mitologi Yunani, ada banyak dewa dan dewi yang mengatur berbagai elemen kehidupan dan alam semesta.
3. Peradaban Romawi Kuno
Dewa-dewa utama: Jupiter (dewa langit dan petir), Juno (dewi pernikahan), Neptunus (dewa laut), Mars (dewa perang), Venus (dewi cinta), dan banyak lainnya.
Romawi mengadopsi banyak dewa dari Yunani dan mengadaptasi konsep politeisme dalam kehidupan sehari-hari serta kepercayaan terhadap dewa-dewi yang melindungi negara dan masyarakat.
Dewa-dewa utama: Anu (dewa langit), Enlil (dewa angin), Marduk (dewa utama Babilonia), Ishtar (dewi cinta dan perang), dan banyak lainnya.
Di Mesopotamia, politeisme sangat kuat, dengan dewa-dewi yang dikaitkan dengan alam, kekuasaan kerajaan, dan takdir manusia.
5. Peradaban Hindu Kuno
Dewa-dewa utama: Brahma (dewa pencipta), Vishnu (dewa pemelihara), Shiva (dewa perusak), serta berbagai dewa-dewi lain seperti Lakshmi (dewi kekayaan), Saraswati (dewi ilmu pengetahuan), dan Ganesha (dewa kebijaksanaan).
Dalam agama Hindu, dewa-dewi memainkan berbagai peran dalam kehidupan dan alam semesta. Meskipun ada konsep Brahman sebagai sumber tunggal, agama ini sangat menekankan banyak dewa yang merepresentasikan aspek-aspek kehidupan yang berbeda.
6. Peradaban China Kuno
Dewa-dewa utama: Tian (Langit), Dewa-Dewa Leluhur, serta berbagai dewa lokal dan penjaga yang ada di berbagai wilayah.
Di China, kepercayaan terhadap Lingkungan Alam dan dewa-dewi dalam tradisi Taoisme dan Konfusianisme juga sangat dihormati, meskipun ada pengaruh ajaran monoteistik.
7. Peradaban Aztec (Meksiko Kuno)
Dewa-dewa utama: Quetzalcoatl (dewa angin dan pengetahuan), Huitzilopochtli (dewa matahari dan perang), Tezcatlipoca (dewa langit dan kekuasaan), dan banyak lainnya.
Peradaban Aztec sangat terikat pada kepercayaan terhadap banyak dewa yang berhubungan dengan elemen alam, kehidupan, dan perang.
8. Peradaban Inca (Peru Kuno)
Dewa-dewa utama: Inti (dewa matahari), Pachamama (dewi bumi), Viracocha (dewa pencipta), dan banyak lainnya.
Peradaban Inca mempercayai banyak dewa yang mengatur kehidupan sosial, alam, dan kepercayaan terhadap kekuatan alam.
9. Peradaban Nordik (Skandinavia Kuno)
Dewa-dewa utama: Odin (dewa utama), Thor (dewa petir), Freyja (dewi cinta dan kesuburan), Loki (dewa kejahatan), dan banyak lainnya.
Dalam mitologi Nordik, dewa-dewi sangat penting dalam banyak aspek kehidupan, termasuk alam, keberanian, dan takdir.
10. Peradaban Jepang Kuno (Shinto)
Kami: Dalam agama Shinto, kami merujuk pada berbagai roh, dewa, atau kekuatan alam yang bisa berupa dewa alam, leluhur, atau makhluk lain yang dianggap sakral.
Shinto memiliki pandangan politeistik dengan menghormati banyak roh yang terdapat di alam, seperti pohon, gunung, sungai, dan tempat-tempat suci.
11. Peradaban Afrika Kuno
Berbagai suku dan peradaban di Afrika mengembangkan sistem kepercayaan politeistik dengan banyak dewa yang berhubungan dengan alam dan leluhur. Contoh terkenal adalah kepercayaan di Mesir Kuno (seperti yang disebutkan sebelumnya) serta di beberapa suku di Afrika Barat yang percaya pada berbagai roh dan dewa alam.