◀ | Jilid : 1 Juz : 1 | Al-Fatihah : 7 | ▶ |
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Kemenag RI 2019 :(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.
Jalan orang-orang yang telah Engkau karuniai nikmat atas mereka; bukan Galan) orang-orang yang telah dimurkai atas mereka dan bukan jalan orang-orang yang sesat.
Kata Shirat dalam ayat ini mengulangi kata shirath di ayat sebelumnya. Ada dua pendapat di kalangan ulama tentang kedudukannya dalam kalimat sebagai apa.
Pertama :
Kedudukannya sebagai badal dari kata sebelumnya yang mana fungsinya untuk taukid atau penguatan.
Kedua
Kedudukannya sebagai 'athaf bayan, yang fungsinya untuk penjelasan.
1. Siapakah Yang Dimaksud Dengan Orang Yang Allah Beri Kenikmatan?
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan 'mereka yang telah diberi nikmat' adalah sebagaimana yang Allah SWT jelaskan di dalam ayat berikut :
مَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّين وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Orang yang mentaati Allah dan Rasulu-Nya, maka mereka bersama orang-orang yang Allah SWT berikan kenikmatan pada mereka, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan para shalihin. (QS. An-Nisa' : 69)
2. Persadaraan : Sebuah Kenikmatan
Di dalam surat Ali Imran, Allah SWT menyebutkan tentang salah satu bentuk kenikmatan, yaitu nikmatnya bersaudara setelah sebelumnya berperang satu sama lain.
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara. (QS. Ali Imran : 103)
1. Siapakah Al-Maghdhub 'Alaihim?
a. Yahudi
Beberapa riwayat yang sampai kepada kita menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan al-maghdhubi alaihim adalah orang-orang Yahudi. Diantaranya adalah riwayat dari Adi bin Hatim, dan juga riwayat Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma, sebagaimana dinukil oleh Ath-Thabari dalam Jami' Al-Bayan. [1]
Bahwa orang-orang Yahudi pernah atau malah seringkali mendapatkan murka (ghadhab) dari Allah SWT, juga kita temukan dalam beberapa ayat Al-Quran yang lain, misalnya :
Mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (QS. Al-Baqarah : 61)
Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan. (QS. Al-Baqarah : 90)
Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al-Maidah : 60)
Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya), kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan. (QS. Al-Araf : 152)
Para ulama mengatakan bahwa metode ahli iman adalah ilmu dan amal, dimana keduanya harus saling melengkapi. Dalam konteks ini, orang-orang Yahudi punya banyak ilmu namun tidak mau beramal. Sebaliknya orang-orang Nashara meski suka sekali beramal namun tidak punya ilmu. Maka orang yang beriman itu harus memiliki keduanya, punya ilmu dan juga mengamalkan.
b. Orang Yang Dimurkai Allah Dalam Al-Quran
Namun kalau kita menelusuri ayat-ayat Al-Quran, kita akan juga mendapati bahwa murka dari Allah SWT tidak selalu hanya terkait dengan orang Yahudi saja. Namun di kalangan umat yang lain termasuk umat Nabi Muhammad SAW pun ada disebutkan tentang murka Allah ini.
Lari Dari Peperangan
Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya. (QS. Al-Anfal : 16)
Murtad Dengan Sengaja
Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An-Nahl : 106)
Orang-orang Munafik : Berburuk Sangka Pada Allah
dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahannam. Dan (neraka Jahannam) itulah sejahat-jahat tempat kembali. (QS. Al-Fath : 6)
[1] Ath-Thabari, Jami' Al-Bayan, 1/185
Sesuai hadits Nabi SAW bahwa yang dimaksud dengan al-maghdhubi alaihim adalah orang-orang yahudi, sedangkan yang dimaksud dengan adh-dhaallin disini adalah orang-orang nasrani. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus". (QS. Al-Maidah : 77)
Sedangkan al-maghdhubi alaihim buat orang-orang yahudi sesuai dengan ayat Al-Quran :
مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ ۚ أُولَٰئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ
Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al-Maidah : 60)
Seluruh ulama sepakat bahwa lafadz 'amin' yang umum dibaca orang seusai surat Al-Fatihah ini bukan bagian dari ayat surat Al-Fatihah dan juga bukan dari ayat manapun. Keberadaannya hanya merupakan tambahan saja, yang dianjurkan untuk dibaca khususnya dalam shalat berjamaah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut :
إِذَا قَالَ الْإِمَامُ -غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ-فَقُولُوا آمِينَ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَقُولُ آمِينَ وَإِنَّ الْإِمَامَ يَقُولُ آمِينَ فَمَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلَائِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ"
Apabila imam membaca ghairil maghdhubi alaihin wa ladhdhaallin, maka kalian ucapkan aamiin. Karena para malaikat juga mengucapkan amin. Dan siapa yang aminnya sesuai dengan aminnya malaikat, maka dosanya yang terdahulu akan diampuni. (HR. al-Bukhari)[1]
Dan makna amin dalam kalimat ini adalah : اللَّهُمَّ اسْمَعْ وَاسْتَجِبْ Ya, Allah, mohon dengarkan dan jawablah.
Sedangkan menurut Ibnu Abbas dan Qatadah, maknanya adalah : كَذَلِكَ يَكُونُ (seperti itulah kejadiannya)
Apapun Mujahid mengatakan bahwa lafadz 'amin' merupakan salah satu dari asmaul-husna.
[1] Shahih Bukhari, Bab Jahrul Imam bit-Ta'min 2/262
◀ | Al-Fatihah : 7 | ▶ |