Kemenag RI 2019:Apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, “Kami telah beriman.” Akan tetapi apabila mereka menyendiri dengan setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, “Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya pengolok-olok.” Prof. Quraish Shihab:Dan apabila mereka berjumpa (dengan) orang-orang yang beriman, mereka berkata, “Kami telah beriman.” Dan apabila mereka pergi menyendiri dengan setan-setan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami bersama kamu, sesungguhnya kami hanyalah pengolok-olok.” Prof. HAMKA:Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami ini telah beriman," dan apabila mereka telah sendiri dengan setan-setan mereka, mereka katakan, "Sesungguhnya, kami adalah ( tetap) bersama kamu, kami ini hanyalah mengolok-olokkan mereka itu.
Ayat ke-14 ini dan beberapa ayat sebelumnya yaitu ayat ke-11 dan ke-13 diawali dengan lafaz wa-idza, sehingga ada tiga kali terulang-ulang tiga hal yang dihubungkan dengan waw athaf.
Lafazh (لقوا) ini berasal dari kata (لقي - يلقى) yang bermakna bertemu dalam arti bertemu secara dekat. Namun menurut qiraat Abu Hanifah adalah (لاقوا). Sedangkan mereka yang dimaksud dalam ayat ini menurut Ibnu Abbas adalah orang-orang munafik yang sesungguhnya para ahli kitab yang tidak beriman namun berpura-pura masuk Islam.[1]
Yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman dalam ayat ini maksudnya adalah para shahabat Nabi SAW, baik dari kalangan muhajirin Mekkah ataupun dari kalangan anshar asli Madinah.
قَالُوا آمَنَّا
Orang-orang munafik itu menyatkaan diri dan berkata terus terang serta mengaku-ngaku bahwa diri mereka telah memeluk agama Islam dan merasa diri mereka sebagaibagian dari orang-orang yang beriman. Sehingga awalnya banyak di antara para shahabat yang mengira mereka itu termasuk orang-orang yang beriman. Namun setelah turunnya ayat ini, tahulah para shahabat bahwa orang-orang yahudi itu ada yang pura-pura masuk Islam, sedangkan hati mereka tetap kafir.
وَإِذَا خَلَوْا
Lafazh khalau berasal dari kata (خلى - يخلو) yang bisa bermakna pergi berlalu atau juga berduaan seperti berkhalwat, dan juga bisa bermakna keduanya. Maksudnya mereka pergi dari hadapan kaum muslimin dan menjumpai pimpinan mereka.
Karena tidak mungkin mereka membongkar kedok mereka di hadapan kaum muslimin. Sehingga mereka bermuka dua, ketika di hadapan kaum muslimin, mereka menampakkan diri sebagai orang yang beriman. Namun ketika sudah tidak lagi di hadapan kaum muslimin, barulah mereka menampakkan jati diri sebagai bukan muslim.
Lalu mereka berkhalwat alias bertemu secara diam-diam dalam kerahasiaan tanpa sepengetahuan orang lain, khususnya kaum muslimin. Kata khalwat sering juga digunakan untuk menggambarkan bagaimana menyepinya laki dan perempuan yang bukan mahram dari banyak orang. Ketika mereka berduaan karena tidak ingin diketahui oleh orang lain, disebutlah mereka berkhalwat. Ada unsur diam-diam dan kerahasiaan agar tidak diketahui orang lain.
Dan begitulah perilaku kaum munafikin yang aslinya kafir tapi pura-pura masuk Islam, menemui pimpinan mereka yang kafir juga tapi dilakukan dengan cara diam-diam alias berkhalwat.
إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ
Lafazh syayathin adalah bentuk jamak dari syaithan yang bermakna jauh (البُعْدٌ). Dinamakan setan karena melakukan kejahatan yang banyak dan begitu jauh jaraknya dari kebaikan. Para ulama mengatakan bahwa setan ada macam, yaitu jin dan manusia sebagaimana firman Allah SWT dalam ayat terakhir surat An-Naas (مِنَ الجِنَّةِ وَالنَّاسِ).
Namun kebanyakan mufassir cenderung berpendapat bahwa yang dimaksud dengan para setan disini wujudnya adalah manusia dan bukan jin atau makhuk halus. Mereka adalah para pemimpin Yahudi. Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka itu jumlah lima orang dari kalangan yahudi, yaitu Ka’ab bin Al-Asyraf di Madinah, Abu Burdah di Bani Aslam, Abduddar di Juhainah, ‘Auf bin ‘Amir di Bani Sa’ad dan Abdullah bin As-Sauda’ di Syam.[1]
Mereka berkata bahwa ‘kami ini bersama kamu’, maksudnya mereka tetap menyatakan setia bersama-sama para pemimpin yahudi mereka dalam keimanan dan agama mereka yang lama, yaitu agama yahudi.
Mereka ucapkan pernyataan kesetiaan demi tetap meyakinkan para pemimpin mereka bahwa meskipun mereka sudah menyatakan diri masuk Islam, namun posisi mereka tetap loyal dan setia kepada pimpinan yahudi mereka.
Boleh jadi ayat ini semacam isyarat dan pengakuan Al-Quran bahwa ada kelompok yahudi yang mahir bermain sebagai agen dalam dunia spionase. Di masa modern ini Israel punya badan inteligen yang masyhur yaitu Mossad. Mossad dianggap salah satu dinas intelijen yang paling sukses di dunia, karena punya agen yang banyak, nyaris mereka amat terampil dalam berpraktek dan amat terkenal amat loyalitasnya kepada kepentingan negara mereka.
Rupanya sejak zaman kenabian Muhammad SAW 14 abad yang lalu, praktek spionase itu sudah pernah dijalankan, bahkan kisah mereka pun ikut masuk dalam ayat-ayat Al-Quran.
إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Lafazh mustahzi’un banyak dimaknai sebagai sukhriyah (سخرية) yang bermakna berolok-olok. Caranya dengan menampakkan seolah-olah berada di pihak kaum muslimin, dengan tujuan agar aman dari serangan mereka, mendapatkan banyak rahasia mereka serta mendapatkan keuntungan lain seperti ikut mendapat ghanimah dan lainnya.
Namun semua itu hanya kepura-puraan saja, bukan sesuatu yang datang dari hati nurani.