Kemenag RI 2019:Jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang apa (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Nabi Muhammad), buatlah satu surah yang semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Prof. Quraish Shihab:Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang apa (al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Nabi Muhammad saw.), maka buatlah satu surah (saja) yang semisal dengannya dan panggillah para saksi kamu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Prof. HAMKA:Dan, jika adalah kamu dalam keraguan dari hal apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami maka datangkanlah sebuah surah yang sebanding dengan dia dan panggillah saksi-saksi kamu selain dari Allah itu jika kamu orang yang benar.
Huruf wawu (و) di awal kalimat menjadi sambungan dari kalimat sebelumnya yang ada dalam ayat 22. Dan begitulah pola kalimat dalam bahasa Arab, bisa saja dan sah-sah saja apabila suatu kalimat diawali dengan kata : 'dan'. Kalau dibandingkan dalam bahasa Indonesia, awal kalimat tidak boleh dimulai dengan kata sambung seperti 'dan'.
Sehingga jadi merepotkan ketika harus diterjemahkan, karena awal kalimat tidak mungkin diawali dengan kata 'dan', padahal kalimat aslinya dalam bahasa Arab memang ada. Dilemmanya adalah apakah dibuang saja seolah-olah tidak pernah ada, ataukah tetap diterjemahkan.
Ada perbedaan pandangan di kalangan mufassir tentang siapakah 'kamu' yang dimaksud dalam ayat ini. Banyak yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah semua orang kafir, termasuk kaum musyrikin Mekkah dan juga Yahudi Madinah.
Namun sebagian dari mereka seperti Ibnu Abbas dan Muqatil perpendapat bahwa yang diajak bicara justru orang-orang yahudi Madinah. Bagaimana hal itu diketahui?
Jawabannya ada di dalam ayat itu sendiri, ketika Allah SWT menyebutkan mereka merasa ragu bahwa Al-Quran itu merupakan wahyu yang turun dari Allah. Seandainya mereka yang dimaksud kaum musyrikin Mekkah, maka reaksi mereka pastinya bukan ragu-ragu, tapi langsung menolak begitu saja.
Hal itu bisa kita maklumi karena memang sejak awal mereka memang sudah tidak percaya. Mereka tidak ragu tapi memang mengingkari sejak awal.
Sebaliknya yang lebih pas untuk meragukan bahwa Al-Quran bersumber dari Allah SWT adalah orang Yahudi. Sebab mereka memang menerima konsep kitab suci samawi dan menyakini bahwa selama ini Allah SWT menurunkan ayat-ayat suci, seperti Taurat, Injil, Zabur dan lainnya.
Lalu khusus untuk Al-Quran yang turun kepada Nabi Muhammad SAW, ternyata mereka meragukannya dengan berbagai alasan. Dan masuk akal kalau mereka bilang meragukan, karena selama ini mereka sudah kenal banyak kitab suci samawi yang turun, sehingga klaim mereka yang meragukan keaslian Al-Quran bisa diterima.
Kenapa bisa diterima?
Karena isi syariat yang dibawa Al-Quran semakin hari semakin menciptakan jarak dengan syariat umat terdahulu. Misalnya terkait pemindahan arah kiblat ke Masjid Al-Haram Mekkah. Padahal selama ini kiblat umat Islam selalu ke Baitul Maqdis.
Lalu ada juga perintah berpuasa khusus di bulan Ramadhan, yang seolah mengganti puasa kaum muslimin sebelumnya, dimana mereka ikut berpuasa setiap tanggal 10 Muharram yang dikenal sebagai hari Asyura. Pergeseran demi pergeseran aturan syariah yang turun kepada Nabi SAW itulah yang dijadikan bahan keragu-raguna kalangan Yahudi atas keotentikan ayat-ayat Al-Quran yang turun.
Sebagian lagi mengatakan bahwa ayat ini justru ditujukan kepada musyrikin Mekkah. Alasannya karena tantangan untuk mendatangkan surat yang seperti Al-Quran hanya bisa dilakukan oleh sesama orang Arab. Karena yang jadi sumber masalah adalah ketinggian sastra yang dimiliki oleh Al-Quran. Dan orang-orang Arab selama ini sangat membanggakan para pujangga mereka serta ketinggian budaya sastra mereka.
Sehingga kalau tantangan untuk bikin satu surat seperti Al-Quran ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang bukan Arab dan bukan pujangga, maka tantangan semacam itu malah salah sasaran serta tidak tepat. Buat apa orang yang bukan Arab ditantang untuk lomba bikin karya sastra?
في ريب
Lafazh raib (ريب) sering diterjemahkan sebagai ragu-ragu, namun selain itu dalam Al-Quran juga dikenal istilah syak (شك) yang terjemahannya nyaris sama saja yaitu ragu-ragu.
Lalu apakah ada beda antara raib (ريب) dan syak (شك)?
Tentu saja ada, kalau memang sama saja tentu tidak perlu disebutkan secara berbeda. Meski sama-sama bermakna ragu-ragu, namun dari segi skala besaran keraguannya bisa kita buat antara nol hingga seratus. Ragu-ragu yang menggunakan syak (شك) itu nilainya adalah 50:50. Sedangkan ragu-ragu yang menggunakan kata raib (ريب) nilainya masih dibawah 50 persen.
Para ulama mengatakan bahwa raib (ريب) itu ketika seseorang masuk ke level khayal (tawahhum) dan bingung (iltibas), karena memang nyaris tidak paham.
مما نزنلنا
Lafazh mimma (مما) asalnya dari min (من) yang bermakna dari dan maa (ما) yang bermakna apa. Lalu huruf nun pada lafazh min dihapus sehingga dibaca langsung menjadi mimma. Dan maknanya memang dari apa, maksud sebagian ayat Al-Quran.
Lafazh nazzalna (نزلنا) bermakna : 'Kami menurunkan'. Maksudnya adalah ayat-ayat Al-Quran itu diragukan oleh orang kafir bahwa datangnya dari sisi Allah SWT.
عَلَىٰ عَبْدِنَا
Yang dimaksud dengan 'hamba Kami' dalam ayat ini tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW sendiri. Para ahli tafsir menyebutkan ada banyak penyebutan Nabi Muhammad SAW di dalam Al-Quran, salah satunya adalah disebut dengan sebutan : hamba-Nya.
Apabila disebut dengan sebutan 'hamba-nya', maka itu merupakan bentuk pemuliaan kepada Nabi Muhammad SAW, dimana hal-hal yang terkait dengan kejadiannya pastilah merupakan kejadian yang mulia juga.
Salah satunya ketika menceritakan peristiwa pemuliaan Nabi SAW dalam bentuk Isra dan Mi'raj, Allah SWT menyebut Beliau SAW dengan sebutan : hamba-Nya.
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha. (QS. Al-Isra : 1)
Begitu juga ketika menerima turunnya Al-Quran yang mulia, Allah SWT sekali lagi menyebut Nabi SAW dengan sebutan : hamba-Nya dalam beberapa ayat yang berbeda, di antaranya ayat-ayat berikut :
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, (QS. Al-Furqan : 1)
فَأَوْحَىٰ إِلَىٰ عَبْدِهِ مَا أَوْحَىٰ
Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (QS. An-Najm : 10)
Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Quran) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu. (QS. Al-Hadid : 9)
فأتوا
Lafazh fa'tu (فأتوا) berasal dari huruf fa' (ف) yang artinya : maka dan fi'il amar : u'tu (أؤتوا) yang artinya datanglah. Namun karena setelah perintah datanglah ada huruf ba' (ب) yang bermakna : dengan, maknanya menjadi : 'datanglah dengan'. Atau bisa disederhanakan menjadi : 'datangkanlah', atau 'datang lah dengan membawa'. Dan bisa juga dibuat menjadi lebih sederhana : 'bawakan kesini'.
Dan karena yang harus dibawa itu berupa syair Arab yang indah, tentu maksudnya bukan ditulis dalam bentuk buku, melainkan bacakanlah syair indah gubahan kalian yang sekiranya menurut kalian bisa menyaingi keindahan Al-Quran dari sisi sastra.
Kalau kita telusui ayat-ayat Al-Quran secara keseluruhan, kita akan menemukan bukan sekali ini saja Allah SWT menantang orang kafir untuk membuat syair yang bisa menyamai Al-Quran. Setidaknya ada tiga kali tantangan yang uniknya satu sama lain berbeda -atau lebih tepatnya- berjenjang dalam level tantangannya.
1. Membuat Al-Quran Sepenuhnya
Ada tantangan untuk membuat syair yang ukurannya seperti Al-Quran secara utuh, yaitu 30 juz dan 114 surat, atau sekitar 6.236 ayat. Setidaknya sebanyak yang sudah turun di waktu ayat tantangan ini turun. Tantangan ini levelnya sangat tinggi sebagaimana bunyinya :
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS. Al-Isra' : 88)
2. Tantangan Membuat Sepuluh Surat
Karena tantangan untuk membuat kitab suci yang utuh seperti Al-quran sepenuhnya tidak terjawab, lalu Allah SWT menurunkan dificulty level tantanannya menjadi cukup 10 surat saja.
Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".. (QS. Hud : 13)
3. Tangan Membuat Satu Surat
Karena tantangan kedua tidak bisa dijawab, maka terakhir kali Allah SWT menurunkan lagi level tantanannya menjadi hanya cukup membuat satu surat saja, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat ini.
بسورة
Surat di dalam Al-Quran terdiri dari minimal tiga ayat, seperti surat An-Nashr, Al-Kautsar dan Al-Ashar. Sedangkan yang paling panjang adalah Al-Baqarah yaitu 286 ayat, nyaris dua juz tambah setengah.
Kalau satu surat cukup tiga ayat, maka tantangan ini sangat mudah dijawab. Itu logikanya.
Tapi fakta di lapangan malah sebaliknya, tak satu surat pun mereka berhasil susun. Padahal mereka pujangga papan atas. Jangankan tiga ayat, ratusan baik syair bisa mereka ciptakan secara spontanitas.
Namun semua sepakat bahwa semua karya mereka itu sama sekali tidak mendekati keindahan Al-Quran. Justru mereka saling mentertawakan karya sesama mereka.
من مثله
Lafazh min mitslihi (من مثله) dimaknai menjadi : yang semisal dengan Al-Quran. Maksudnya setara atau selevel dengan Al-Quran dari sisi keindahan sastranya. Hal itu karena yang dijadikan tantangan adalah keindahan sastra Al-Quran, sedangkan yang ditantang memang para pujangga Arab yang disebut-sebut merupakan puncak masa kejayaan pujangga Arab.
Tantangan ini sebenarnya sejalan dengan tantangan-tantangan yang diarahkan kepada para penentang dakwah para nabi dan rasul di masa lalu.
Nabi Musa hidup di tengah peradaban bangsa Mesir yang sangat maju dalam ilmu sihir, sehingga mampu mengubah tali temali menjadi ular-ular yang hidup. Maka tantangan yang dikembangkan adalah dalam urusan kekuatan sihir berhadapan dengan mukjizat Nabi Musa. Dan tongkat Musa ternyata bisa berubah menjadi ular yang besar dan memakan ular-ular kecil bikin para penyihir.
Nabi Isa hidup berhadapan dengan para tabib yang pandai dalam bidang pengobatan. Maka mukjizat Nabi Isa kemudian dapat mengalahkan mereka, sebab mampu menghidupkan kembali orang yang sudah mati.
Sedangkan di masa Nabi Daud yang menjadi tantangan adalah dalam masalah melunakkan besi dan seni berperang mengalahkan tentara Jalut yang sedemikian besar.
وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّ
Lafazh syuhada banyak diterjemahkan menjadi para penolong, meskipun sesungguhnya makna aslinya adalah para saksi. Asal katanya dari syahid dan bentuk jamaknya syuhada.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan syuhada adalah kaum yang lain namun membantumu dalam masalah itu. Sebagian ulama lain memaknainya dengan pimpinan dan senior para orang kafir.
Dalam hal ini Allah SWT menantang mereka yang menuduh Al-Quran bukan dari sisi Allah, melainkan hasil karangan manusia yaitu Nabi Muhammad SAW agar membentuk team kerja yang terdiri dari para pujangga papan atas yang kemampuannya dalam menggubah puisi dan syair sudah tidak perlu dipertanyakan lagi.
Kenapa harus team kerja?
Karena kalau dikerjakan sendirian sudah pasti tidak mampu dilakukan. Sebab sebelumnya tantangannya untuk membuat syair yang tebalnya seperti Al-Quran yang memang ayatnya banyak sekali. Namun karena tantangan itu tidak terjawab, Allah SWT turukan levelnya menjadi hanya sepuluh surat.
Karena masih tidak sanggpun, maka diturunkan lagi tinggal satu surat saja. Itupun pastinya tidak sanggup, sehingga Allah SWT pun memberi kesempatan luas kepada semua pujangga tanah arab agar bersatu padu membentuk team gabungan untuk bekerja dan bersungguh-sungguh menciptakan syair yang keindahannya bisa mendekati Al-Quran. Dan ternyata mereka tidak mampu untuk melakukannya.
إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Lafazh shadiqin (صَادِقِينَ) dimaknai sebagai orang yang benar, sebagai lawan kata dari kadzib atau dusta.
Namun dalam konteks kalimat ini, yang dimaksud adalah : kalau kamu merasa sudah benar dalam klaim yang kamu ajukan bahwa Al-Quran tidak datang dari sisi Allah dan hanya hasil karangan Nabi Muhammad SAW saja.
Kalimat ini sebenarnya merupakan saran buat mereka yang mengklaim bahwa Al-Quran itu bukan dari Allah tapi hasil karangan Nabi Muhammad. Sarannya adalah silahkan kalian buat satu surat yang menyerupainya. Begitulah cara untuk membuktikan bahwa klaim kalian itu benar.
Namun karena kalian tidak pernah bisa membuat surat yang dimaksud, terbukti bahwa klaim kalian itu tidak benar dan keliru. Kalian hanya sekedar berasumsi dan menuduh tapi tidak bisa membuktikan tuduhan.