Kemenag RI 2019:(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi.” Mereka bertanya, “Apakah engkau akan menjadikan kami sebagai ejekan?” Dia menjawab, “Aku berlindung kepada Allah agar tidak termasuk orang-orang yang jahil.” ) Prof. Quraish Shihab:Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyembelih (seekor) sapi.” Mereka berkata: “Apakah engkau hendak menjadikan kami bahan olok-olokan?” Dia (Nabi Musa as.) menjawab: “Aku berlindung kepada Allah supaya tidak menjadi salah seorang dari orang-orang jahil (bodoh).” Prof. HAMKA:Dan (ingatlah) ketika berkata Musa kepada kaumnya, "Sesungguhnya, Allah memerintahkan kamu menyembelih seekor lembu betma. Mereka berkata, "Apakah akan engkau ambil kami ini jadi permainan?" Dia berkata, "Berlindung aku kepada Allah, daripada jadi seorang di antara orang-orang yang bodoh."
Setelah usai membahas banyak hal hingga 66 ayat, maka tibalah kita pada ayat ke-67 yang menjadi inti dari surat Al-Baqarah. Setidak-tidaknya ayar-ayat yang menjadi sebab kenapa surat paling panjang terdiri dari 286 ayat ini dinamakan Al-Baqarah.
Mulai ayat ke-67 hingga tujuh ayat ke depan, alur kisah kita mulai masuk ke kisah tentang sapi yang dijadikan judul atau nama surat ini.
Memang penamaan surat ini dengan nama Al-Baqarah termasuk cukup unik.
Pertama, posisinya bukan di awal surat tetapi setelah melewati 66 ayat. Biasanya nama surat itu setidaknya diwakili oleh ayat pertama.
Misalnya surat Al-Isra' yang diawali dengan ayat tertang peristiwa Nabi SAW di-isra'-kan di malam hari. Walaupun hanya satu ayat saja dari 111 ayat yang bicara peristiwa tersebut, namun setidaknya ayatnya ada di depan.
Kedua, kisah terkait perintah menyembelih sapi lalu bagian tubuhnya dipukulkan ke jasad korban pembunuhan memang unik. Sebab korban yang sudah tidak bernyawa itu bisa hidup kembali.
Namun kalau dibandingkan dengan peristiwa-periatiwa besar lainnya, sebenarnya cukup banyak yang jauh lebih dahsyat. Sebutlah misalnya bagaimana 1,2 juta balatentara Firaun ditenggelamkan di laut Merah, atau bagaimana sebelumnya laut merah bisa terbelah sehingga dasar lautnya menjadi 12 trak jalan kering untuk lewat 12 klan Bani Israil, jelas lebih spektakuler.
Atau kisah bagaimana dihidupkannya kembali nyawa 70 orang pengikut Musa setelah kematian mereka karena memaksakan diri ingin melihat Allah SWT. Padahal nyawa yang dihidupkan kembali dalam kisah sapi hanya satu orang. Itu pun setelah bikin pengakuan tentang siapa yang membunuh, diriwayatkan korban pun langsung mati lagi. Sedangkan 70 pengikut Musa ketika dihidupkan kembali, mereka hidup terus dan bisa meneruskan misi Nabi Musa alaihissalam.
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ
Sebagaimana sudah dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya, lafazh wa-idz (وإذْ) bermakna : "Dan ingatlah". Kali ini yang diminta untuk diingat adalah bagaimana Nabi Musa berkata kepada kaumnya, yaitu sebagai jawaban atas keinginan mereka mengetahui siapakah gerangan yang telah membunuh nyawa manusia.
Disinilah uniknya kisah-kisah dalam Al-Quran, Allah SWT sama sekali tidak memberikan latar belakang kejadian, sehingga kita yang awam dengan kisah-kisah itu pasti akan dibuat bingung dan bertanya-tanya keheranan. Seolah-olah Al-Quran berbicara kepada orang yang sudah tahu kisah itu sejak awal, sehingga dirasa tidak perlu lagi untuk menjelaskan apa dan bagaimana suatu peristiwa bisa terjadi.
Juga tidak dirasa perlu untuk dijelaskan, dimana kejadian itu dan kapan, atau melibatkan siapa sajakah peristiwa itu. Seolah-olah yang diajak bicara sudah tahu semuanya.
Dan memang benar sekali kalau dikatakan bahwa yang diajak bicara sudah tahu semuanya, karena yang diajak bicara oleh Al-Quran adalah Bani Israil yang tinggal di Madinah. Mereka tidak lain adalah anak cucu Bani Israil yang sangat membanggakan leluhur mereka lengkap dengan berbagai macam kisah heroiknya.
Kisah-kisah tentang kehebatan nenek moyang mereka selama ini telah mereka share kepada masyarakat Madinah. Semata-mata hanya untuk mereka bangga-banggakan. Dan wajar kalau penduduk Madinah yang bukan dari garis keturunan mereka juga sudah sangat hafal dengan kisah-kisah itu.
Maka ketika ayat-ayat Al-Quran turun mengalir deras kepada penduduk Madinah, baik Bani Israil ataupun orang Arabnya, sama sekali tidak merasa bingung kalau isinya juga menceritakan kisah-kisah leluhur Bani Israil, toh setiap hari sudah jadi perbincangan mereka.
Maka terjawablah sudah kenapa Al-Quran tidak harus bercerita secara seutuhnya dari awal hingga akhir, namun lebih merupakan komentar singkat dan padat. Ternyata Al-Quran berbicara dengan mereka yang menguasai masalah itu.
Barulah muncul masalah ketika kita yang bukan Bani Israil dan tidak pernah bergaul dengan mereka membaca ayat-ayat yang berisi kisah-kisah leluhur Bani Israil. Kita pun merasa kenapa ayat-ayat ini sebegitu iritnya bercerita, ibarat potongan puzzle yang berserakan dan harus kita susun ulang.
Wajar dan bisa dimengerti kalau sampai ada orintelis barat non-muslim yang mengatakan bahwa isi Al-Quran itu 'berantakan'. Kita jangan langsung emosi dulu, kerena memang kalau yang tidak tahu urusan dan awam, sudah bisa dipastikan akan merasakan hal yang sama. Isi Al-Quran di mata mereka yang tidak tahu jalan ceritanya, terasa seperti meloncat-loncat dan berantakan bahkan sukar dipahami. Memang itu tidak bisa dipungkiri dan fakta yang kasat mata.
Namun kalau kita sudah tahu duduk masalahnya, maka ayat-ayat Al-Quran itu justru jadi sebegitu indahnya. Disitulah pentingnya kita belajar ilmu tafsir dalam memahami Al-Quran. Karena puzzle-puzzle itu akan menyatu dan membentuk gambar yang indah setelah digabungkan lewat ilmu tafsir.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ
Perintah dari Allah SWT ini datang lewat lisan Nabi Musa alaihissalam. Dilatar-belakangi kejadian terbunuhnya nyawa seorang dari Bani Israil yang tidak ketahuan siapa pembunuhnya.
Karena tidak mampu membongkar siapa yang jadi pembunuhnya, maka Bani Israil angkat tangan dan menyerah. Satu-satunya alternatif yang bisa memberikan mereka jawaban hanya lah lewat mukjizat, yaitu Allah SWT menurunkan wahyu samawi.
Oleh karena itulah mereka mendatangi Nabi Musa alaihissalam dan memintanya agar Allah SWT menurunkan wahyu yang berisi informasi dan penjelasan, siapakah pembunuh tak dikenal itu, mungkin juga dijelaskan apa motif serta modusnya.
Nabi Musa pun beroda memohon kepada Allah SWT agar segera diturunkan wahyu yang menjelaskan segala sesuatunya biar clear dan selesai masalahnya. Namun alih-alih mendapat jawaban yang memuaskan, ternyata yang turun adalah perintah menyembelih sapi.
Maka jadi marahlah Bani Israil dan gusar kepada Allah, sampai mereka menuduh bahwa Allah SWT tidak serius dan bercanda. Lalu keluar dari mulut mereka pernyataan yang tidak pantas untuk ditujukan kepada Allah : (قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا) "Apakah kamu mau mengejek kami?".
Padahal mereka tidak tahu bahwa menyembelih sapi itu merupakan jalan untuk mendapatkan jawaban siapakah pembunuh misterius itu. Bukannya mereka laksanakan perintah itu, tetapi malah banyak protes dan menolak perintah.
Kisah Aisyah Radhiyallahuanha
Ketika menuliskan kisah Bani Israil yang minta jawaban lewat wahyu samawi, Penulis jadi teringat perisitwa yang mirip di masa kenabian Muhammad SAW dan menimpa ibunda mukminin Aisyah radhiyallahuanha. Allah SWTsecara tegas menurunkan wahyu resmi dari langit yang menjawab semua pertanyaan serta isu-isu yang berkembang secara liar di Madinah kala itu, khususnya terkait dengan kesucian seorang ibunda mukminin.
Ayat yang turun jelas-jelas merupakan pembelaan kepada Aisyah dan kehormatan rumah tangga nabi. Surat An-Nur itu turun begitu saja tanpa ada syarat harus sembelih sapi dan sebagainya. Kalau kita bandingkan dengan kisah Bani Israil, mereka nampak perbedaannya. Sebegitu mudahnya turun penjelasan dan klarifikasi dari langit kepada Baginda Nabi SAW, ketimbang kepada Bani Israil di masa lalu.
أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً
Lafazh tadzbahu (تَذْبَخُوا) berarti menyembelih. Pada intinya penyembelihan hewan itu adalah membunuh hewan dengan jalan tercepat dan terbaik. Caranya dengan memutus jalur darah baik arteri atau vena dari jantung ke seluruh tubuh dan dari seluruh tubuh ke jantung.
Tempat yang paling menjadi pusat aliran darah paling deras adalah di bagian leher. Oleh karena itulah penyembelihan itu selalu dilakukan di leher hewan. Semakin kuat denyut nadi hewan itu meronta, maka semakin cepat pula darah terkuras habis dari dalam tubuhnya. Dan semakin sempurna pula kematian hewan itu dengan cara kehabisan darah.
Penelitian di zaman modern membuktikan bahwa cara paling sehat untuk mematikan hewan memang lewat penyembelihan di bagian leher. Dan cara ini digunakan di seluruh dunia meski pun penduduk negeri itu bukan muslim. Termasuk juga dilakukan oleh Bani Israil di masa lalu, dimana tehniknya sama yaitu dengan penyembelihan di bagian leher.
Lafazh baqarah (بَقَرَة) secara umum diterjemahkan sebagai sapi dengan jenis kelamin betina. Sehingga dalam banyak versi terjemahan Al-Quran, al-baqarah diterjemahkan menjadi : 'sapi betina'. Banyak ulama yang mendukung pandangan ini dan mengatakan bahwa kalau sapi itu jantan bukan baqar (بَقَر) tetapi sebutannya adalah tsaur (ثَوْر).
Namun ada sebagian kalangan yang mengatakan bahwa huruf ta' marbuthah (ة) pada lafazh baqarah bukan ta' ta'nis yang menunjukkan kelamin betina, tetapi memang sebutan untuk jenis sapi tertentu disebut dengan baqarah dan sapi itu tidak harus betina. Di antara yang cenderung memilih pandangan itu adalah Prof. Quraish Shihab, sehingga kalau kita perhatikan terjemahan versi Beliau kita akan temukan bahwa surat ini beliau terjemah sebagai sapi tanpa embel-embel betina.
Lafazh baqar dalam bahasa Arab berarti mendesak atau mendorong (يَشُقُّ), mungkin karena di masa itu fungsinya untuk mendoring tanah alias membajak sawah.
قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا
Lafazh huzuwa (هُزُوًا) diartikan sebagai ejekan, olok-olok dan bentuk cibiran yang merendahkan. Lafazh ini diucapkan oleh Bani Israil sebagai reaksi dari perintah Allah SWT kepada mereka untuk menyembelih seekor sapi. Yang bisa ditangkap dari reaksi jawaban mereka adalah bahwa pada dasarnya mereka enggan menjalankan perintah itu. Dan ada dua kemungkinan penyebabnya. Yang pertama boleh jadi karena keengganan mereka dalam menjalankan perintah Allah. Sedang yang kedua karena kebodohan dan ketidak-tahuan mereka. Dan bisa juga gabungan dari dua faktor di atas.
Kalau coba kita selami kenapa mereka tidak mau melaksanakan perintah yang sebenarnya amat sederhana, yaitu sekedar menyembeli sapi, dan sebenarnya terlalu mudah untuk melakukannya, boleh jadi karena kengganan dan kemalasan mereka. Maunya mereka langsung saja Allah SWT memberitahukan siapa yang jadi pembunuhnya, tanpa harus menjalankan syarat ini dan syarat itu, meskipun sebenarnya mudah sekali syaratnya. Namun karena mereka enggan dan malas melakukannya, dicari-cari saja lah alasan ini dan itu, yang intinya jelas sekali yaitu ogah dan tidak mau menjalankan. Dan itu adalah kesalahan fatal dari Bani Israil yang akan mereka sesali seumur hidup dan sepanjang sejarah.
Namun kita juga bisa berteori lain, bahwa keengganan mereka bisa juga disebabkan bahwa perintah menyembeli sapi itu seolah tidak logis dan aneh. Kebutuhan mereka adalah mendapatkan informasi siapa yang jadi pembunuh korban pembunuhan misterius, namun alih-alih dapat jawaban informasi berguna, tetapi malah turun perintah ini dan itu yang menurut mereka sama sekali tidak ada hubungannya dengan kasus pembunuhan.
Padahal justru mereka yang bodoh, sebab perintah menyembelih sapi itu sangat erat hubungannya dengan pemecahan kasus pembunuhan misterius. Bagian dari tubuh sapi itu dipukulkan kepada jasad korban, maka korban yang sudah mati itu akan hidup kembali dan memberitahukan siapakah sosok misterius yang telah merenggut nyawanya.
Bagian ini yang tidak disadari oleh Nabi Israil sejak awal, mereka merasa pintar padahal mereka bodoh dan tidak tahu apa-apa. Dan karena merasa pintar tahu segala sesuatunya, petunjuk dan perintah dari Allah SWT pun mereka sepelekan bahkan cenderung diabaikan sampai mengatakan apakah ini merupakan lelucon?