Sesungguhnya orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar), dan membunuh manusia yang memerintahkan keadilan, sampaikanlah kepada mereka kabar ‘gembira’ tentang azab yang pedih.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan, dan membunuh orang-orang yang menyuruh berbuat adil dari (kelompok) manusia, maka gembirakanlah mereka dengan azab yang sangat pedih.
Sesungguhnya, orang-orang yang kufur pada perintah-perintah Allah dan membunuh nabi-nabi dengan tidak benar dan membunuh orang-orang yang menyuruhkan keadilan kepada manusia maka beri ancamanlah mereka dengan siksa yang pedih.
Lafazh yaqtuluna (وَيَقْتُلُونَ) adalah fi’il mudhari’ dari asalnya (قتل - يقتل) yang artinya membunuh alias menghilangkan nyawa.
Lafazh an-nabiyyin (النَّبِيِّينَ) adalah bentuk jamak dari bentuk tunggalnya nabi, yaitu para utusan Allah yang menerima wahyu samawi berisi syariat dan risalah samawi.
Lafazh bi-ghairi haqq (بِغَيْرِ حَقٍّ) maknanya : tanpa hak. Maksudnya pembunuhan itu hanya dibenarkan manakala dilakukan dengan hak, misalnya membunuh orang yang memang dijatuhi hukuman mati karena kasus pembunuhan. Atau membunuh orang yang berzina padahal sudah menikah. Atau membunuh orang yang murtad dari agamanya. Dasar kebolehan membunuh nyawa dalam tiga kasus itu adalah sabda Nabi SAW :
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بإِحْدَى ثَلاثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِيْ، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّاركُ لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ للجمَاعَةِ
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak halal darah seorang muslim (untuk ditumpahkan) kecuali karena salah satu dari 3 perkara: tsayyib (orang yang sudah menikah) yang berzina, jiwa dengan jiwa (qishash) dan orang yang meninggalkan agamanya (murtad) serta memisahkan diri dari jama’ah (kaum muslimin).” (HR al Bukhari dan Muslim).
Sepanjang sejarah memang kita temukan beberapa kasus pembunuhan para nabi dan rasul. Ibnul Qoyim menyebutkan dalam kitab Hidayah al-Hayara fi Ajwibati Al-Yahud wa An-Nashara bahwa Bani Israil pernah membunuh 70 nabi dalam sehari. Berikut petikannya :
وأما خلفهم فهم قتلة الانبياء قتلوا زكريا وابنه يحي وخلقا كثيرا من الانبياء حتى قتلوا في يوم سبعين نبيا واقاموا السوق في آخر النهار كأنهم لم يصنعوا شيئا
Sementara generasi yang datang setelah Musa, mereka adalah pembunuh para nabi. Mereka membunuh Zakariya dan putranya nabi Yahya dan banyak nabi-nabi yang lainnya. Hingga dalam waktu sehari mereka membunuh 70 nabi, lalu mereka mengadakan pasar di sore hari, seolah-oleh mereka tidak berbuat kesalahan apapun.[1]
Walaupun terkadang usaha mereka dalam rangka membunuh nabi kadang tidak berhasil, sebab Allah SWT datang melindungi nabi-Nya. Misalnya ketika mereka bersekongkol ingin membunuh Nabi Isa alaihissalam, maka Allah SWT gagalkan rencana mereka dengan cara yang di luar logika.
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ ۚ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ ۚ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا
Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (QS. An-Nisa : 157)
Begitu juga dengan Nabi Muhammad SAW, ternyata Beliau juga tidak luput dari usaha pembunuhan yang dilakukan pihak Yahudi. Pelakunya seorang wanita dari kalangan Yahudi Kaibar yang bernama Zaenab binti Al-Harits. Nabi SAW nyaris meninggal karena diracun oleh istri Sallam, komandan pasukan Yahudi yang tewas dalam pertempuran.
Saat itu Zainab mengirim sepotong daging domba untuk pasukan Nabi. Nabi SAW pun sempat menggigit sedikit daging tersebut, tetapi segera memuntahkannya setelah merasa ada hal yang ganjil. Allah SWT menyelamatkan Nabi SAW dari upaya pembunuhan dengan menggunakan modus memberi racun pada hidangan kambing. Nabi SAW diberi tahu Jibril bahwa dalam daging kambing yang dihidangkan oleh wanita Yahudi bernama Zaenab itu ada racunnya. Sehingga belum sempat ditelan yang banyak, dan nyawa beliau pun terselamatkan.
Namun, tidak demikian halnya dengan sahabat yang bernama Bisyri bin Bara. Dia meninggal lantaran memakan daging tersebut. Saking kuat kuatnya racun yang dibubuhkan itu, bahkan ketika di kemudian hari Nabi SAW sakit menjelang kematiannya, Beliau masih mengingat racun yang sempat hampir membunuh nyawanya. Beliau SAW bersabda :
مَا زَالَتْ أَكْلَةُ خَيْبَرَ تُعَاوِدُنِي
Makanan di Khaibar dulu itu rupanya masih menggangguku.
Padahal Perang Khaibar itu terjadi pada tahun ketujuh hijriyah, sedangkan Nabi SAW wafat di tahun kesebelas. Terpaut empat tahun lamanya, namun rasa racunnya masih bisa dirasakan.
Namun para ahli sejarah berbeda pendapat tentang nasib si Zaenab ini. Ada yang mengatakan Zaenab kemudian dihukum mati lewat pelaksaaan hukum qishash sesuai tuntutan dari keluarga Bisyr bin Barra.
Namun ada juga yang mengatakan bahwa Zaenab diampuni dan tidak dihukum. Konon awalnya banyak sahabat berniat membunuhnya karena telah membunuh Bisyr bin al-Barra’ dan membahayakan nyawa Rasulullah. Namun, Rasulullah melarang dan mencegah para sahabat untuk membunuh Zainab sebagaimana yang tertera dalam hadist riwayat Muslim.
Ada juga yang mengatakan bahwa akhirnya Zaenab malah masuk Islam, justru setelah tahu bahwa Nabi SAW selamat dari racun yang diberikannya, karena itu merupakan pertanda bahwa Nabi SAW dilindungi.
[1] Ibnul Qayyim, Hidayah al-Hayara fi Ajwibati Al-Yahud wa An-Nashara, hlm. 19
Lafazh fa-basysyir-hum (فَبَشِّرْهُمْ) terdiri dari huruf fa’ (ف) yang artinya : maka, lalu basysyir itu fi’il amr dari asal kata (بشَّرَ - يُبَشِّرُ) yang maknanya berikan kabar gembira. Sedangkan dhamir hum () di belakang menjadi objek atau maf’ul bihi.
Tentu saja penggalan yang menjadi penutup ayat ini merupakan satir, karena memberi kabar gembira bahwa mereka akan disiksa dengan adzab yang pedih itu aneh. Tapi memang keanehan itu yang mau dituju, karena siksaannya bukan hanya sekedar pedih tetapi pedih sekali.
Dan boleh jadi ini bukan satir dalam arti bahasa, tetapi bisa jadi satir dalam arti yang sesungguhnya, yaitu ketika seseorang merasa dengan amat yakin akan mendapatkan kebaikan, ternyata yang dia dapat justru kebalikannya, semuanya keburukan.
Maka sakitnya bukan karena semata adzab-adzab secara fisik, tetapi lebih dari itu sakitnya karena terkena prank, tertipu mentah-mentah dengan imaginasinya sendiri.
Dalam beberapa kasus, terkena prank semacam ini lebih menyakitkan ketimbang sakit secara fisik.