Banyak mereka ceritakan ke saya kejadian demi kejadian yang membuat miris.
Betapa tidak, mereka adalah para istri yang seharusnya duduk manis di rumah menerima nafkah dari suami. Tetapi keadaan mereka terbalik, justru mereka lah yang bekerja banting tulang sampai ke negeri orang, untuk bisa mengirimkan nafkah mereka buat suami dan anak-anak.
Padahal kalau kita merujuk kepada syariat Islam, yang namanya istri memberi nafkah buat suami, jangankan wajib, sunnah saja pun tidak.
Tetapi begitulah kenyataannya, 4 jutaan rupiah per bulan yang mereka dapat dari kerja keras itulah yang selalu mereka kirimkan ke kampung halaman, untuk dinikmati oleh suami dan anak-anak mereka.
Saya sendiri tidak bisa membayangkan kalau istri saya itu yang jadi pembantu di negara orang, tiap hari bergelimang dengan babi, karena tugas mereka umumnya adalah sebagai pembantu rumah tangga, dimana orang Hongkong memang doyan babi.
Dan juga terbiasa memelihara anjing untuk tinggal di dalam rumah mereka. Tetapi keadaan TKW kita di Hongkong mungkin sedikit lebih baik dari negeri lain, setidaknya secara umum.
Sebab banyak dari mereka yang cerita bahwa di Hongkong masih ada kepastian hukum, dimana majikan cenderung umumnya lebih mengerti tentang aturan dan ketentuan. Tidak sedikit dalam perkara di pengadilan, hukum disana sering memihak kepada TKW kita.
Tidak sedikit mereka yang diberi kebebasan di luar jam kerja. Sehingga ada libur di hari Ahad atau hari-hari tertentu. Bahkan ada jam kerja, dimana kalau sudah lewat jam kerja, majikan tidak berani mengetuk pintu kamar pembantunya untuk minta tolong.
Memang tidak semuanya dapat kenikmatan seperti itu, ada juga yang disiksa dan dianiaya majikan, bahkan yang sampai harus kabur dari majikan. Tetap saja kasus-kasus seperti itu masih ada.
Tetapi kalau saya bandingkan dengan TKW kita di Timur Tengah (baca: negeri muslim), rasanya sedih juga. Di Hongkong ini masyarakatnya makan babi, tetapi masih banyak yang bisa memuliakan pembantu. Sementara di Arab, banyak sekali pembantu yang dijadikan (maaf) babi. oleh umat Islam sendiri.
La haula wala quwwata illa billah.
Istri Bukan Pembantu
Pada dasarnya Islam sangat memuliakan derajat para wanita, sehingga umat Islam tidak butuh hari Kartini atau semacam Mother`s Day yang sifatnya sangat simbolis. Misalnya dengan istri boleh tidak memasak atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tapi hanya sehari itu saja.
Yah, sebenarnya itu sih cuma main-main saja. Sedangkan posisi syariat Islam langsung kepada realitas bahwa seorang istri tidak wajib memberi nafkah buat suaminya.
Sebaliknya, justru suaminya lah yang wajib memberinya makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan semua kebutuhannya.
Gampangnya, istri hanya tinggal buka mulut, suaminya lah yang wajib memasukkan makanan siap saji ke dalam mulut istrinya.
Meski ada khilaf juga di tengah ulama dalam hal ini, namun mazhab As-Syafi`i dan banyak mazhab lainnya yang secara tegas menyebutkan bahwa pada dasarnya pernikahan itu hanya mewajibkan seorang istri untuk melayani suaminya secara seksual saja, tidak lebih. Yang wajib memasak, belanja, menyapu, mengepel, mencuci pakaian, beres-beres rumah, sampai urusan kebutuhan rumah tangga, bukan istri tetapi suami.
Aneh?
Nggak juga.
Kalau pun istri melakukan semua itu, sifatnya hanya membantu saja, tidak ada kewajiban dari langit atas seorang wanita untuk dipaksa melakukan semua itu.
Sebab seorang istri bukanlah pembantu. Istri adalah wanita yang mulia, dia adalah ratu dalam rumahnya.
Ganti Mazhab
Dr. Ahmad Sarwat, Lc., MA | Wed 30 October 2024 |
Masjid : Antara Kampus dan Kantin
Dr. Ahmad Sarwat, Lc., MA | Tue 29 October 2024 |
Fiqih Negara : Kedudukan Negara Dalam Hukum Syariah
Dr. Ahmad Sarwat, Lc., MA | Fri 25 October 2024 |
Ibnu Taimiyyah Memotong Pernyataan Syeikh Abdul Qadir al-Jilani tentang Makna Istiwa, Benarkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA | Mon 1 November 2021 |
Al-Quran dan Kitab-Kitab Suci Samawi Lain Dalam Ajaran Islam
Muhammad Alfatih, Lc | Mon 4 October 2021 |
Antara Albani dan Ibnu Qayyim Tentang Ziarah Kubur Hari Jumat
Hanif Luthfi, Lc., MA | Fri 1 October 2021 |
Membaca Biaografi Ulama Menurunkan Rahmat, Benarkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA | Wed 1 September 2021 |
Bahaya Takhbib
Hanif Luthfi, Lc., MA | Tue 8 September 2020 |
Ayah Mertua Menikahi Ibu Kandung Menantu, Bolehkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA | Sun 9 August 2020 |
Puasa Ayyam al-Bidh Khusus Bulan Dzulhijjah
Hanif Luthfi, Lc., MA | Sun 2 August 2020 |