Para ulama dalam sekian banyak literatur fiqih telah menguraikan tentang pembagian hukum waris. Begitupula dengan hukum wasiat, yang mana para ulama berbeda pendapat terkait wasiat harta untuk ahli waris, ada yang mengharamkannya kecuali dengan ridho dan izin dari seluruh ali waris, dan ada yang mengharamkannya secara mutlak sekalipun para ahli waris telah saling ridho[1].
Namun tak sedikit orang-orang yang mengambil jalan lain demi mnghindari konflik antar keluarga, dengan memilih menghibahkan hartanya untuk semua ahli waris. Lantas bagaimana pandangan syariah terkait fenomena ini? Tentu sebelum mengambil kogklusinya, perlu kita fahami dulu definisi hibah, praktek, dan perbedaannya dengan wasiat. Serta pendapat para ulama tentang ini.
Makna Hibah
Hibah dalam istilah fiqih adalah:
Transaksi kepemilikan tanpa adanya jaminan, yang diberikan semasa hidup dengan suka rela[2].
Melirik kepada definisi di atas, dapat kita simpulkan sejumlah poin terkait kondisi hibah yang benar secara syar’i, sebagai berikut[3]:
Perbedaan Hibah dan Wasiat
Perbedaan paling signifikan antara hibah dan wasiat adalah pada waktu akadnya. Akad dan pindahnya kepemilikan dari hibah dilakukan oleh pemberi dalam keadaan sehat, tidak saat sakit atau sekarat. Sementara wasiat diucapkan menjelang kematian dan pindah kepemilikannya setelah kematian orang yang berwasiat.
Itulah kenapa apabila ada orang yang berkata “aku hibahkan kepemilikan tanahku untuk fulan setelah aku mati”. Oleh sebagian ulama tidak dianggap sebagai hibah tapi wasiat, karena berpindahnya kepemilikan terjadi setelah pemberi meninggal. Hal ini juga berdasarkan kaidah fiqhiyyah:
“Yang menjadi patokan dalam akad adalah substansi dan makna, bukan redaksi atau penamaan[4]”
Jadi sekalipun dalam akadnya dinamakan hibah, tapi secara substansi syariat hal tersebut dihukumi wasiat. Dalam kitab al Hawi al Kabir dikatakan:
Dan apabila seseorang yag sakit dalam keadaan sakitnya menghibahkan sesuatu kepada ahli waris, maka hal tersebut tertolak, karena hibahnya orang yang sakit dianggap wasiat dari sepertiga hartanya. Dan ahli waris dilarang mendapatkan wasiat harta[5]
Perbedaan selanjutnya adalah, dalam perihal wasiat para ulama sepakat bahwa orang yang meninggalkan ahli waris tidak boleh memberikan wasiat harta kepada orang lain lebih dari sepertiga, karena yang dua pertiganya untuk dibagikan kepada ahli waris yang ditinggalnya. Sementara ketentuan kuantitas seperti itu tidak ada dalam hibah.
Hibah Untuk Ahli Waris
Terkait hibah untuk ahli waris, sebagian besar ulama sepakat akan kebolehannya. Dalam kitab bidayatul mujtahid dikatakan:
Dan menurut pembesar ulama: bahwasanya boleh hukumnya secara Ijma’ bagi seseorang untuk menghibahkan seluruh hartanya kepada orang lain (yang bukan keluarganya) tanpa anak-anaknya di saat dia dalam keadaan sehat. Maka sekiranya hibah itu lebih utama diberikan kepada anak-anaknya dibanding kepada orang lain[6].
Ulama hanya berbeda pendapat tentang pembagiannya, apakah harus sama rata atau boleh dibedakan antara satu dari yang lainnya.
Adapun menghibahkan seluruh hartanya untuk sebagian anaknya tanpa yang lannya, atau melebihkan bagian yang lain dari yang lainnya maka hukumnya adalah makruh menurut jumhur ulama, namun sah saja jika telah terjadi. Dan disebutkan dari pendapat imam Malik sesuai dengan pendapat Dzahiriyah tentang larangan hal tersebut, dan adil adalah kesamaan jatah di antara mereka, dan bin Hanbal mengatakan (tentang pembagian hibah untuk anak) adalah bagi laki-laki seperti dua perempuan[7].
Maka dalam hal ini bisa diklaisifikasikan sebagaimana berikut:
bahwa Mayoritas Ulama menghukumi makruh apabila harta yang dihibahkan kepada anak tidak sama rata,
sementara imam Malik dan golongan Dzahiriah mewajibkan sama rata dengan asas keadilan. Mereka berdalil dengan hadist:
Nu’man Bin Basyir datang kepada nabi Muhammad SAW, seraya berkata : “ Ya Rasulullah, aku memberikan sesuatu ini kepada anakku. Kemudian Rasulullah bertanya : “Apakah semua anakmu kamu beri seperti itu?” “Tidak Ya Rasulullah” : Jawab Nu’man. “Kalau begitu cabut kembali pemberian tersebut!” Kata Rasulullah. ( HR Bukhari dan Muslim )
Kemudian Hanabilah berpendapat bahwa pembagiannya adalah bagian laki-laki dua kali lipat perempuan seperti salah satu prinsip dalam hukum waris.
Kesimpulannya, menghibahkan harta kepada ahli waris hukumnya boleh jika seseorang melihat ada unsur maslahat. Namun yang perlu digaris bawahi adalah syarat sahnya akad hibah yang harus dipenuhi, seperti pindahnya kepemilikan langsung tanpa harus menunggu meninggalnya orang yang akan menghibahkan, dan penghibah harus dalam keadaan sehat wal afiat, dalam kata lain tidak dalam keadaan akan meninggal.
Jika hal tersebut tidak terpenuhi, maka akan dihukumi sebagai wasiat, dan telah disebutkan sebelumnya tentang hukum wasiat bagi ahli waris, dalam artikel lain di rumah fiqih juga telah dijelaskan rinci tentang masalah tersebut. Tak kalah pentingnya, jika masih ada harta yang ditinggal oleh wahib (pemberi hibah) setelah dia meninggal, maka harta tersebut dibagi sesuai hukum waris.
Wallahu a’lam bisshowab.
[1] Imam As-Syairozy. Al-Muhadzzab fi Fiqhil Imam Assyafi’i. 2/342.
[2] Wahbah Az-Zuhaily. Al Fiqhu Al Islamiy Wa Adillatuhu. 5/3980
[3] Al Fiqhu Al muyassar fi Dhaw’i Al Kitab wa-s-sunnah. 1/269
[4] Lihat: Al mausu’ah Al fiqhiyyah Al Kuwaitiyah. 9/62. Lihat juga: Majallatul Ahkam Al-adliyyah. 16
[5] Imam Mawardi. Al Hawi Al kabir. 8/290
[6] Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. 4/113
[7] Ibnu Juzay. Al Qawanin al Fiqhiyyah. 241
Ganti Mazhab
Dr. Ahmad Sarwat, Lc., MA | Wed 30 October 2024 |
Masjid : Antara Kampus dan Kantin
Dr. Ahmad Sarwat, Lc., MA | Tue 29 October 2024 |
Fiqih Negara : Kedudukan Negara Dalam Hukum Syariah
Dr. Ahmad Sarwat, Lc., MA | Fri 25 October 2024 |
Ibnu Taimiyyah Memotong Pernyataan Syeikh Abdul Qadir al-Jilani tentang Makna Istiwa, Benarkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA | Mon 1 November 2021 |
Al-Quran dan Kitab-Kitab Suci Samawi Lain Dalam Ajaran Islam
Muhammad Alfatih, Lc | Mon 4 October 2021 |
Antara Albani dan Ibnu Qayyim Tentang Ziarah Kubur Hari Jumat
Hanif Luthfi, Lc., MA | Fri 1 October 2021 |
Membaca Biaografi Ulama Menurunkan Rahmat, Benarkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA | Wed 1 September 2021 |
Bahaya Takhbib
Hanif Luthfi, Lc., MA | Tue 8 September 2020 |
Ayah Mertua Menikahi Ibu Kandung Menantu, Bolehkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA | Sun 9 August 2020 |
Puasa Ayyam al-Bidh Khusus Bulan Dzulhijjah
Hanif Luthfi, Lc., MA | Sun 2 August 2020 |