◀ | Jilid : 0 Juz : 30 | Al-Ikhlash : 3 | ▶ |
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
TAFSIR AL-MAHFUZH | REFERENSI KITAB TAFSIR |
Kata lam (لم) artinya tidak. Kata yalid (يلد) artinya : melahirkan. Bentuk fi'il madhi dan mudhari'-nya adalaha (ولد - يلد), namun asalnya dari kata walad yang artinya : anak yang dilahirkan.
Akarnya dari tiga huruf yaitu huruf wawu (و), huruf lam (ل) dan huruf dal (د). Dari situ bisa bermakna sebagai orang tua, yaitu walid (والد) atau ayah atau walidah (والدة) yaitu ibu. Juga bisa bermakna peristiwa kelahiran, yaitu maulid (مولد).
Maka dalam ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Allah itu tidak melahirkan, dalam artinya tidak punya anak dan tidak pernah menyebut dengan bahasa kiasan tentang 'anak-anak Allah'.
Ayat ini nampaknya untuk menegaskan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani banyak yang mengklaim bahwa Allah SWT punya anak, atau setidaknya menjadikan orang-orang shalih seperti anak.
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ۖ ذَٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ ۖ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling? (QS. At-Taubah : 30)
Bahkan Yahudi dan Nasrani menggunakan istilah 'anak Allah' sebagai bentuk ungkapan bahwa mereka itu sangat disayang oleh Allah SWT.
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَىٰ نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ ۚ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ ۖ بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ مِمَّنْ خَلَقَ ۚ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu). (QS. Al-Maidah : 18)
Sedangkan dalam Islam, penggunakan istilah 'anak Allah' itu meski hanya sekedar kiasan dan metafora, namun tetap saja hal itu dilarang. Sebab Allah SWT itu tidak punya anak, tidak melahirkan anak, tidak mengangkat anak dan juga tidak layak baginya punya anak dalam format apapun.
Dalam berbagai agama dan kepercayaan di masa lalu, ada konsep Tuhan yang dianggap memiliki kemampuan untuk melahirkan atau memiliki anak. Beberapa contoh dari peradaban tersebut adalah:
Agama Mesir Kuno:
Mitologi Yunani:
Mitologi Romawi:
Hinduism:
Mitologi Norse (Skandinavia):
Mitologi Mesopotamia:
Kepercayaan Aztec:
Di dalam berbagai mitologi dan agama tersebut, konsep Tuhan atau dewa yang memiliki anak sering kali menggambarkan hubungan kekuatan ilahi yang mewariskan kemampuan atau kekuasaan kepada keturunannya, baik sebagai penerus dalam tugas ilahi maupun sebagai manifestasi dari ciptaan dan alam semesta.
Kata wa lam yulad (وَلَمْ يُولَدْ) artinya : dan tidak dilahirkan. Maksudnya juga tidak menjadi anak dari pihak lain.
Konteks ketika ayat ini turun adalah bahwa kaum musyrikin banyak menyembah tuhan yang mereka akui sendiri sebagai anak dari tuhan yang lain. Dan begitu juga dengan peradaban umat manusia di berbagai belahan lain. Banyak sekali yang menyembah dewa yang diklaim sebagai anak dari dewa yang lain.
Dalam berbagai mitologi dan peradaban, terdapat banyak dewa yang dianggap sebagai anak dari dewa lainnya. Berikut adalah beberapa contoh dewa-dewa yang statusnya anak dari dewa lain dalam berbagai budaya:
Mitologi- mitologi ini menggambarkan dewa-dewa yang memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan dan alam semesta, dengan hubungan keluarga yang sering kali melibatkan peran sebagai anak dari dewa atau entitas yang lebih besar.